JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Rabu (21/8) menyelenggarakan Focus Group Discussion bertajuk Penggunaan Sistem Noken/Ikat Pada Pemungutan Suara di Wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2024.
Focus Group Discussion yang berlangsung di Ruang Sidang Utama, Lantai 2, Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, dihadiri Anggota KPU Dr Idham Holik dan Kepala Biro Teknis Penyelenggaraan Pemilu Sekretariat Jenderal KPU Melgia Carolina Van Harling.
Diskusi penggunaan sistem noken tersebut terkait pemungutan suara di wilayah Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024. Peserta diskusi adalah para ketua dan anggota KPU di Papua Pegunungan dan Papua Tengah.
Diskusi menghadirkan tiga narasumber yaitu Anggota KPU Papua periode 2013-2018 Beatrix Wanane, dosen Universitas Sains dan Teknologi Komputer Semarang sekaligus penulis jurnal Pemilu sistem noken dalam demokrasi di Indonesia Dr Methodius Kossay, SH, M.Hum, dan peneliti The Constitutional Democracy Initiative (Consid) Kholil Pasaribu.
Menurut Idham, Focus Group Discussion bertujuan mendapat masukan terkait penggunaan noken di Pilkada, yang oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya meminta penggunaanya semakin berkurang dari waktu ke waktu.
“FGD ini kita akan membahas tentang penggunaan sistem noken/ikat. Sistem Ini bukan sistem baru, sudah diterapkan lama di Papua. Kenapa kami baru FGD noken, karena kami anggap penting, karena sesuai Putusan MK, KPU diminta mengurangi penggunaan sistem noken, kami perlu mendapat masukan dari bapak/ibu,” ujar Idham saat membuka kegiatan, Rabu (21/8).
Menurut Idham, KPU RI terus berupaya agar pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Papua berjalan lebih berintegritas. Pemilih dapat menggunakan hak suaranya secara langsung. Guna menindaklanjuti perintah tersebut, dari waktu ke waktu penggunaan noken sudah berkurang dari 16 kabupaten/kota jadi 14 kabupaten/kota. “Artinya dari Pemilu ke Pemilu sudah kami kurangi,” kata Idham.
“Penerapan dualisme demokrasi di Papua yaitu demokrasi liberal, satu orang satu suara dan demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah mufakat membawa dampak buruk dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan maka penerapan sistem noken di Papua di masa akan datang, terutama Pemilu 2029 perlu ditinjau ulang,” ujar Idham Holik.
Menurut Idham, pemerintah mesti konsisten mengimplementasikan satu model demokrasi apakah demokrasi liberal (satu orang satu suara) atau demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi asas musyawarah mufakat dipraktekkan di seluruh Indonesia termasuk di Papua mengingat musyawarah telah membudaya dalam masyarakat adat di seluruh dunia.
Menurut Methodius, ke depan Pemilu di Papua menggunakan sistem one people, one vote, and one value (opovov) atau juga one man one right (omor). Sistem ini merupakan sistem pemungutan suara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan kepemiluan di Indonesia dan diakui serta dilaksanakan seluruh masyarakat Indonesia saat Pemilu di Indonesia.
“Tujuan pemungutan suara sistem noken ini kan untuk melindungi dan melestarikan budaya musyawarah sekaligus melindungi orang asli Papua, menyelamatkan partisipasi Pemilu, menolong pemilih pemilih buta aksara dan mengatasi akses geografis,” ujar Methodius.
Menurut Methodius, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengeluarkan putusan Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009, di mana MK memahami dan menghargai nilai budaya yang terawat di kalangan masyarakat Papua yang khas dalam menyelenggarakan Pemilu dengan kesepakatan warga atau aklamasi.
“Apabila di suatu daerah sudah tidak lagi memakai sistem noken atau ikat, untuk daerah tersebut tidak lagi diakui keberadaan sistem noken atau ikat lambat laun sistem opovov pada aturan Pemilu diterapkan di Papua khusus 14 kabupaten di dua wilayah tersebut,” kata Methodius.
Beatrix Wanane dalam kesempatan tersebut menyajikan materi sejarah pemungutan suara dengan sistem noken sejak pemilu 1972 di Distrik Kurima dan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Kemudian, kasus perselisihan perolehan suara pada Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Yahukimo, Papua Pegunungan tahun 2009, Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua tahun 2012, dan Pemilu 2014 di beberapa daerah di Papua dengan kekhasan serta masalah dan tantangannya masing-masing.
Sementara dua pembicara lain, Methodius berbicara tentang sistem noken dari aspek kebudayaan dan demokrasi serta komunikasi. Sementara Kholil Pasaribu menyoroti penggunaan sistem noken dari aspek konstitusi.
Ketua KPU Kabupaten Dogiyai Elias Petege mengusulkan, untuk memperketat administrasi Pemilu dan pemilihan terutama saat terjadi musyawarah di tanah Papua harus jelas, berita acara musyawarah, daftar hadir dan foto serta video musyawarah, berapa orang yang mendelegasikan hak pilih kepada siapa hingga identitasnya harus jelas.
“Seiring perkembangan zaman dan perkembangan organisasi masyarakat yang kian pesat peran kepala suku tergeser karena bukan lagi aktor tunggal penentu di suatu daerah. Selain kepala suku, ada juga tokoh masyarakat, pemuda, agama hingga tokoh perempuan sehingga peran mereka mesti diakui dalam pelaksanaan sistem noken,” kata Elias.
Elias mengusulkan kepada KPU RI sebagai regulator untuk membatasi ruang lingkup penggunaan sistem noken di distrik-distrik atau kampung-kampung tertentu di kabupaten di mana masyarakatnya benar-benar tidak bisa membaca dan atau jarak antar kampung berjauhan. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)