JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Insiden pelemparan bom molotov ke kantor Redaksi Jubi oleh orang tak dikenal (OTK), Rabu (16/10) sekitar pukul 03.15 WIT, terus menuai respon berbagai kalangan, tak hanya organisasi profesi wartawan di Indonesia maupun kalangan pegiat hukum.
Pelemparan kantor redaksi media yang beralamat di Jalan SPG Waena, Jayapura merupakan bentuk dari teror dan ancaman serius terhadap kebebasan pers di tanah Papua.
Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (Pohr) Thomas Ch Syufi menegaskan, pelemparan bom molotov merupakan bentuk serangan paling vulgar dan brutal terhadap jantung demokrasi di Indonesia yang dikenal sebagai negara yang demokratis. Tindakan itu juga tidak dibenarkan apalagi ditolerir siapapun pelakunya
“Saya minta aparat Kepolisian Daerah Papua mengambil alih penyelidikan kasus ini atau setidaknya melakukan supervisi intensif dalam penyelidikan kasus ini. Ini penting karena lokus deliknya di wilayah hukum Polda Papua. Polda bisa berperan penting dalam upaya mengungkap pelaku dan motif di balik aksi itu,” kata Thomas Syufi kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Kamis (17/10).
Permintaan tersebut bertolak dari pengalaman sebelumnya di mana beberapa aksi teror terhadap Jubi atau wartawannya yang ditangani kepolisian tingkat sektor tak pernah tuntas alias lenyap di tengah jalan. Bahkan terbit Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tidak cukup alat bukti.
“Padahal jangka waktu kadaluarsa suatu laporan atas kasus kejahatan seperti ini bisa mencapai belasan tahun. Tetapi di Papua belum sampai satu atau dua tahun laporan atau pengaduan, malah sudah dikeluarkan SP3,” kata Thomas.
Padahal, lanjut Thomas, masih banyak waktu yang harus kepolisian bekerja mengumpulkan alat-alat bukti guna mengungkap secara terang kasus yang dilaporkan. Pasalnya, hal itu sudah termasuk dalam unsur tindak pidana yang menjadi domain pihak kepolisian, sehingga suka atau tidak suka harus diungkap secara transparan dan akuntabel.
“Kami mengecam tindakan pelemparan bom molotov ke kantor Redaksi Jubi karena hal itu merupakan pelanggaran hukum, aksi tidak bermoral, dan merusak proses pelembagaan demokrasi. Penjahat tidak boleh dibiarkan berkeliaran dan terus berulah merusak dan menghancurkan sendi-sendi demokrasi dan hak asasi manusia, termasuk kebebasan pers,” ujar Thomas.
Thomas menegaskan, bila ada pemberitaan Jubi yang dianggap pelaku keliru atau kurang akurat serta melanggar kode etik bisa menggunakan hak jawab yang merupakan hak konstitusional bagi seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum apapun.
Pasal 5 Ayat 2 dan Ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur hak jawab pihak-pihak yang merasa keberatan atas pemberitaan pers. Di sana juga diatur mewajibkan pers melayani hak jawab dan hak koreksi dari setiap orang.
“Bukan sebaliknya menyatakan ketidakpuasan dengan mengambil jalan kekerasan dan teror semacam ini. Ini sebuah tindakan yang mencederai akal sehat dan membunuh intelektualitas siapapun pelaku teror dan pengeboman terhadap kantor atau pekerja pers di tanah Papua,” kata Thomas.
“Peran pers sangat penting dalam negara demokrasi. Pers itu ibarat lentera hidup yang berfungsi menyiangi jalan gelap, ketidakadilan dan ketidakbenaran, termasuk menerangi kegelapan yang terdistorsi oleh kekuasaan. Ini bukan kali pertama serangan terhadap Jubi. Media ini sudah pernah diteror beberapa kali, entah dengan bom di redaksi maupun pendiri Jubi dan wartawan senior Papua Victor Mambor,” kata Thomas.
Media ini sebelumnya memberitakan, kantor Jubi, Rabu (16/10) sekitar pukul 03.15 WIT dilempari bom molotov orang tak dikenal. Akibatnya, dua mobil operasional yang diparkir di halaman kantor media itu terbakar dan rusak.
Aksi itu diduga dilakukan dua orang yang berboncengan menggunakan sepeda motor. Bom dilemparkan dari pinggir jalan di depan kantor membuat api berkobar di antara dua mobil operasional Jubi yang diparkir di halaman kantor.
Api sempat membakar sebagian bagian depan mobil Toyota Avanza dan Toyota Calya itu. Api akhirnya dipadamkan dua karyawan dan sejumlah saksi mata.
Sejumlah polisi dari Kepolisian Sektor Kota (Polsekta) Heram datang dan mengamankan kantor redaksi media itu. Pada Rabu (16/10) pagi polisi melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Mereka memeriksa dan mendokumentasikan sejumlah serpihan pecahan botol kaca yang diduga bom molotov, bekas keset kain perca yang diduga dijadikan sumbu bom molotov serta kedua mobil yang terbakar akibat lemparan molotov.
Kepala Kepolisian Sektor Kota Heram Iptu Bernadus Ick mengatakan, benda yang menyebabkan bagian dari kedua mobil operasional Jubi terbakar itu memang bom molotov.
“Ini adalah bom molotov, yang dipergunakan di kantor Redaksi Jubi,” kata Bernadus Ick saat mengamankan kantor Redaksi Jubi dan menunggu kedatangan tim laboratorium forensik (Labfor).
Akan tetapi, Bernadus menyatakan belum mengetahui bahan bom molotov. “Terkait bahan-bahan, kita menunggu tim labfor,” kata Bernadus lebih lanjut.
Sejumlah saksi mata di sekitar lokasi kejadian mengatakan, bom molotov itu dilemparkan dua orang yang berboncengan menggunakan sepeda motor. Kedua pelaku mengenakan celana, jaket, masker, dan helm berwarna hitam.
Menurut saksi mata, sebelum pelemparan bom molotov terjadi kedua orang pelaku itu beberapa kali melintas di depan kantor Redaksi Jubi. Sejumlah saksi mengatakan, kedua pelaku mondar-mandir di sana sejak Selasa (15/10) sekitar pukul 23.00 WIT.
Pada Rabu dini hari, sekitar sekitar pukul 02.00 WIT, kedua pelaku berhenti di bawah pohon mangga yang berada di dekat kantor Redaksi Jubi, mengamati keadaan di sana lalu pergi.
Sekitar pukul 03.15, kedua pelaku datang lagi, berhenti di depan pagar kantor Redaksi Jubi dan melemparkan dua benda. Benda pertama meledak, menimbulkan kobaran api. Benda kedua membuat kobaran api semakin membesar.
“Kedua pelaku sempat panik dan kesulitan menyalakan sepeda motor. Tapi kami juga takut, jadi kami tidak mendekat. Kami lalu pukul tiang listrik dan pagar untuk membangunkan warga,” kata seorang saksi mata.
Pemimpin Redaksi Jubi Jean Bisay mengatakan, kobaran api yang membakar kedua mobil operasional Jubi itu dipadamkan dua karyawan Jubi dan warga. Ia berterima kasih kepada para warga yang membantu memadamkan kobaran api itu.
“Beruntung ada dua staf Jubi dan warga sekitar, sehingga api yang membakar kedua mobil itu dapat dipadamkan dengan segera,” ujar Bisay. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)