SALATIGA, ODIYAIWUU.com — Pengurus Pusat Pemuda Katolik Republik Indonesia melalui Departemen Gugus Tugas Papua, Sabtu (16/7) menggelar webinar membedah isi demografi, pemekaran, dan pembangunan Tanah Papua.
Ketua Departemen Gugus Tugas Papua Pemuda Katolik Melkior NN Sitokdana mengatakan, webinar tersebut digelar mencermati dampak dari pemekaran provinsi dan kabupaten di tanah Papua terkait aspek demografi dan pembangunan Papua.
“Pemekaran tentu membuka pintu migrasi penduduk secara besar-besaran masuk ke tanah Papua untuk mengisi berbagai peluang ekonomi dan pemerintahan,” ujar Melkior Sitokdana melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Salatiga, Jawa Tengah, Minggu (17/9).
Melkior, akademisi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) mengingatkan, bila penduduk asli Papua tidak siap atau disiapkan maka mereka akan semakin terpinggirkan atau termarginalkan di tanah sendiri.
“Pemekaran harus diperkuat dengan regulasi turunan berupa Perdasus, Perdasi dan Perda guna memastikan manfaat pemekaran bagi orang asli Papua. Di sisi lain, penyiapan SDM orang asli Papua dengan skill dan kompetensi menjadi keharusan agar mereka bisa bersaing dengan penduduk non-OAP,” ujar SSitokdana, akademisi putra asli Papua dari Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan.
Dosen dan peneliti Papua Center dari Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Indonesia Dr I Ngurah Suryawan dalam webinar itu menyajikan materi tentang pemekaran daerah, reorganisasi kapital dan settler colonialism.
“Kehadiran DOB akan mendatangkan berbagai investasi bisnis raksasa sebagai syarat PAD yang nantinya akan merampas tanah adat masyarakat, merusak hutan, dan memusnahkan kebiasaan kehidupan masyarakat adat dengan wilayah adatnya,” ujar Ngurah.
Dekan Fakultas Sosial Sains Universitas Okmin Papua Octoviaen Gerald Bidana, S.Pd, MPA, yang tampil sebagai narasumber dalam webinar mengatakan, kualitas pendidikan dasar hingga perguruan tinggi di tanah Papua yang kurang menyebabkan output SDM yang disiapkan memiliki daya pikir kritis, kreatif dan inovatif masih sangat rendah.
“Kondisi ini membuka peluang bagi para pendatang yang memiliki skill tinggi mengisi peluang dari pemekaran wilayah. Saya mengajak generasi muda Papua belajar sungguh-sungguh meningkatkan skill dan pengetahuan agar pulang mengisi mengisi berbagai peluang yang tersedia di daerah,” ujar Gerald.
Ahli demografi politik Indonesia Dr Riwanto Tirtosudarmo menambahkan, pembangunan di Papua akan terus dirundung masalah akibat sisa sejarah proses dekolonisasi dan integrasi. Marginalisasi dari dinamika demografi dan perekonomian akan menimbulkan perasaan terabaikan di kalangan masyarakat Papua.
“Hal tersebut membuat politik perlawanan akan terus terlihat dan harus mendapat perhatian serius jika ingin dicari solusi damai bagi Papua,” ujar Riwanto.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Provinsi Papua Selatan Drs Aloysius Jopeng, M.Pd dalam kesempatan tersebut memaparkan data terkini terkait demografi penduduk Papua Selatan. Data penduduk OAP di Kabupaten Merauke tercatat sebanyak 37,27 persen dan non-OAP 62,73 persen.
Gambaran ini tentu memberikan dampak terhadap capaian IPM tertinggi yakni Papua Selatan, yaitu 70,09 dan kemudian diikuti Kabupaten Boven Digoel pada poisis kedua dengan komposisi penduduk OAP sebanyak 66,96 persen dan non OAP 33,11 persen dengan capaian IPM 61,53.
Sedangkan Kabupaten Mappi dan Asmat merupakan kantong penduduk OAP mencapai posisi ketiga dan keempat, yaitu 58,15 persen dan 50.55 persen.
“Dengan data demografi tersebut dapat disimpulkan bahwa kenaikan IPM di Papua Selatan itu terjadi karena faktor non-OAP sementara penduduk OAP tidak memberikan sumbangsi yang signifikan dalam peningkatkan angka IPM setiap tahun,” ujarnya.
Webinar dipandu Ketua Bidang Perempuan dan Anak Pengurus Pusat Pemuda Katolik Alfonsa Jumkom Wayap mengundang antusiasme peserta dari berbagai kalangan. Kurang lebih 60-an peserta hadir menyimak materi yang disampaikan narasumber dalam setiap sesi webinar. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)