Hakim MK Daniel Foekh Respon Kasus Gugatan Nikah Beda Agama Pemuda Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Hakim MK Daniel Foekh Respon Kasus Gugatan Nikah Beda Agama Pemuda Papua

Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Dr Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, SH, MH. Sumber foto: koran.tempo.co, 8 Januari 2020

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Dr Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, SH, MH angkat bicara tekait kasus gugatan uji materiil atau judicial review Elias Ramos Petege, pemuda Papua di Mahkamah Konstitusi.

Daniel meminta pemerintah memberi jalan keluar atau solusi mengingat dalam kenyataan, nikah beda agama di Indonesia terjadi di Indonesia. Daniel juga tidak mempermasalahkan adanya larangan nikah beda agama di UU Perkawinan.

Kasus tersebut dialami Ramos dan kekasihnya, Michella Putri (nama rekaan), wanita muslim. Ramos melakukan uji materiil akibat ia dan kekasihnya kandas membangun bahtera rumah tangga karena terganjal berbeda agama.

“Karena dalam kenyataannya, norma pasal itu kemudian diterjemahkan dari masing‐masing pihak yang ketika dalam kenyataannya ada perkawinan antaragama,” ujar Daniel mengutip risalah sidang dari laman Mahkamah Konstitusi, Selasa (5/7).

Ramos, pemuda lajang asal Distrik Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, mengalami kesulitan menikahi Michella karena terhambat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ia akhirnya mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi dan kasus tersebut kian menghangat dalam sidang yang berlangsung hingga saat ini.

“Saya mengajukan uji materiil karena negara tidak menjamin hak asasi manusia dan hak warga negara dalam kebebasan untuk memilih agama, kebebasan memilih dan menentukan pasangan hidupnya, hak atas membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah,” ujar Ramos kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta Senin (7/2).

Menurutnya, pemerintah melalui UU itu tidak mengatur secara tegas dan jelas mengenai perkawinan beda agama sesuai Pasal 2 UU tersebut sehingga pada implementasinya mengalami tantangan atau penolakan atas perkawinan beda agama. Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 dan 28 UUD 1945. Aturan yang tegas itu, katanya, mengandaskan cintanya dengan Michella, gadis berdarah Arab warga negara Indonesia yang hendak dinikahi.

“Setelah mengajukan judicial review, saya berharap hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan saya agar hak asasi kami sebagai warga negara terlindungi dan terjamin, terutama hak memiliki pasangan berbeda agama yang sudah saling mengasihi dan mencintai satu sama,” kata Ramos lebih lanjut.

Presiden Joko Widodo melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly dan Menteri Agama Cholil Yaqut Qoumas menolak melegalkan pernikahan beda agama. Sikap tersebut muncul menanggapi gugatan Ramos yang meminta Mahkamah Konstitusi agar Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tidak bisa mengatur pernikahan beda agama.

“Menurut pemerintah sudah sepatutnya MK menyatakan menolak permohonan pemohon,” kata Kamaruddin Amin, kuasa Kemenag saat membacakan keterangan pemerintah di sidang MK mengutip risalah sidang, Senin (4/7).

Bahkan Yasonna maupun Yaqut mempersoalkan legal standing Ramos sebagai pemohon. Menurut mereka, Ramos tidak mengalami kerugian konstitusional. Keduanya beralasan, setiap agama dan kepercayaan yang dianut masyarakat memiliki hukum perkawinan. Di dalam hal ini termasuk syarat dan cara perkawinan.

“Di dalam masyarakat bahkan yang terjadi itu karena pernikahan beda agama kemudian melakukan pernikahan dua kali. Menurut agama dari suaminya, kemudian juga menurut agama dari istrinya. Kalau perkawinan itu terjadi beda agama. Dari perspektif pemerintah tadi tegas menyatakan bahwa itu haram, tapi dalam kenyataannya justru terjadi di Indonesia,” ujar Daniel.

Bertolak fakta tersebut di atas, Daniel meminta agar pemerintah memberikan solusi nikah beda agama yang ada di masyarakat. “Kami minta untuk dari Pihak Dirjen Dukcapil, ya, bagian dari pemerintah, untuk daftar selama ini perkawinan antaragama yang terjadi di Indonesia. Supaya bisa tadi yang disampaikannya oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo, jalan tengahnya seperti apa?” ujar Daniel.

Dalam persidangan, Ramo selaku pemohon menghadirkan Direktur Amnesty Indonesia, Usman Hamid dalam persidangan. Menurut Usman, sudah saatnya Indonesia membolehkan pernikahan beda agama. Hal itu perlu mengingat lembaga‐lembaga HAM dunia, termasuk organisasi non-pemerintah seperti Amnesty International menganggap hak untuk menikah dan membentuk keluarga ini adalah bagian dari hak asasi manusia.

“Berbagai komentar umum Komite HAM PBB, putusan-putusan Komite HAM Umum PBB ketika memeriksa kasus-kasus perselisihan antara warga negara dengan negara anggota PBB terkait pernikahan menyatakan ‘tidak boleh ada keraguan untuk membolehkan pernikahan beda agama di dalam berbagai kasus negara‐negara tersebut’,” kata Usman. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :