Wakil Ketua Komnas HAM Amirudidin al Rahab: Dialog Jakarta-Papua Mencegah Jatuhnya Koban - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Wakil Ketua Komnas HAM Amirudidin al Rahab: Dialog Jakarta-Papua Mencegah Jatuhnya Koban

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia Amiruddin al Rahab. Foto: Istimewa

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia Amiruddin al Rahab mengatakan, upaya dialog Jakarta-Papua bagi penyelesaian konflik di tanah Papua merupakan langkah yang baik demi mencegah jatuhnya korban. Siapa pihak-pihak terkait yang terlibat dalam dialog, itu urusan belakangan tetapi diupayakan terlebih dahulu.

“Komnas HAM berpandangan bahwa dialog adalah langkah yang penting dan perlu mendapat dukungan semua pihak demi mencegah jatuhnya korban sekaligus memperbaiki keadaan. Komnas HAM akan berbicara dengan semua pihak dalam dialog itu. Nah, ke depan pelahan-lahan kita lakukan komunikasi dengan semua pihak. Tentunya, komunikasi ini bukan butuh waktu pendek tetapi butuh waktu panjang,” ujar Amiruddin al Rahab saat dihubungi Odiyaiwuu.com melalui sambungan telepon genggam di Jakarta, Rabu (10/3).

Amiruddin al Rahab juga menjawab singkat saat diminta pendapatnya sebagai analis yang sudah lama mengakrabi masalah Papua baik melalui buku-buku karyanya maupun analisanya di media massa seputar isu-isu Bumi Cenderawasih bahwa dialog itu termasuk menghadirkan pihak United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua Barat di bawah kendali ketuanya, Beny Wenda.

“Itu yang harus kita kerjakan dan menjadi perhatian bersama bagaimana semua pihak mendorong saudara-saudara dengan posisi seperti itu agar memandang bahwa dialog itu adalah langkah terbaik. Komnas HAM sebagai lembaga resmi mencoba menjebatani dialog itu agar ada solusi damai antara pihak-pihak terkait,” lanjut Amiruddin al Rahab, yang juga Koordinator Sub Komisi Penegakan Hak-hak Asasi Manusia Komnas HAM yang membidangi pemantauan dan penyelidikan dan mediasi Komnas HAM.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik sebelumnya mengatakan, pihaknya berharap dialog damai antara Papua dengan Jakarta dapat mulai terlaksana tahun ini. “Harapannya tahun ini sudah dimulai tahap awalnya, dari pemerintah, organisasi Papua Merdeka (OPM), tokoh masyarakat, tokoh gereja, tokoh adat, sudah mulai bisa duduk,” kata Taufan kepada awak media di Hotel Shangri-la Jakarta, Rabu (9/3).

Meski demikian, Taufan tak menampik bahwa upaya membangun rencana dialog damai Papua-Jakarta bukan perkara mudah. Walau berharap dialog damai itu bisa terlaksana tahun ini, namun ia tak dapat memprediksinya betul-betul terjadi sesuai harapan.

Pasalnya, dialog damai antara Jakarta dan Papua merupakan proses yang akan panjang dan sangat bergantung situasi politik, konflik, serta keamanan. Meski begitu, Komnas HAM akan menjadi pihak pertama yang menginisiasi dialog tersebut dengan membuka komunikasi dengan tokoh-tokoh di Papua, utamanya dari kubu pro-kemerdekaan Papua. “Tapi kita akan melakukan dan minggu depan kita akan berangkat, inisiasinya, kan prosesnya panjang. Aceh juga dulu kan prosesnya lama, butuh menemui ke mana-mana,” kata Taufan lebih jauh.

Jauh sebelumnya, Taufan mengonfirmasi bahwa dialog damai dengan kubu pro-kemerdekaan Papua bakal segera diinisiasi dan hal ini telah disetujui para petinggi negara. “Disetujui presiden. Sudah beberapa kali kita ketemu beliau setuju,” kata Taufan.

“Pak Menkopolhukam, juga panglima TNI–yang dulu dan sekarang–juga mengapresiasi. Kalau kapolri sudah dari awal mengapresiasi,” kata Taufan lebih lanjut. Taufan menegaskan, kubu pro-kemerdekaan akan jadi kelompok prioritas untuk diajak berdialog damai, selain juga para tokoh adat, gereja, dan lain-lain. Apabila tokoh-tokoh tersebut bersedia dialog dengan Jakarta, dan di sisi lain Istana pun bersedia, maka dialog damai secara langsung antara kedua kubu bisa dilangsungkan.

“Benny Wenda (Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat/ULMWP, United Liberation Movement for West Papua. Terutama yang pro-kemerdekaan harus diajak dialog, tidak bisa kalau tidak. Paling pokok, ya, mereka. Saya katakan ke pemerintah juga waktu itu, tidak bisa kita menolak memulai komunikasi dengan tokoh kemerdekaan Papua yang memang masih didengar oleh banyak pihak,” katanya.

Dewan Gereja Papua (West Papua Council of Churches) menyatakan mendukung penuh upaya dialog atau perundingan damai Presiden Republik Indonesia Joko Widodo alias Jokowi dengan kelompok pro referendum (kemerdekaan) United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua Barat yang dimediasi pihak ketiga.

Dewan Gereja Papua atau West Papua Council of Churches terdiri dari Moderator Pendeta Dr Benny Giay, S.Th, President Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Pendeta Dorman Wandikbo, S.Th (anggota), Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua Pendeta Andrikus Mofu, M.Th (anggota), dan Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua Pendeta Dr Socratez Sofyan Yoman, MA (anggota).

“Kami mengapresiasi inisiatif Komisi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berinisiatif dan mendorong Presiden Republik Indonesia Bapak Ir Joko Widodo untuk membuka ruang dialog dengan rakyat dan bangsa Papua Barat. Kita tahu bahwa niat baik untuk bertemu dengan pro-kemerdekaan itu sudah disampaikan Presiden Joko Widodo pada 30 September 2019,” ujar anggota Dewan Gereja Papua (West Papua Council of Churches) Gembala Dr AG Socratez Sofyan Yoman, MA melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Kamis (10/3).

Setelah mengetahui niat baik Presiden Joko Widodo untuk bertemu dengan kelompok pro-kemerdekaan yang sudah disampaikan Jokowi, mantan Walikota Solo, pada 30 September 2019 melalui pemberitaan sejumlah media (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua Barat Benny Wenda bersedia menggelar rapat pada 7 Oktober 2019.

“Namun, kami belum menerima surat resmi dari Presiden yang meminta pertemuan. Saya berharap dia bersedia duduk bersama saya untuk membahas masa depan West Papua. Orang-orang Papua Barat telah dikhianati oleh janji-janji palsu Indonesia selama beberapa dekade. Indonesia menempati tanah kami, membunuh ratusan ribu orang Papua Barat, dan kemudian mengklaim mereka ingin ‘berbicara’,” kata Beny.

Menurut Beny, pihaknya tidak akan tertipu oleh sikap ramah dan jabat tangan sementara orang-orang asli Papua dibunuh di Nduga, Wamena maupun Jayapura. Kami sudah duduk bersama Indonesia di Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah forum regional. Kami sudah mengangkat masalah West Papua di MSG dan forum internasional lainnya, tetapi Indonesia tidak menunjukkan kesediaan untuk benar-benar menyelesaikan akar penyebab konflik,” tandas Beny.

Beny menegaskan, Indonesia belum menunjukkan kesediaan yang tulus untuk terlibat. Malah satu-satu reaksi atau tanggapannya adalah membunuh orang-orang Papua, merusak tindakan Kepulauan Pasifik, dan menyebarkan propaganda tentang gerakan tersebut. Karena itu, ujar Beny, agar pertemuan yang tulus dapat berlangsung Presiden Widodo harus menunjukkan keseriusannya dalam menangani akar permasalahan di Papua Barat.

Menurut Beny Wenda, pihak United Liberation Movement for West Papua hanya akan mempertimbangkan untuk bertemu dengan Presiden Jokowi setelah sejumlah hal berikut dipenuhi. Pertama, tuntutan lama rakyat West Papua untuk referendum, penentuan nasib sendiri tentang kemerdekaan termasuk dalam agenda pertemuan.

Kedua, pertemuan dilakukan melalui mediasi pihak ketiga misalnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau negara pihak ketiga yang disepakati. Ketiga, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) diizinkan untuk mengunjungi Papua Barat sesuai dengan seruan yang dibuat oleh 18 negara pasifik di Forum Kepulauan Pasifik ke-50 pada Agustus 2019.

Keempat, tambahan 16.000 personel militer dan polisi Indonesia yang dikerahkan sejak Agustus 2019 segera ditarik. Kelima, seluruh tahanan politik dibebaskan, termasuk Buchtar Tabuni, Bazoka Logo, Steven Itlay, Surya Anta, Agus Kossay, dan semua mahasiswa yang telah ditangkap selama pemberontakan baru-baru ini. Keenam, semua pembatasan masuk ke Papua Barat untuk media internasional dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dicabut.

Menurut Beny Wenda, Indonesia selalu mengabaikan keinginan rakyat West Papua. Pada 1962, Belanda, Amerika Serikat, dan PBB menyerahkan United Liberation Movement for West Papua ke Indonesia tanpa berkonsultasi dengan satu pun orang Papua Barat. Pada 1969, United Liberation Movement for West Papua dijanjikan referendum yang bebas dan adil oleh Indonesia.

“Seruan kami untuk kebebasan, keadilan dan referendum untuk menentukan nasib kami sendiri telah diabaikan oleh Indonesia sejak saat itu. Agar kami percaya bahwa ini telah berubah, Indonesia harus menunjukkan itikad baik dan menyetujui pra-kondisi kami. Keinginan kami untuk mencapai referendum demokratis untuk menegakkan hak kami untuk menentukan nasib sendiri, tidak pernah sekuat ini,” kata Beny. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :