JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Birokrat Papua drg Aloysius Giyai, M.Kes mengatakan, para penjabat gubernur di tanah Papua yang baru dilantik baik di Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan serta penjabat yang akan dilantik di Provinsi Papua Barat Daya harus memiliki langkah dan strategi yang tepat untuk meletakkan dasar pembangunan di empat daerah otonomi baru (DOB) itu.
Penegasan itu berasalan mengingat sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, ada banyak persoalan dan tantangan kompleks yang perlu diselesaikan. Semua itu membutuhkan strategi tepat karena akan menjadi landasan pembangunan di provinsi itu yang akan dilanjutkan oleh gubernur dan wakil gubernur definitif pada 2025 mendatang.
“Para penjabat gubernur harus punya rencana 60 hari kerja. Saya sarankan masa 60 hari ada sembilan tugas pokok yang harus mereka selesaikan,” kata Aloysius Giyai kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Rabu (7/12).
Adapun sembilan tugas yang harus diselesaikan selama 60 hari kerja sebagai berikut. Pertama, merancang dan mempersiapkan kebutuhan organisasi perangkat daerah (OPD), gaji aparatur sipil negara (ASN), tambahan penghasilan pegawai (TPP) atau tunjangan kinerja daerah (TKD), operasional kantor, sewa menyewa prasarana, biaya rapat koordinasi, penataan aset, biaya tak terduga dan lain sebagainya.
Kedua, memastikan fasilitas dan sarana prasarana penyelenggaraan pemerintahan seperti kantor gubernur sementara, OPD lainnya, rumah jabatan gubernur, rumah jabatan sekretaris daerah dan lain-lainnya sekaligus penyusunan regulasi sewa-menyewa prasarana awal.
Ketiga, menyusun dan melakukan koordinasi mutasi dan pengangkatan ASN, baik dari provinsi induk maupun dari kabupaten/kota yang masuk dalam wilayahnya. Keempat, melakukan mutasi dan regulasi penyerahan aset pemerintah daerah, baik dari provinsi induk, dari kabupaten/kota yang masuk dalam wilayahnya maupun dari pemerintah pusat.
Kelima, menyiapkan tim dan regulasi (mekanisme) pembentukan OPD di wilayahnya. Keenam, menyiapkan regulasi atau peraturan gubernur tata kelola keuangan daerahnya, baik terkait pembiayaan pegawai, belanja modal dan pengadaan barang dan jasa.
Ketujuh, menyiapkan regulasi dana hibah dari provinsi induk, dari kabupaten/kota yang masuk wilayahnya ataupun dari dari pemerintah pusat. Kedelapan, menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta penegasan batas wilayahnya dengan provinsi induk.
Kesembilan, mempersiapkan dan melakukan koordinasi pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) sesuai amanat UU Otonomi Khusus Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) lewat pemilihan legislatif dan pengangkatan dari jalur adat, dan pelaksanaan Pilpres pada Februari 2024 serta Pilkada serentak pada November 2024 di wilayahnya.
Pelayanan publik dan roda pemerintahan
Selain itu, Aloysius yang juga kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Cilandak, Jakarta, menegaskan, ada sejumlah kebijakan lain yang harus dilakukan penjabat gubernur dan jajarannya guna melanjutkan pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan di masing-masing daerah otonom baru di tanah Papua.
Pertama, penjabat gubernur harus mampu melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para bupati/walikota di wilayah itu untuk menyusun dan mampu melakukan program Quick Wins 2022-2024 dalam pelaksanaan DOB tahun 2022-2024.
Kedua, melakukan konsolidasi dengan para bupati/walikota untuk mempersiapkan desain percepatan pembangunan lewat terobosan perubahan dan peta jalan terpadu (integrated road map), sejalan dengan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua 2022-2041 sebagai amanat UU No. 2/2021 tentang Otonomi Khusus bagi Tanah Papua, serta diselaraskan dengan road map pembangunan oleh Bappenas RI.
Ketiga, melakukan sinkronisasi dan kolaborasi sumber pendanaan. Kelembagaan Badan Pengarah Papua (BPP) akan melakukan asistensi dan fasilitasi dengan Penjabat Gubernur dalam memperkuat sinkronisasi program dan pendanaan dengan kementerian atau lembaga dan pihak terkait lainnya. Penjabat gubernur harus memperkuat kolaborasi para pihak untuk meletakkan fondasi awal dalam pembangunan.
“Kemudian, tiga poin penting yang harus dilakukan adalah tata kelola pemerintahan, keuangan, dan penguatan serta pengakuan eksistensi orang asli Papua,” lanjut Aloysius.
Aloysius menuturkan, dalam hal tata kelola pemerintahan tantangan pertama penjabat gubernur adalah manajemen pemerintahan masa transisi, krusial karena terbangunnya suprastrukrur pemerintahan karena ia memimpin sampai terpilihnya gubernur dan wakil gubernur defenitif lewat pilkada.
Selain itu, tantangan lain ialah pengisian jabatan birokrasi baik yang diambil dari provinsi induk dan kabupaten/kota maupun pengadaan CPNS baru harus dengan representasi orang asli Papua 80 persen dan non-OAP 20 persen, terutama dalam mengisi OPD pendukung seperti sekretaris daerah, dinas/badan keuangan, Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah, dan pengampu urusan wajib pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
“Tantangan ketiga di masa transisi yang harus dikelola secara cermat adalah keuangan dan pemindahan aset dan utang-piutang. Kebutuhan penganggaran DOB diperoleh dari pemerintah pusat, provinsi induk, dan kontribusi kabupaten/kota di dalam aset DOB tersebut. Dan jangan lupa, Penjabat Gubernur dan jajarannya juga harus memastikan rekognisi dan perlindungan bagi OAP dapat terimplementasikan meliputi pengakuan eksistensi masyarakat hukum adat, sumber penghidupan, dan cara mengelola hak ulayat,” katanya.
Pembangunan berkelanjutan
Menurut Aloysius, yang pernah menjabat Direktur RSUD Abepura; Kepala Dinas Kesehatan Papua, Direktur RSUD Jayapura; dan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Pegunungan Bintang, kebijakan lain yang tak kalah penting ialah bagaimana penjabat gubernur dan jajarannya memikirkan pembangunan berkelanjutan dengan melakukan kebijakan strategis yang mendasar.
Kebijakan itu sebagai berikut. Pertama, perlu meletakkan penyelenggaraan pelayanan publik yang bersih, transparan dan mengutamakan kemanusiaan/melayani dengan hati dalam rangka memperkuat kapasitas relasional negara sehingga terutama orang asli Papua merasakan kehadiran negara lewat daerah otonomi baru.
Kedua, mampu meningkatkan semangat nasionalisme dan persepsi masyarakat tentang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya bagi orang asli Papua sebagai bagian dari semangat bela negara dengan cara meningkatkan kinerja pemerintahan dan pelayanan publik yang baik, benar dan memuaskan.
Ketiga, penjabat gubernur harus mampu dan berkompeten untuk menjaga stabilitas inflasi ekonomi daerah dan masyarakat serta memperkuat komunikasi sosial, menjaga dan mengendalikan stabilitas keamanan daerah, berhubung wilayah tanah Papua memiliki persoalan keamanan yang kompleks.
Dalam hal ini, penjabat gubernur membangun kolaborasi dan sinergitas dengan TNI-Polri, tokoh agama, tokoh adat, pemuda serta semua elemen (stakeholder) di wilayahnya untuk menjaga suksesnya penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan roda pembangunan.
Keempat, penjabat gubernur harus memberi kesempatan yang cukup bagi OAP untuk berkontribusi dalam aktivitas ekonomi ketika berhadapan dengan non OAP serta mampu menjaga keseimbangan terjadinya pergeseran sumber penghidupan OAP akibat maraknya alihfungsi lahan. Selain itu, perlunya gebrakan dari penjabat gubernur untuk menciptakan peluang investasi yang belum dimanfaatkan secara optimal.
“Tak ketingggalan, harus mampu menciptakan peluang OAP untuk mengakses pekerjaan formal di sektor pariwisata (hotel dan restoran), jasa keuangan dan perbankan persyarakatan administrasi dan kualifikasi pelamar yang cenderung tinggi menyebabkan OAP sulit berkompetisi dengan non OAP untuk menjadi pegawai pada sektor tersebut. Sebab tujuan dari hadirnya DOB ini adalah menjadikan OAP sebagai tuan di negeri sendiri. Kita harus belajar dari 20 tahun implementasi otsus yang belum menjawabi kerinduan OAP ini,” tegasnya. (Gusty Masan Raya, Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)