Oleh Novilus Uropmabin
Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Jayapura, Papua
DALAM tulisan ini, akan diuraikan konsep pemikiran filsuf Gabriel Marcel mengenai filsafat konkret, La Philosophie concre’te. Marcel berpendapat bahwa seorang filsuf tidak bisa mengatakan apa-apa tentang sesuatu jika ia berdiri sebagai penonton yang tak terlibat dengan sesuatu itu (situasi konkret).
Atau dengan kata lain seorang filsuf harus berani berhenti menjadi penonton atau pengamat realitas yang tak terlibat dengan realitas itu sendiri. Pemikiran ini mau menunjukkan bahwa seorang filsuf memiliki konsekuensi logis atas setiap pilihan untuk menceburkan diri ke dalam kenyataan kehidupan konkret.
Tentu hal ini ingin menjawab apa yang dikatakan oleh Santo Agustinus mengenai kebenaran bahwa ‘untuk mengenal kebenaran, orang sudah harus berada di dalam kebenaran itu sendiri’.
Demikian pun eksistensi manusia bahwa manusia ada maka ada situasi atau ada situasi maka ada manusia, karena manusia ada dalam situasi maka untuk mencapai eksistensinya sebagai manusia harus berada atau hadir dalam situasi itu.
Karena itu, bagi Marcel, untuk merefleksikan keberadaan manusia dalam ranah filsafat mesti berangkat dari kehidupan konkret demi menunjukkan orisinalitas keberadaan manusia bukan mulai atau berangkat dari sikap yang menyangsikan segala sesuatu misalnya cogito-nya Descartes melainkan harus bertitik tolak dari apa yang disebutnya sebagai situasi konkret, La Philosophie concre’te.
Maka pertanyaan mendasar untuk menggali konsep Gabriel Marcel mengenai filsafat konkret adalah apa situasi konkret bagi manusia? Bagaimana manusia ada dalam situasi? Apa makna situasi konkret bagi manusia?
Sosok dan karya
Gabrel Marcel adalah seorang pemikir murni berkebangsan Francis. Sebagai filsuf, Marcel berhasil membangun suatu sistem pemikiran filosofis dan mengolahnya menurut gaya serta caranya sendiri. Maka tak mengherankan dalam sejarah filsafat, Marcel dikenal sebagai filsuf terkemuka yang memiliki pemikiran kreatif dan segar.
Marcel lahir di Paris pada 7 Desember 1889 sebagai anak tunggal dari sebuah keluarga yang sudah acuh tak acuh terhadap agama Katolik. Sebagai anak satu-satunya dalam keluarga, Marcel mengatakan, ‘bagiku, menjadi anak tunggal sungguh-sungguh merupakan satu cobaan yang menyengsarakan’.
Ibunya meninggal pada 15 Desember 1893 ketika Marcel masih berumur empat tahun. Kemudian ayahnya, Henry Marcel, menikahi Aline, adik istrinya. Marcel menyelesaikan pendidikan menengahnya di Lycée Carnot tahun 1905-1906. Selama masa itulah, minatnya pada filsafat mulai tumbuh. Ia melanjutkan studi filsafat di universitas Sorbonne, Paris.
Setelah lulus licence de Philosophie (ujian mata kuliah filsafat), pada Oktober 1907, ia memperoleh agregation de Philosophie (hak dan izin mengajar filsafat di sekolah menengah) pada tahun 1910 ketika ia berusia 20 tahun. Marcel meninggal 8 oktober 1973.
Sebagai filsuf, Marcel mempunyai banyak niat yang bermacam-macam, di antarnya musik, drama, dan kemanusiaan. Karya-karya Marcel kebanyakan merupakan catatan-catatan harian atau kumpulan ceramah dan artikel. Journal Metaphysique (1927) adalah buku perdana.
Karya lainnya, Perumusan dan Pendekatan-Pendekatan Konkret Terhadap Misteri Ontologis (1932), Ada dan Mempunyai (1935), Dari Penolakan Kepada Panggilan (1940), Misteri Ada (1951), Manusia Melawan Kemanusiaan (1951), Manusia Sebagai Problem (1955), Kehadiran dan Kebakaan (1959), Martabat Manusia (1964), dan Damai di Bumi (1965).
Di tengah-tengah puncak karirnya sebagai seorang filsuf, Marcel sering diundang ke luar negeri untuk memberikan ceramah filsafat. Bahkan ia pernah menghadiri Sidang Dewan Unesco di Lebanon serta hadir saat berlangsung Kongres Filsafat Internasional di Roma tahun 1946 dan di Peru tahun 1951.
Filsafat konkret
Dalam kehidupan masa muda, Gabriel Marcel sangat tertarik dengan idealisme Jerman khususnya Hegel. Namun, ia merasa tidak cocok dengan pemikiran Hegel karena dari aku Absolut tidak dapat menarik aku yang konkret.
Karena itu, ia berusaha mendaratkan manusia yang sedang dalam kondisi terapung-apung dalam alam semesta yang kosong. Semesta yang terbelenggu oleh keharusan moral dan tanpa harapan yang sedang mencari eksistensinya.
Maka Marcel mensistematiskan pemikirannya mengenai filsafat konkret dapat dirumuskan. Ia mengatakan, nasib manusia adalah “berada di dalam situasi” atau dengan kata lain eksistensi manusia pada dasarnya adalah berada di dunia konkret.
Pernyataan di atas diuraikan oleh Mathias Hariyadi yang menyebut bahwa orang atau manusia hadir dan terlibat dengan situasinya sendiri. Sehingga pada gilirannya kesadaran akan dirinya akan menjelma dalam situasi konkret.
Hariyadi menyimpulkan seluruh pemikiran Marcel bahwa usaha kita sebagai manusia adalah situasi memanggil semua makhluk untuk hadir dalam situasi dan mencintai makhluk serta situasi.
Karena sebagai seorang manusia yang berada bukanlah berupa untaian kata yang merupakan buah intelektualitas dari sekadar akal budi dan berpikir secara dingin serta objektif.
Namun, lebih dari itu merupakan keterbatasan dirinya sendiri yang dengan bebas merangkul realitas untuk mencintai kebenaran dan eksistensinya serta menunjukkan diri bahwa aku ada karena ada situasi (Membangun Hubungan Antarpribadi Berdasarkan Prinsip Partisipasi, Persekutuan, dan Cinta Menurut Gabriel Marcel, 1994).
Oleh karena itu, rangkuman pemikiran Gabriel Marcel dalam konsepnya mengenai filosofis konkret ialah orang harus menceburkan diri di dalam situasi konkret dan mencintai dengan kesadaran penuh sebagai aku ada di dalam situasi maka aku ada.
Dengan demikian kita menemukan siapa diri kita secara holistik dan hadir serta terlibat dengan keberadaannya sendiri dan dengan orang lain demi kebenaran, maka sampailah kita pada konsep manusia adalah ada di dalam situasi.
Bagi Marcel, menjadi manusia yang benar-benar ada adalah ada dalam situasi karena eksistensi manusia ditandai dengan ciri khas keterbukaan untuk mau membuka diri terhadap yang lain dan terlibat dengan orang lain dalam situasi konkret.
Oleh karena itu, Marcel membuka tabir atau cakrawala berpikir manusia untuk merefleksikan keberadaan dirinya, makna hidup serta keterlibatan manusia sebagai warga dunia untuk menata kembali serta hadir bersama yang lain untuk bertanggung jawab atas keberadaan orang lain demi mewujudkan persekutuan dan persatuan di dalam kehidupan konkret.
Makna filsafat
Filsafat tidak selalu mulai atau berangkat dari sikap menyangsikan segala sesuatu dan timbul juga dari rasa kagum atau heran. Situasi konkret juga sangat berperan penting serta menjadi sebuah lapangan kerja dalam merefleksikan secara filosofis.
Dalam sejarah filsafat para filsuf dengan cara dan gaya mereka masing-masing untuk berfilsafat. Descartes, misalnya, menyatakan, aku berpikir maka aku ada. Maka situasi konkret kehidupan kita saat ini, kini dan di sini juga menjadi titik tolak atau prinsip yang dapat mendukung kita dalam penyelidikan filosofis untuk menemukan kesejatian dan makna kehidupan kita.
Artinya, filsafat tidak pernah terlepas dari aneka pengalaman konkret manusia. Mengapa? Eksistensi manusia pada dasarnya adalah berada di dunia dengan berbagai pengalaman hidup yang khas sehingga pengalaman hidup itu menjadi lapangan kerjanya filsafat untuk merefleksikan secara filosofis demi menemukan kehidupan yang bermakna serta bernilai.
Maka, bila kita memahami lebih lanjut mengenai konsep filsafat konkret ala Gabriel Marcel dalam konteks kehidupan kita merujuk pada tuntutan kehadiran dan keterlibatan dengan keberadaan kita sendiri dan orang lain demi mencapai kepenuhan hidup yang berorientasi pada persekutan dan kesatuan atau partisipasi kita terhadap situasi konkret yang sedang terjadi dan ikut bertangunggjawab atas situasi konkret tersebut.
Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi manusia yang bermakna berarti ada di dalam situasi karena pada dasarnya eksistensi manusia selalu ditandai dengan ciri keterbukan terhadap situasi yang ada. Dengan mau membuka diri terhadap yang lain dan terlibat dengan orang, kita bisa menjadi manusia yang sungguh-sungguh.
Maka dari itu, eksistensi kita selalu berada bersama dengan yang lain, karena itu situasi konkret menuntut kita berpartisipasi di dalamnya. Sebab kehadiran dan partisipasi merupakan kunci pokok bagi kita untuk terlibat dengan dunia agar dapat menemukan makna kehidupan.
Filsafat yang dikembangkan Marcel ini mau menunjukkan bahwa lapangan refleksi filosofis bukan sekadar pemikiran yang sistematik melainkan mau terjun ke dalam pengalaman yang dihayati dan dihidupi manusia agar aktif serta partisipatif untuk membangun dunia yang bernilai filosofis dengan sesama melalui situasi konkret yang ada.
Sebab pada dasarnya pengalaman manusia adalah intersubjektivitas, maka sikap yang dituntut daripadanya terhadap pengalaman fundamental itu adalah sikap partisipatif di dalam situasi konkret.
Artinya kita harus memandang setiap pengalaman yang ada bukan sebagai masalah, melainkan justru mendekatkan pada misteri dengan sikap kekaguman dan keheranan untuk merefleksikan serta memaknai itu menjadi sebuah peristiwa yang kaya makna.
Dengan kata lain, kita harus memandang setiap situasi konkret yang ada secara filosofis untuk memaknai sebagai pengalaman bernilai untuk dihidupi.
Maka eksistensi manusia yang ada di dalam situasi sesungguhnya merupakan satu kenyataan yang harus dipertanggungjawabkan sebagai co-existene dimana manusia bisa terlibat dan memberikan diri sepenuhnya bahwa aku ada maka ada situasi.
Lebih dari itu, eksistensi manusia selalu bersifat terbuka sehingga membawa manusia pada kesadaran akan kehadiran ada yang mutlak dan yang transenden untuk ikut terlibat serta berpartisipasi memaknai hidup yang bermakna dan bernilai dalam aneka situasi konkret sulit sekalipun.