KUPANG, ODIYAIWUU.com — Yayasan Barakat mengambil langkah historis dengan menyerahkan secara resmi naskah akademik untuk Rancangan Peraturan Daerah (Perda) inisiatif tentang Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya di Provinsi NTT kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur di Gedung DPRD NTT, Senin (4/8).
Langkah strategis Yayasan Barakat tersebut bertujuan untuk mitigasi perubahan iklim dan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal (local wisdom). Penyerahan naskah akademik itu menandai puncak dari kerja intelektual dan kolaboratif untuk memberikan payung hukum bagi praktik-praktik konservasi adat yang telah terbukti menjaga kelestarian laut dan pesisir di NTT.
Naskah akademik setebal 102 halaman tersebut diserahkan langsung Ketua Yayasan Barakat Benediktus Pureklolong kepada Ketua DPRD NTT Emilia Julia Nomleni dan Ketua Komisi II DPRD Leonardus Lelo, SIP, M.Si. Proses ini didahului oleh konsultasi intensif dengan Tim Ahli DPRD untuk memastikan usulan ini selaras dengan kerangka legislasi yang ada.
Naskah akademik disusun akademisi Prof Dr Yoseph Yapi Taum, M.Hum dan diperkaya melalui diskusi mendalam dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), termasuk World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia dan yayasan lainnya pada Minggu (3/8).
Yapi Taum selaku perumus utama menegaskan, Perda ini memiliki dua urgensi pokok yang sangat relevan dengan tantangan global saat ini. Pertama, muro dan kearifan lokal sejenis di seluruh NTT telah memberikan kontribusi signifikan dalam menjaga ekosistem blue carbon.
“Melalui larangan adat, masyarakat secara turun-temurun melindungi hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Ini adalah aksi mitigasi nyata terhadap dampak perubahan iklim dan pemanasan global yang semakin radikal,” ujar Yapi, Guru Besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dari Kupang, kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, Senin (4/8).
Kedua, Perda tersebut adalah jawaban untuk ketahanan pangan. Yapi menyebut, perubahan iklim telah menciptakan ketidakpastian pangan global. Pola hujan yang tidak teratur dan suhu yang meningkat mengganggu produksi pertanian.
“Praktik muro telah membantu melindungi ikan dan biota laut lainnya, memberikan mereka waktu untuk berkembang biak. Ini secara langsung berpengaruh pada ketersediaan pangan dan gizi bagi masyarakat pesisir,” kata Yapi lebih lanjut.
Ketua Yayasan Barakat Benediktus Pureklolong berharap agar nama Perda yang diusulkan dapat dipertahankan. Menurutnya, penggunaan istilah muro memiliki alasan strategis dan filosofis.
“NTT tidak memiliki satu kesatuan linguistik, tetapi istilah muro dari Lembata dapat menjadi maskot, branding, dan pintu masuk untuk mengangkat kearifan-kearifan lokal lainnya dari seluruh penjuru Flobamora. Sebagaimana Maluku memiliki sasi sebagai ikonnya, kami yakin muro dapat dipelajari dan dipahami sebagai representasi semangat konservasi adat masyarakat NTT,” ujar Benediktus.
Benediktus menambahkan, Perda ini adalah perda inisiatif yang lahir dari keberhasilan Yayasan Barakat merevitalisasi tradisi muro di Lembata. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika Perda ini dinamakan Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya di Provinsi NTT sebagai bentuk penghargaan terhadap inisiatornya.
Leo dalam kesempatan tersebut menyambut baik usulan tersebut dengan optimis. Naskah akademik itu adalah inisiatif yang luar biasa dari masyarakat sipil. Karena itu, Komisi II DPRD NTT menyambut baik dan akan bekerja keras untuk mengawal naskah akademik ini. “Kami sangat optimis usulan ini dapat ditetapkan menjadi Perda pada tahun ini juga,” ujar Leo, politisi Partai Demokrat.
Setelah menyerahkan naskah akademik tersebut diharapkan proses legislasi dapat segera berjalan untuk melahirkan sebuah payung hukum yang melindungi warisan ekologis dan budaya NTT, sekaligus memberdayakan masyarakat adat sebagai garda terdepan dalam menjaga masa depan laut dan pangan di Flobamora.
Yayasan Barakat adalah lembaga pengembangan masyarakat yang berbasis di Kabupaten Lembata. Yayasan ini berfokus pada pemberdayaan komunitas lokal, advokasi kebijakan serta revitalisasi kearifan lokal untuk pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan. (*)