![]()
DENPASAR, ODIYAIWUU.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia H. Sulaemen L Hamzah mempertanyakan respon Menteri Kehutanan Republik Indonesia Raja Juli Antoni ihwal protes masyarakat Papua terkait pembakaran mahkota Cenderawasih di Jayapura beberapa waktu lalu.
Pertanyaan Sulaeman Hamzah, anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Selatan, diutarakan kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antono saat berlangsung Kunjungan Kerja Reses Anggota Komisi IV DPR RI di Denpasar, Bali.
“Mahkota Cenderawasih memiliki makna penting. Salah satunya, selama ini kerap digunakan sebagai mahkota bagi pejabat yang datang,” ujar anggota Komisi IV DPR Sulaeman Hamzah di Denpasar, Bali, Senin (27/10).
Sulaeman Hamzah, anggota Fraksi NasDem DPR, mengingatkan pemerintah bahwa pemusnahan barang (mahkota Cenderawasih) yang disita itu ternyata menimbulkan reaksi keras dari berbagai daerah.
Reaksi keras masyarakat Papua atas aksi pembakaran mahkota Cenderawasih di Jayapura, katanya, pertama kali terjadi di Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.
Kemudian, reaks keras juga muncul di beberapa kabupaten lain bahkan saat ini masih ada juga demo terkait di Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura.
“Pak Menteri saya minta untuk bisa membuat keterangan untuk meredakan reaksi masyarakat,” kata Sulaeman Hamzah lebih lanjut.
Menteri Raja Juli Antoni dalam kesempatan tersebut meminta maaf kepada seluruh masyarakat Papua ihwal pembakaran Cenderawasih opset dan mahkota burung Cenderawasih yang dilakukan Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua.
Raja Juli mengatakan, pihaknya akan mengumpulkan seluruh BKSDA imbas kejadian ini. Permintaan maaf Raja Juli Antoni disampaikan saat kunjungan kerja reses Komisi IV DPR RI di Denpasar, Bali. Pihaknya akan mengumpulkan secara daring semua BKSDA agar kejadian serupa tidak terulang.
“Atas nama Kementerian Kehutanan, saya mohon maaf agar apa yang terjadi ini menjadi catatan dan saya rencana hari ini akan mengumpulkan secara zoom (daring) seluruh BKSDA untuk menginventarisasi lagi apa yang di masyarakat itu dianggap tabu atau sakral sehingga ketika ada penegakan hukum tidak melanggar hal semacam ini,” kata Raja Juli mengutip bali.antaranews.com di Denpasar, Bali, Senin (27/10).
Raja Juli mengatakan, sejatinya pemusnahan barang bukti berupa opset dan mahkota Cenderawasih dalam proses penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar dilindungi bukanlah hal yang salah.
Menurut Raja Juli, secara hukum tindakan tersebut benar. Kendati demikian, lanjutnya, jika memperhatikan kearifan lokal, tindakan itu mengakibatkan ketersinggungan masyarakat Papua. Ia telah mengutus eselon satunya untuk turun langsung ke tanah Papua berdialog dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan mahasiswa.
“Jadi agar hal ini tidak terjadi di Papua, juga di Bali, dan sebagainya. Saya akan mengumpulkan semua kepala balai secara daring untuk menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal, tabu, istilah-istilah lokal yang mengarahkan untuk kita berhati-hati,” katanya.
Raja Juli menekankan saat ini yang lebih penting adalah tantangan pertumbuhan liar endemik cenderawasih. Dia meminta masyarakat Papua menjaga kekayaan itu.
“Tantangan kita di Burung Cenderawasih memang pertumbuhan liarnya yang luar biasa sekarang. Burung ini banyak jenisnya dan tidak semua berhasil di penangkaran, banyak sekali tantangannya, lebih pemalu, suhu udara tertentu, gelapnya juga tertentu,” ujar Raja Juli. (*)










