Perhatian PT Freeport Indonesia dan Pemda Kepada Anak Putus Sekolah di Mimika Masih Minim

Melkianus Kamoropo saat menerima satu unit mesin jahit dari Ketua Yayasan Pengembangan Talenta Papua (YPTP) Pastor Didimus Kosi, OFM di Timika, kota Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Senin (25/8). Foto: Istimewa

Loading

TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Ketua Yayasan Pengembangan Talenta Papua (YPTP) Pastor Didimus Kosi, OFM, Senin (25/8) menyerahkan bantuan satu unit mesin jahit sofa kepada Melkianus Kamoroko, anak muda putra asli Mimika di Timika, kota Kabupaten  Mimika, Provinsi Papua Tengah.

Pastor Didimus, imam Katolik dari Ordo Saudara Hina atau Ordo Fratrum Minorum (OFM), menyerahkan mesin jahit fofa kepada Melkianus, seorang anak muda yatim piatu Mimika, untuk mengembangkan usaha sofa yang tengah dirintisnya. Sejak ayah dan ibunya meninggal, ia mengikuti kursus yang dikelola YPTP agar kelak bisa mandiri.

“Melkianus ini salah seorang anak binaan kami di yayasan. Beliau salah satu dari kurang lebih 265 orang muda putus sekolah yang kami bina. Kami berdoa dan berharap agar mesin jahit sofa ini dapat membantu Melkianus dalam mengembangkan usahanya sehingga menambah ekonomi saudara dan saudarinya,” ujar Pastor Didimus dari Timika, Papua Tengah, Senin (25/8).

Menurut Didimus, kurang lebih 265 orang anak muda Papua terutama dari suku Amungme dan Kamoro serta suku-suku kekerabatan lainnya seperti Melkianus Kamoropo sudah dibina Yayasan Pengembangan Talenta Papua (YPTP) sejak berdiri atau diluncurkan (launching) tahun 2021. 

“Potensi anak-anak asli Papua putus sekolah yang tinggal di Papua Tengah, kami kembangkan melalui yayasan agar kelak mereka menjadi pribadi yang terampil dalam bidang pelatihan sehingga mandiri di atas tanah leluhurnya. Melkianus adalah salah satu anak muda yang berhasil kami bina di yayasan,” kata Didimus, imam Fransiskan putra asli Papua.

Selain Melkianus, Didimus mengatakan, ada sejumlah anak muda yang lulus dari pelatihan di bawah yayasan sudah bekerja mengembangkan keterampilannya. Ada juga yang melanjutkan SMA bahkan kuliah di berbagai perguruan tinggi di Papua maupun di luar Papua. 

Misalnya, Antonius Kamuraki dan Anton Muhuruwau yang sedang kuliah di Malang, Jawa Timur, Lukas Mapareyau, kuliah di Manado, Sulawesi Utara, Thomas Kuefe yang sedang kuliah di Waghete, Kabupaten Deiyai, Eduardus Muruhuwau, kini bekerja di bengkel, Hengki Kapirapo di Kaugapu, Oni Simaro dan seorang lain yang kerja di bandara yaitu Kimo Kossay, dan lain-lain.

“Bantuan mesin jahit sofa ini kami bantu agar Mekianus bisa mengembangkan usaha menjahit kursi dan sofa. Putra asli Papua binaan yayasan ini sudah ditinggal kedua orang tua yang meninggal sejak Melkianus dan saudara serta saudarinya masih kecil. Kami juga berdoa dan berharap agar usaha menjahit ini berhasil demi menghidupi ekonomi bersama saudara-saudari mereka,” ujar Didimus.

Didimus juga mengatakan, selama ini perhatian PT Freeport Indonesia melalui dana dua persen untuk orang asli Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Tengah maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika melalui dinas terkait kepada anak-anak muda putra asli Papua yang mengikuti program pendidikan dan pelatihan di YPTP masih minim. 

“Sukses anak-anak asli Papua setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan di YPTP menjadi contoh yang baik bagi generasi muda Mimika dan Papua Tengah lainnya dari keluarga kurang mampu bagaimana agar kelak mereka lebih berkembang dan mandiri. Kami berharap agar PT Freeport Indonesia dan Pemda Papua Tengah dan Mimika membantu yayasan membangun tempat kursus yang memadai bagi anak-anak asli Papua,” kata Didimus.

Menurut Pastor Didimus, perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika kepada anak-anak orang asli Papua masih berfokus pada pendidikan formal. Sedangkan perhatian kepada mereka yang mengembangkan diri di sektor non formal masih kurang. Gedung pendidikan dan pelatihan keterampilan juga belum tersedia. 

“Kami dari YPTP berencana membangun tempat pelatihan dan sekolah berpola asrama supaya mereka dibina dengan baik. YPMAK yang saat ini sedang mengelola dana dua persen dari Freeport Indonesia perlu juga membuka diri kepada anak-anak anak asli Mimika dan Papua lain. YPMAK perlu memberi dukungan kepada yayasan agar menyediakan gedung khusus lengkap dengan asrama untuk pelatihan anak-anak asli Papua. Yayasan perlu dibantu melalui dana dua persen Freeport Indonesia agar anak-anak memiliki gedung sekaligus asrama memadai,” ujar Didimus.

Sementara itu Melkianus Kamoropo mengaku sejak mengikuti pendidikan dan pelatihan di YPTP ia menggeluti usaha membuat sofa karena merasa sangat mudah tetapi harga jualnya sangat mahal. Pihaknya merasa bangga karena menjadi anak didik pertama YPTP yang dibina di yayasan itu.

“Saya angkatan pertama bersama teman-teman lain sejak yayasan menyelenggarakan kursus pelatihan. Setelah selesai kursus berusaha untuk mengembangkan ilmu dan pengalaman membuat atau menjahit kursi sofa. Selain mudah dikerjakan harga jualnya juga sangat menjanjikan,” ujar Melkianus, yang mengaku ayah dan ibunya sudah meninggal sejak ia masih kecil.

Melkianus juga menyampaikan terima kasih kepada pihak YPTP melalui Pastor Didimus yang memberikannya satu unit mesin jahit sofa agar ia dapat mengembankan usahanya guna menopang ekonomi saudara-saudarinya. Melkianus merasa terharu atas perhatian yayasan kepada para lulusan YPTP baik yang sedang melanjutkan usahanya maupun anak-anak muda lainnya yang melanjutkan SMA atau kuliah. 

“Saya merasa terharu dan bangga karena Pastor Didimus bersama pihak YPTP masih memberi perhatian kepada kami para alumni yayasan untuk mengembangkan ilmu dan keterampilan yang kami peroleh selama berada di bawah asuhan yayasan. Hari ini saya mendapat satu unit mesin jahit sofa sehingga membantu saya mengembangkan usaha menjahit sofa. Semoga jasa baik Pastor Didimus dan para pengurus yayasan diberkati Tuhan,” kata Melkianus. (*)