JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Majelis hakim menjatuhkan vonis delapan tahun penjara terhadap mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (19/10).
Pasca sidang tersebut, Lukas Enembe, mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Provinsi Papua, mengaku vonis 8 tahun terhadap dirinya tidak adil dan berkukuh tidak pernah korupsi bahkan terima suap. Enembe juga menolak putusan itu.
“Setelah divonis 8 tahun, Pak Lukas hanya dapat berkata pelan di kursi roda. ‘Putusan itu tidak adil. Saya tidak pernah korupsi dan tidak pernah terima suap. Saya tolak putusan tersebut’. Pak Lukas menolak putusan tersebut,” ujar Enembe sebagaimana disampaikan kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Rabu (19/10).
Sedangkan, terkait dengan putusan tersebut, kuasa hukum Enembe lainnya, Otto Cornelis Kaligis mengatakan, pertimbangan hakim yang menyatakan Enembe menerima suap dari pengusaha Pitun Enumbi itu tidak benar.
“Di persidangan tidak ada saksi yang menerangkan bahwa Pak Lukas menerima uang dari Pitun. Hakim hanya mengambil dari keterangan saksi di berita acara pemeriksaan. Kami punya rekaman persidangan, di mana tidak ada seorang saksi pun yang menjelaskan penerimaan uang dari Pitun,” ujar Kaligis didampingi Antonius Eko Nugroho, Cosmas Refra, dan Sapar Sujud.
Bala Pattyona menambahkan, keterangan saksi yang menjelaskan penerimaan uang dari Pitun itu penting, karena yang dipertimbangkan di persidangan itu keterangan saksi di muka sidang, bukan keterangan saksi di berita acara pemeriksaan atau BAP.
“Selama persidangan, Pitun itu tidak pernah dihadirkan di muka persidangan karena sedang sakit,” lanjut Bala Pattyona didampingi Cyprus A Tatali, kuasa hukum Enembe lainnya.
Bala Pattyona juga angkat bicara tentang pertimbangan hakim bahwa Enembe menerima uang satu miliar sembilan ratus juta rupiah dari pengusaha Budi Sultan.
“Di persidangan, Budi Sultan menyatakan, dia dihubungi Sherly Susan yang akan pinjam duit satu miliar rupiah, dan memang dikirim Budi Sultan melalui Putri Sultan. Terus di mana hubungan dengan Pak Lukas. Putusan hakim itu putusan zholim,” kata Bala Pattyona.
Menurutnya, yang benar dari putusan hakim (Rabu, 19/10) hari ini adalah tentang kepemilikan Hotel Angkasa yang dinyatakan hakim itu milik Rijatono Lakka, pengusaha, dan bukan milik Enembe karena selama ini KPK menuduh dan selalu nenyiarkan bahwa Hotel Angkasa itu milik Enembe.
“Yang senada dengan pembelaan kami adalah tentang Hotel Angkasa. Itu benar punya Rijatono berdasarkan bukti sertifikat hak miliknya. Apalagi Rijatono membeli tanah dari anaknya Gubernur Isak Hindom tahun 1999. Sedang Pak Lukas menjadi Gubernur Papua tahun 2013,” kata Bala Pattyona.
Sedangkan kuasa hukum Enembe lainnya, Antonius Eko Nugroho mengatakan, seharusnya hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan Enembe, kliennya, yang menderita ginjal kronis, stroke empat kali, dan jantung.
Dalam amar putusan hakim menyatakan Enembe dihukum 8 tahun, membayar uang pengganti 19 miliar dan denda 500 juta. Enembe juga dicabut hak politiknya untuk menduduki jabatan pemerintahan selama 5 tahun setelah menjalani pidana.
Atas putusan tersebut, kata Eko, Enembe, kepala suku besar Papua, langsung menyatakan menolak sementara jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)