Menanti Hadirnya Ijazah Jokowi di Pengadilan

Menanti Hadirnya Ijazah Jokowi di Pengadilan. Gambar ilustrasi: Odiyaiwuu.com

KASUS dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kini memasuki babak hukum yang tak bisa lagi dihindari. Polda Metro Jaya pada Jumat, 7 November 2025, telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara penyebaran tuduhan ijazah palsu Jokowi. Para tersangka kini menunggu proses peradilan untuk membuktikan dalil yang selama ini menggema di ruang publik. Menariknya, sebagian dari mereka justru menyambut positif langkah hukum ini—karena persidangan menjadi ruang resmi untuk menguji keaslian ijazah Presiden Jokowi di depan hukum dan rakyat.

Pernyataan Jokowi beberapa waktu lalu kini kembali disorot. Pada 16 April 2025, ia dengan tegas berkata, “Jika pengadilan yang meminta, saya siap datang dan menunjukkan ijazah asli yang ada.” Kalimat itu adalah janji moral seorang kepala negara. Kini, ketika proses hukum benar-benar berjalan, saatnya janji itu diuji: akankah Jokowi hadir dan membuktikan kata-katanya sendiri?

Persidangan mendatang bukan sekadar ajang mengadili delapan tersangka, tetapi forum resmi negara untuk menguji kebenaran. Karena itu, hakim memiliki tanggung jawab moral dan yuridis untuk memerintahkan Presiden Jokowi hadir membawa ijazah aslinya, atau memerintahkan kejaksaan menghadirkannya sebagai alat bukti autentik di pengadilan.Hanya dengan cara itu, publik bisa menyaksikan langsung bahwa pernyataan “siap menunjukkan ijazah di pengadilan” bukan sekadar retorika politik tanpa pembuktian.

Jika pengadilan membiarkan proses ini berjalan tanpa menghadirkan dokumen yang menjadi inti perkara, maka persidangan kehilangan makna. Hakim tidak boleh membiarkan kebenaran bersembunyi di balik prosedur. Ijazah asli harus benar-benar hadir—dibawa langsung oleh Jokowi atau dihadirkan secara resmi oleh penuntut umum. Sebab di balik selembar kertas itu, tersimpan kredibilitas seorang mantan presiden dan integritas hukum negara.

Inilah saat bagi Presiden ke-7 Republik Indonesia menepati kata-katanya. Kehadirannya membawa dokumen asli akan menjadi bukti bahwa ia menjunjung tinggi supremasi hukum dan menghormati rakyat yang mempercayainya selama satu dekade. Sebaliknya, bila ia memilih diam, bersembunyi di balik mekanisme lembaga, maka pernyataan “saya siap jika diminta” akan tinggal sebagai kalimat kosong tanpa makna.

Kita tidak sedang menyoal lembar ijazah tiga dekade silam, tetapi kejujuran seorang pemimpin dan kredibilitas negara hukum. Rakyat hanya menuntut kejelasan yang lahir dari keberanian. Jika Jokowi benar, buktikan di depan hakim. Jika tidak, diamnya akan menjadi pengakuan paling sunyi atas hilangnya kepercayaan publik.

Kini tanggung jawab itu berada di tiga pihak: hakim yang memerintahkan, jaksa yang menghadirkan, dan Jokowi yang membuktikan. Karena keadilan tak lahir dari kata-kata, melainkan dari keberanian menepati janji di hadapan hukum dan rakyat. (Editor)