OPINI  

Membangun Indonesia Mulai dari Papua

Paskalis Kossay, Mantan Anggota Komisi Intelijen DPR RI dan Tokoh Politik Papua. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Paskalis Kossay

Mantan Anggota Komisi Intelijen DPR RI

PRESIDEN Republik Indonesia ke-7 Ir H. Joko Widodo pernah mengatakan, membangun Indonesia raya mulai dari pinggiran. Selama dua periode memimpin Indonesia, Jokowi belum banyak berbuat sesuai pernyataannya. Jokowi baru berani memindahkan kedudukan ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Itupun belum tuntas, bahkan terkesan akan terbengkalai.

Dalam pemerintahan dua periode Presiden Jokowi, hanya lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur dasar, jalan, jembatan, pelabuhan laut dan udara dengan skema proyek strategis nasional di daerah. Namun, dampaknya cukup merugikan hak dasar masyarakat adat di daerah. Demi pengembangan proyek strategis nasional, hak hidup dan hak ulayat masyarakat adat terpaksa harus dikorbankan.

Faktanya, konsep membangun Indonesia dari pinggiran tersebut belum banyak diwujudnyatakan. Justru sebaliknya, konsentrasi pembangunan ekonomi, infrastruktur dasar dan pengembangan prasarana bisnis masih terpusat di Pulau Jawa. Sehingga beban pembangunan di Jawa semakin meningkat. Hal ini bisa menimbulkan dua konsekuensi sekaligus. Di satu sisi kemajuan pembangunan di Jawa semakin meningkat, tetapi di sisi lain luasan lahan Pulau Jawa semakin dipersempit oleh pertumbuhan pembangunan.

Nasib Papua di Tangan Prabowo

Dalam pemerintahan Presiden Prabowo, belum terlihat arah dan orientasi pembangunan nasionalnya. Sepertinya Presiden Prabowo masih meneruskan arah pembangunan nasional seperti kebijakan presiden pendahulu, Jokowi. Arah dan strategi pembangunan nasional Presiden Prabowo terkonsentrasi atau terpusat di Pulau Jawa.

Bagaimana dengan nasib Papua? Dalam perspektif konsep membangun Indonesia dari pinggiran, Papua berada dalam bilangan pinggiran wilayah Indonesia. Mestinya, konsekuensi dari sebuah pernyataan moral, Pemerintahan Presiden Prabowo harus konsisten menjadikan Papua sebagai tolok ukur untuk konsep membangun Indonesia dari pinggiran.

Papua sudah memiliki status otonomi khusus (otsus), dimana sudah berjalan selama hampir 25 tahun. Selama itu pula arah dan kebijakan pembangunan Papua masih berjalan morat marit. Masih belum stabil dengan konsep dan arah yang jelas. Padahal konsep dan arah kebijakan pembangunan papua sudah termaktub dalam amanat undang-undang otonomi khusus, yaitu prioritas bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur dasar. 

Pelaksanaan keempat bidang prioritas pembangunan Papua tersebut ditunjang dengan dana otonomi khusus yang besarnya 2,25 persen dari dana alokasi umum (DAU) nasional. Namun dalam pelaksanaan pembangunan di daerah keempat bidang yang merupakan prioritas pembangunan dalam rangka pelaksanaan otsus itu menemui masalah serius. 

Rata-rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua masih di bawah peringkat nasional. Ini fakta bahwa arah dan kebijakan pembangunan di Papua tidak berjalan sesuai amanat Undang-Undang tentang Otonomi Khusus. Jika demikian, muncul pertanyaan siapa yang salah di sini. Apakah kesalahan Undang-Undang Otsus Papua atau kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah. Sepertinya kesalahan ada pada pemerintah sebagai pelaksana dari sebuah undang-undang (Otsus). 

Pemerintah tidak konsisten mengimplementasikan seluruh amanat Undang-Undang Otsus, termasuk keempat bidang yang menjadi prioritas program otonomi khusus. Semua kebijakan menjadi bias, tidak terarah, dan terkendali pada sasaran amanat otsus. Akibatnya di Papua masih terus mengalami masalah dalam berbagai dimensi, baik sosial budaya, politik, ekonomi, hukum, HAM serta pertahanan keamanan.

Sebenarnya jika pemerintah konsisten melaksanakan amanat otonomi khusus dengan strategi dan arah kebijakan yang tepat sasaran, kompleksitas masalah di Papua tidak pernah akan terjadi. Tetapi ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengimplementasikan amanat otonomi khusus menimbulkan sumber masalah baru dan terus memelihara siklus masalah.

Konsep membangun Indonesia dari pinggiran dijadikan kerangka otonomi khusus sebagai pijakan membangun Indonesia dari Papua, maka permasalahan Papua semakin lama akan tereliminasi. Padahal, tujuan otonomi khusus akan tercapai seiring pesatnya pertumbuhan pembangunan dalam kerangka otonomi khusus. 

Oleh karena itu Pemerintahan Presiden Prabowo dengan Kabinet Merah Putih sebaiknya konsisten melaksanakan amanat otonomi khusus Papua. Menghormati hak-hak dasar masyarakat adat orang asli Papua sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Otonomi Khusus. Jadikan UU Otsus itu sebagai panglima dalam pengambilan keputusan negara terhadap kepentingan Papua.

Menghormati keberadaan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua sebagai produk hukum yang bersifat spesial dengan mengesampingkan pemberlakuan produk hukum yang bersifat umum dan sektoral. Seluruh kebijakan pembangunan di Papua hanya berlandaskan pada Undang-Undang Otonomi Khusus yang bersifat spesial mengikat untuk seluruh keputusan publik yang diberlakukan di Papua. Dengan demikian, konsep membangun Indonesia dari Papua akan terbukti. Semoga.