MARI langsung ke pokok persoalan, tanpa pengantar moral dan tanpa kalimat penghibur: dalam logika kepentingan asing dan geopolitik global, peluang Papua untuk merdeka lebih besar dibandingkan peluang Papua tetap berintegrasi dengan Indonesia. Ini bukan penilaian normatif, ini pembacaan realitas kekuasaan dunia.
Dunia internasional tidak bergerak karena rasa keadilan, tetapi karena kepentingan strategis. Papua memiliki dua hal yang selalu menentukan perhatian global: sumber daya mineral bernilai tinggi dan posisi geopolitik di kawasan Pasifik. Kombinasi ini menjadikan Papua bukan wilayah pinggiran, melainkan simpul penting dalam persaingan global yang semakin tajam, terutama terkait energi, mineral strategis, dan pengaruh kawasan.
Selama Papua dianggap masih bisa dikelola dalam kerangka Indonesia, dunia memilih diam. Tetapi konflik berkepanjangan, biaya keamanan yang tinggi, instabilitas sosial, dan sorotan HAM internasional membuat status quo semakin mahal secara politik. Dalam kalkulasi geopolitik, kondisi seperti ini memicu pertanyaan ulang: apakah konfigurasi politik yang ada masih sejalan dengan kepentingan global jangka panjang?
Di titik inilah wacana Papua merdeka menjadi relevan, bukan karena simpati, tetapi karena fleksibilitas geopolitik. Perubahan status politik membuka ruang penataan ulang hubungan internasional, kerja sama ekonomi, dan arsitektur keamanan kawasan. Dunia lebih mudah menyesuaikan diri dengan skenario baru dibandingkan memaksa perubahan mendasar pada negara besar dengan kepentingan nasional yang kuat seperti Indonesia.
Sebaliknya, mempertahankan Papua dalam kerangka integrasi lama justru semakin tidak menarik secara geopolitik. Konflik yang tidak selesai menciptakan ketidakpastian, sementara pendekatan keamanan berulang memperpanjang masalah tanpa solusi politik yang jelas. Dalam perspektif global, ini bukan hanya isu domestik, tetapi potensi gangguan stabilitas kawasan Pasifik.
Blak-blakan saja: dunia lebih realistis membuka kemungkinan kemerdekaan Papua daripada menunggu Indonesia menyelesaikan persoalan Papua secara struktural dan menyeluruh. Tekanan terhadap Indonesia memiliki batas, karena Indonesia tetap dianggap aktor penting regional. Tetapi membuka opsi politik baru di Papua memberi ruang manuver yang lebih luas bagi kepentingan global.
Namun fokus utama tetap satu: kepentingan asing bukanlah tujuan perjuangan Papua, tetapi faktor yang memperbesar peluang politiknya. Fakta bahwa peluang itu lebih terbuka tidak otomatis berarti berpihak pada rakyat Papua. Dunia hanya akan bergerak sejauh itu menguntungkan mereka. Tidak lebih.
Kesimpulan tegasnya: secara geopolitik dan kepentingan global, Papua berada pada posisi di mana peluang kemerdekaan lebih terbuka dibandingkan mempertahankan integrasi yang terus bermasalah. Ini adalah realitas kekuasaan, bukan propaganda. Pertanyaannya bukan apakah peluang itu ada, tetapi siapa yang mengendalikan arah dan isi perubahan tersebut. Jika orang Papua tidak menjadi subjek utama, maka kepentingan asing akan tetap menjadi penentu—apa pun status politik Papua ke depan. (Editor)










