Hamas Kini Sendirian: Seruan Dunia untuk Menyerah

Hamas Kini Sendirian: Seruan Dunia untuk Menyerah. Gambar Ilustrasi: Odiyaiwuu

Loading

DUNIA tampaknya telah kehilangan kesabaran terhadap Hamas. Dalam Deklarasi New York yang diteken pada 28–30 Juli 2025, sebanyak 22 negara Arab termasuk Arab Saudi, bersama negara-negara besar seperti Prancis, Inggris, Indonesia, dan seluruh Uni Eropa, menyampaikan pesan yang jelas: Hamas harus melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan di Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina.

Ini bukan sekadar tekanan diplomatik. Ini adalah sinyal bahwa Hamas telah ditinggalkan, bahkan oleh negara-negara Arab yang selama ini dikenal sebagai sekutu perjuangan Palestina. Tak ada lagi toleransi terhadap kekuasaan kelompok bersenjata yang dianggap memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.

Deklarasi itu menegaskan bahwa “satu negara, satu pemerintahan, satu hukum, satu senjata” adalah prinsip yang harus ditegakkan. Hamas, yang selama ini menguasai Gaza secara de facto, dianggap sebagai penghalang bagi tercapainya Palestina merdeka dalam kerangka solusi dua negara. Dengan kata lain, jika Hamas tak mundur, Palestina tak akan pernah merdeka.

Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menjadi titik balik. Aksi brutal terhadap warga sipil memancing reaksi keras dari Israel yang merespons dengan agresi militer besar-besaran. Namun kini, serangan balasan Israel telah berlarut menjadi bencana kemanusiaan. Ribuan nyawa melayang, dan Gaza nyaris hancur total. Dunia internasional pun menuding kedua pihak bersalah—Hamas karena serangan brutalnya, Israel karena pengepungan dan pembantaian massal di Gaza.

Namun satu hal yang mencolok dari deklarasi ini adalah bahwa negara-negara Arab tidak lagi hanya menyalahkan Israel. Mereka secara terbuka mengecam Hamas dan menuntut pembubaran kekuasaannya. Ini adalah babak baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan Mesir dan Qatar, yang selama ini menjadi perantara utama, ikut menandatangani dokumen ini.

Indonesia pun tercatat sebagai penandatangan, meski posisinya terlihat janggal. Selama ini Indonesia dikenal sebagai pendukung kuat Palestina, dan sering membela Hamas secara tidak langsung lewat narasi “perlawanan rakyat.” Namun kini, Indonesia justru ikut dalam seruan yang pada dasarnya menuntut Hamas menyerah. Sikap ini mengesankan Indonesia seperti ikut bersorak, tapi tak punya daya mengubah keadaan.

Fakta bahwa 125 negara hadir dalam konferensi ini memperkuat kesan bahwa Hamas tidak punya teman lagi. Dunia sepakat: jika Palestina ingin merdeka, maka Hamas harus menyingkir. Seruan untuk menyerah ini bukan lagi sekadar diplomasi lunak. Ini adalah ultimatum.

Kini jelas, Hamas telah menjadi beban dalam perjuangan Palestina. Kekuasaan mereka di Gaza tak lagi dianggap sah, melainkan penghalang. Dukungan terhadap Otoritas Palestina diperkuat, dan jalur menuju solusi dua negara semakin diarahkan melalui jalan diplomasi, bukan senjata.

Hamas tinggal menghitung hari. Jika mereka bersikeras bertahan, maka harga yang dibayar adalah kehancuran total dan pengkhianatan terhadap masa depan Palestina sendiri. Dunia sudah bicara—dan kali ini, Hamas tidak punya tempat lagi untuk bersembunyi. (Editor)