PANGGUNG politik dan ruang publik kembali dipertontonkan sebuah sandiwara usang yang amat memuakkan. Seorang pejabat yang gemar berkoar-koar anti-korupsi, bahkan melontarkan sesumbar menuntut hukuman mati bagi para koruptor, kini mengenakan rompi oranye, simbol nyata dari kebobrokan moral. Nama Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, menjadi figur tragis dalam skenario ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan. Ironi ini begitu telanjang, menampar wajah kita yang mungkin sempat percaya pada retorika suci pemberantasan korupsi.
Sebelum menikmati kekuasaan dan kemewahan, Noel—panggilan akrabnya—adalah seorang aktivis vokal yang seolah menjadi penjaga moral bangsa. Ia lantang berseru, tapi kini, di hadapan bukti-bukti seperti mobil mewah Nissan GTR dan motor Ducati yang disita, suara itu terasa hampa. Janji-janji manis yang pernah terucap seolah hanyalah bualan kosong untuk menutupi hasrat serakah yang tak terkendali. Ia bukan sosok penyelamat, melainkan contoh sempurna dari hipokrisi yang sudah mengakar.
Kasus ini bukanlah anomali. Ini adalah cerminan dari praktik licik yang seringkali terjadi: menggunakan isu anti-korupsi sebagai alat politik untuk meraih kekuasaan, bukan sebagai landasan moral. Retorika seolah menjadi topeng yang sempurna. Seseorang mengkritik kebobrokan orang lain, bukan karena ia bersih, melainkan karena ia tahu persis celah-celah busuk yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan dirinya sendiri. Dalam narasi ini, semakin lantang seseorang berkoar, semakin besar kemungkinan ia sedang menyembunyikan niat kotornya.
Sudah saatnya kita mengakhiri kenaifan ini. Kepercayaan publik telah terkikis habis, digantikan oleh rasa sinis yang mengakar kuat. Sikap apatis ini sangat berbahaya, sebab ia memadamkan semangat pengawasan publik yang krusial. Ketika kita sudah muak dan menganggap semua orang akan korup pada akhirnya, korupsi akan semakin merajalela tanpa perlawanan. Integritas sejati tidak diukur dari seberapa keras seseorang berseru, tetapi dari seberapa konsisten tindakannya, terutama saat godaan berkuasa menggerogoti. Kita harus berhenti mengagungkan kata-kata dan mulai menuntut bukti nyata dari setiap pejabat yang mengklaim diri bersih. (Editor)