Papua Merdeka dan Pembangunan Papua

Papua Merdeka dan Pembangunan Papua. Gambar ilustrasi: Odiyaiwuu.com

PERDEBATAN tentang Papua hampir selalu terjebak pada satu kekeliruan mendasar: mencampuradukkan antara “Papua merdeka” dan “pembangunan Papua”. Akibatnya, diskusi publik menjadi emosional, penuh kecurigaan, dan gagal memahami persoalan secara jernih. Padahal, kedua hal ini berada pada ranah yang berbeda, memiliki dasar yang berbeda, dan tidak bisa saling menggantikan.

Pertama, “Papua merdeka”—dalam arti mendirikan negara sendiri—adalah “hak rakyat Papua”. Hak ini lahir dari prinsip universal bahwa setiap bangsa atau suatu people memiliki hak untuk menentukan nasib politiknya sendiri. Hak tersebut bersumber dari sejarah, pengalaman kolektif, kesadaran identitas, dan kehendak rakyat itu sendiri. Hak ini tidak bergantung pada pembangunan, tidak dihapus oleh kebijakan, dan tidak gugur hanya karena negara sedang menjalankan program-programnya.

Hak untuk merdeka adalah hak politik paling mendasar. Ia boleh diperjuangkan, boleh diperdebatkan, boleh ditolak, tetapi tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Mengingkari hak tersebut sama artinya dengan menutup mata terhadap realitas historis dan psikologis yang hidup di tengah rakyat Papua. Dalam konteks ini, membicarakan Papua merdeka bukanlah tindakan kriminal secara moral, melainkan ekspresi hak politik yang melekat pada rakyat.

Kedua, “pembangunan Papua” adalah “kewajiban negara Indonesia”. Selama Papua berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia, maka negara memikul tanggung jawab penuh untuk membangun Papua secara adil dan manusiawi. Pembangunan bukan hadiah, bukan bentuk kemurahan hati, dan bukan alat tawar-menawar politik. Ia adalah konsekuensi langsung dari status politik Papua sebagai bagian dari negara.

Negara wajib membangun Papua karena negara hadir, berdaulat, dan mengelola wilayah serta sumber daya di Papua. Infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pelayanan publik adalah kewajiban konstitusional yang tidak boleh dikaitkan dengan apakah rakyat Papua setia, diam, atau menerima keadaan. Pembangunan adalah tugas negara, titik.

Masalah muncul ketika pembangunan diposisikan sebagai pengganti hak politik. Seolah-olah dengan membangun jalan, bandara, dan gedung, maka hak rakyat Papua untuk berbicara tentang kemerdekaan menjadi tidak sah. Logika ini keliru. Pembangunan tidak menghapus hak untuk merdeka, sebagaimana hak untuk merdeka tidak otomatis meniadakan kewajiban negara untuk membangun.

Keduanya harus berjalan di jalur masing-masing tanpa saling meniadakan. Negara tetap wajib membangun Papua secara maksimal dan bermartabat. Di sisi lain, rakyat Papua tetap memiliki hak untuk memikirkan, merasakan, dan memperjuangkan masa depan politiknya menurut keyakinan mereka. Hak dan kewajiban ini tidak bisa ditukar, tidak bisa disubstitusi, dan tidak boleh dipertentangkan secara sempit.

Memahami perbedaan ini penting agar diskusi tentang Papua tidak terus-menerus salah arah. Papua merdeka adalah urusan hak rakyat. Pembangunan Papua adalah urusan kewajiban negara. Keduanya berbeda, berdiri sendiri, dan harus dipahami secara jujur bila kita sungguh ingin menyelesaikan persoalan Papua secara bermartabat dan rasional. (Editor)