DAERAH  

Staf Khusus Menteri Natalius Pigai: Jurnalis Ujung Tombak Bangun Peradaban HAM di Indonesia

Staf Khusus Menteri HAM RI Thomas Harming Suwarta (kanan) saat tampil sebagai pembicara seminar nasional bertajuk Jurnalis dalam Perspektif Hak Asasi Manusia yang digelar dalam rangka Rapat Kerja Nasional Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna) di Aula Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya, Kamis (13/11). Foto: Istimewa

PALANGKARAYA, ODIYAIWUU.com — Staf Khusus Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Thomas Harming Suwarta mengajak para jurnalis di Indonesia untuk terlibat aktif dalam agenda besar pembangunan HAM di Indonesia. Jurnalis, lanjut Thomas, tidak hanya menjadi pilar demokrasi tetapi juga menjadi pilar HAM.

“Bangun peradaban HAM itu adalah tugas kita semua masyarakat Indonesia, lebih-lebih lagi para jurnalis,” ujar Thomas selaku pembicara saat seminar nasional bertajuk Jurnalis dalam Perspektif Hak Asasi Manusia yang digelar dalam rangka Rapat Kerja Nasional Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna) di Aula Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya, Kamis (13/11).

Menurut Thomas, jurnalis memiliki kekuatan luar biasa melalui tulisan atau reportase berita yang bisa memberi kesadaran pada masyarakat dan pemerintah. Bayangkan kalau media atau wartawan memiliki perspektif tentang HAM, dengan sendirinya mereka memberi porsi besar pada isu-isu HAM yang berdampak pada masyarakat.

Pemerintahan Prabowo-Gibran saat ini, ujar Thomas, memiliki komitmen tinggi pada pembangunan HAM yang meliputi aspek-aspek penghormatan (to respect), pelindungan (to protect), dan pemenuhan kebutuhan HAM (to fulfill).

Thomas mengatakan, meletakkan aspek HAM pada Asta Cita pertama merupakan komitmen yang kuat pemerintahan saat ini untuk membangun peradaban baru yaitu peradaban yang berlandaskan nilai-nilai HAM. Bahkan lebih dari 50 persen poin-poin pada Asta Cita merupakan aspek-aspek HAM.

“Artinya kita semua termasuk komunitas media sedang diajak menjemput peradaban baru tersebut. Ya, kita bisa memulainya dengan peran-peran jurnalistik harian kita dengan memberi kesadaran HAM pada masyarakat melalui konten-konten atau materi liputan,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Thomas, isu HAM tidak sekadar mencuat saat terjadi kasus tetapi pada isu-isu lain seperti penghormatan dan pemenuhan kebutuhan HAM. Isu-isu tersebut, katanya, bisa diangkat ke publik.

Thomas juga mengingatkan, di tengah era keterbukaan informasi publik saat ini termasuk informasi yang membanjir, jurnalis media-media ‘mainstream’ tetap menjadi rujukan publik. Publik dapat mengetahui berita-berita yang valid dan layak dikonsumsi sekaligus membantu publik serta pemerintah dan bukan sekadar mencari sensasi yang justru tidak mendidik masyarakat.

“Siapa pun paham kekuatan pena atau tulisan itu luar biasa. Maka pena wartawan dan perspektif wartawan itu punya pengaruh luar biasa, termasuk membantu dalam membangun peradaban HAM di Indonesia. Ayo wartawan di seluruh nusantara, kita sama-sama bangun peradaban HAM,” kata Thomas.

Thomas juga mengingatkan pentingnya wartawan di seluruh Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuannya, termasuk subtansi HAM sebagai intangible aset termahal yang dimiliki bangsa ini. Dengan makin memahami HAM, jurnalis diharapkan lebih mudah menyampaikan pesan-pesannya kepada publik.

“Kami menempatkan penguatan kapasitas HAM untuk rekan-rekan wartawan sebagai hal penting. Bagaimana pun jurnalis yang memahami dengan baik tentang HAM tentu menjadi komunikator yang baik bagi publik untuk menyampaikan pesan dan keberpihakan pada isu-isu HAM,” ujar Thomas.

Pihaknya berharap agar ke depan ada kerjasama dan sinergi yang baik antara media dengan Kementerian HAM RI. Hal ini penting karena sesungguhnya semakin banyak sumber atau referensi publik tentang HAM maka upaya menciptakan peradaban HAM akan menjadi makin mudah.

“Bagi kami di Kementerian HAM, media atau wartawan adalah rekan seperjalanan. Kami tetap menghargai independensi media tetapi saat yang sama kerjasama dan kolaborasi yang baik juga bisa dilakukan. Kami boleh menyebut salah satu pilar HAM adalah juga media. Bukan banyak pilar demokrasi tetapi juga Hak Asasi Manusia,” ujar Thomas.

Ketua Umum Pewarna Indonesia Yusuf Mujiono menyambut baik ajakan Kementerian HAM untuk kerjasama dan kolaborasi membangun kesadaran HAM bagi kalangan wartawan. Komunitas wartawan menjadi tertantang untuk ikut dalam arus besar yang sama yaitu membangun peradaban HAM.

“Kami meningkatkan kapasitas kami tentang HAM, tentu kami juga berharap agar ada kepastian pelindungan HAM bagi wartawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Maka kami meyakini Kementerian HAM bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan itu semua,” kata Yusuf. (*)