Tokoh Nasional dan Berbagai Organisasi Minta Hentikan Siklus Kekerasan di Tanah Papua
DAERAH  

Tokoh Nasional dan Berbagai Organisasi Minta Hentikan Siklus Kekerasan di Tanah Papua

Deputy Direktur Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC) Fransiscan Papua Yuliana Langowuyo (kiri) dan Dr HC Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (kanan). Sumber foto: jpicofmindonesia.org dan jawapos.com

Loading

JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah tokoh bangsa, agama, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil, Jumat (29/12) meminta semua pihak menahan diri menyusul terjadinya berbagai peristiwa kekerasan dalam dinamika prosesi pemakaman mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura.

Para tokoh bangsa, agama, dan perwakilan kemasyarakatan antara lain Dr HC Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Jakarta ⁠Prof Dr Franz Magnis Suseno, SJ, mantan Jaksa Agung Republik Indonesia Drs Marzuki Darusman, SH, dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama⁠ Alissa Wahid.

Selain itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) ⁠Pendeta Gomar Gultom, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah⁠ Prof Dr H Abdul Mu’ti, Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Konferensi Waligereja Indonesia ⁠Mgr Siprianus Hormat.

Permintaan tokoh bangsa tersebut muncul menyikapi situasi terkini menyusul proses pemakaman Enembe, mantan orang nomor satu Papua.

“Semua pihak harus berupaya menghentikan siklus kekerasan dan menahan diri untuk tidak membiarkan konflik berdarah di tanah Papua terus berlanjut,” ujar Dr HC Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Jumat (29/12).

Sinta Nuriyah, isteri mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), juga menambahkan, para tokoh bangsa juga prihatin atas situasi ini dan penderitaan yang ditanggung korban atas insiden kemarin. Jika dibiarkan, maka kekerasan akan terus berulang.

Mantan Jaksa Agung Republik Indonesia Marzuki Darusman juga menyatakan keprihatinannya atas situasi Papua saat ini. Semua pihak, ujar Marzuki, harus segera menghentikan kekerasan.

“Negara harus tetap menilai situasi di Papua saat ini sebagai hal ketertiban dan bukan masalah keamanan. Negara juga harus memecahkan awal duduk perkara sebenarnya,” kata Marzuki.

Sementara itu, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengingatkan, saat ini umat Kristiani masih dalam suasana Natal yang sangat mengagungkan kedamaian.

“Kami mengecam segala bentuk kekerasan oleh siapa pun, baik oleh aparat keamanan maupun warga. Apalagi telah menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan kerusakan fasilitas umum,” ujar Gomar Gultom.

Direktur Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC) Fransiscan Papua Yuliana Langowuyo menyebut, prosesi pemakaman jenazah Lukas Enembe melalui arak-arakan massa adalah sebuah ekspresi penghormatan masyarakat Papua terhadap salah seorang tokoh pemimpin Papua.

“Kami menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan mencegah situasi memburuk. Aparat keamanan harus mengedepankan dialog dan menghindari penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan eksesif menanggapi situasi saat ini,” ujar Langowuyo.

Sedangkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ⁠Alissa Wahid menyatakan, bahwa dinamika Papua saat ini tidak terlepas dari tingginya tingkat ketidakpercayaan berbagai komponen masyarakat di Papua terhadap pemerintah pusat.

“Telah banyak kritik terkait pengabaian suara masyarakat Papua dalam berbagai proses pemerintahan dan kebijakan pembangunan di sana, termasuk dalam hal pembentukan daerah otonomi baru maupun pembukaan tambang dan bisnis ekstraktif skala besar,” ujar Alissa.

“Pemerintah Indonesia terus mengecewakan masyarakat Papua karena tidak serius menangani pelanggaran HAM berat di tingkat nasional dan juga di Papua secara benar dan adil sebagaimana yang pernah ada di Intan Jaya, Wasior hingga Wamena,” ujar intelektual dan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Prof Dr Franz Magniz-Suseno, SJ.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga menyoroti tren kriminalisasi yang terus berlanjut terhadap masyarakat dan pembela HAM Papua yang menggunakan hak-hak mereka untuk mengekspresikan pendapat secara damai.

“Penggunaan pasal makar untuk memberangus kebebasan berbicara, kekerasan oleh aparat keamanan, serta eksekusi di luar hukum turut menambah daftar kekecewaan orang Papua terhadap pemerintah pusat. Negara harus berhenti melakukan aksi represif dalam menanggapi kritik yang disampaikan masyarakat Papua,” ujar Usman.

Sedangkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengingatkan, situasi yang tengah terjadi di Papua saat ini tidak dapat dilihat sebagai insiden konflik yang hanya meletup sekali, terlepas dari berbagai peristiwa yang telah terjadi di tanah Papua.

“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk berkomitmen menyelesaikan situasi di Papua saat ini dengan mengedepankan solusi yang bermartabat dan damai bagi masyarakat Papua. Perdamaian di tanah Papua perlu dihadirkan hadir bersamaan dengan keadilan,” ujar Abdul Mu’ti.

Selain para tokoh di atas sejumlah organisasi juga mendukung seruan tersebut. Organisasi dimaksud yaitu Amnesty International Indonesia, SKPKC Fransiskan Papua, Greenpeace Indonesia, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, dan KontraS Tanah Papua.

Selain itu, Satya Bumi, Public Virtue Research Institute, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Foker LSM Papua, PAHAM Papua, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua, dan SKPKC-OSA Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :