SALATIGA, ODIYAIWUU.com — Dosen Universitas Muria Kudus sekaligus Direktur Muria Research Center Indonesia Dr Mochamad Widjanarko, M.Si dan ahli demografi pertama Indonesia Dr Riwanto Tirtosudarmo pada hari kelima, Jumat (10/8) tampil dalam acara Kuliah Umum dan Pelatihan Menulis Bagi Mahasiswa Papua Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga di Auditorium F114 Kampus UKSW, Jawa Tengah.
Riwanto Tirtosudarmo saat tampil menyajikan materi tentang Papua dan Ketidakadilan Struktural di Indonesia mengatakan, sejak 1965 ada dominasi ideologi militer dan teknokrat-sipil. Buntunya, kondisi tersebut menyederhanakan Indonesia yang kompleks sebagai kumpulan penduduk yang tinggal di sebuah geografi yang rata.
“Pulau-pulau di luar Jawa dipandang sebagai lahan kosong sehingga menjadi target transmigrasi. Kompleksitas dan keberagaman masyarakat Indonesia di generalisasi sebagai entitas homogen, tak punya wajah budaya. Ideologi militer dan teknokrat-sipil mengabaikan perbedaan struktur dan kultur yang merupakan karakter masyarakat Indonesia dan Papua. Penduduk dilihat sebagai statistik, bukan warga negara,” ujar Riwanto melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Salatiga, Sabtu (12/8).
Menurut Riwanto, ada mistifikasi negara kesatuan sebagai sesuatu yang final. Mistifikasi ini terutama didasari ideologi sempit militer dan teknokrat-sipil yang mengutamakan kesatuan dibanding persatuan atau keseragaman dibanding keberagaman.
“Ketimpangan dan ketidakadilan struktural, horizontal maupun vertikal mencerminkan kegagalan merealisasikan tujuan utama dari kemerdekaan yaitu masyarakat adil dan Makmur,” ujar Riwanto, yang juga peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Selain itu, ia menegaskan, pendekatan militeristik yang represif di Papua akan melanggengkan politik kekerasan dan berkembangnya politik resistensi. Saat ini semakin tidak mungkin lagi menutupi apa yang terjadi di dalam sebuah negeri dari dunia global dan Indonesia bukan kekecualian.
“Indonesia adalah sebuah proyek bersama yang lahir dari nasionalisme yang bersifat civic, bukan etnik. Mengembangkan civik politik diperlukan untuk menghindari Indonesia dari proses disintegrasi dari dalam,” ujar Riwanto lebih jauh.
Sedangkan Widjanarko tampil menyampaikan materi Ideologi Lingkungan dan Riset Terapan Psikologi Lingkungan. Ia memperkenalkan ideologi lingkungan di mana salah satunya konsep manusia berhubungan dengan lingkungan.
“Ada beberapa konsep ideologi gerakan lingkungan yaitu eco feminism yang yang merupakan suatu gerakan yang berupaya melibatkan perempuan dalam pelestarian lingkungan. Eco spirituality menegaskan prinsip-prinsip keseluruhan dan kesatuan realitas: Tuhan, manusia dan alam mempunyai relasi dengan posisi yang khas dan membentuk hubungan kausalitas,” kata Widjanarko.
Hubungan kausalitas yang dimaksud yaitu adanya kesadaran ekologis sebagai bagian dari religiusitas manusia. Gerakan ekowisata sebagai upaya konservasi sumberdaya alam yang berkelanjutan dalam kegiatan ekonomi yang berkelanjutan pula dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar daerah tujuan ekowisata.
“Sedangkan ideologi gerakan eco terrorism lebih pada kerusakan ekologis yg disebabkan ulah manusia dan tidak sekadar dilihat sebagai kerusakan struktur fisik alam dan lingkungan. Lebih dari itu juga menjelaskan kerusakan lebih ‘dalam’ dan lebih kompleks baik mental, sosial dan spiritual,” katanya.
Kegiatan kuliah umum dan pelatihan menulis yang berlangsung selama lima hari tersebut difasilitasi akademisi UKSW Salatiga dan tokoh muda Papua Melkior NN Sitokdana, S.Kom, M.Eng.
Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber baik akademisi dan peneliti seperti yaitu Ketua Pusat Studi Kawasan Indonesia Timur Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dr. Y Argo Twikromo, MA; dan pengamat sosial dan politik Papua Asal Australia Prof Greg Poulgrain.
Selain itu, peneliti Bidang Sosiologi BRINProfesor (Ris) Cahyo Pamungkas; Guru Besar Emeritus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Prof PM Laksono; dan peneliti BRIN Dr Thung Julan.
Sedangkan pelatihan pembuatan komik selama lima hari yang didampingi komikus Indonesia asal Malang Aji Prasetyo, yang menghasilkan berbagai komik bertema kritik terhadap kehidupan sosial, politik dan ekonomi di tanah Papua.
Misalnya, komik mama Papua di emperan toko, perdagangan kayu ilegal di Papua, goyang patola mengancam budaya Papua, murahnya nyawa kami, penyalagunaan dana desa, tragedi tanggal muda, dan mafia tanah di Papua. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)