JAKARTA, ODIYAIWUU.com — Presiden Jokowi sebaiknya membubarkan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus bagi provinsi Papua (BP3OKP). Keberadaan badan ini sebagai bukti Jakarta turut campur tangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di tanah Papua.
“Kehadiran Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus bagi provinsi Papua ini bukti Pemerintah Pusat tidak percaya kepala daerah di tanah Papua dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah di bumi Cenderawasih Ramos Petege, tokoh muda Papua kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (14/5).
Ramos Petege, putra asli Papua dari Meepago (Papua Tengah) menambahkan, keberadaan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus bagi provinsi Papua sekadar cara atau bentuk pengambilalihan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan di tanah Papua yang bertentangan dengan sistem desentralisasi dan prinsip otonomi daerah.
Menurutnya, Pemerintah Pusat melalui kementerian dan Lembaga terkait serta DPR RI segera merevisi dan menghapus Pasal 68A, ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Pasal 68A, ayat 1 dan 2 tersebut mengamanatkan pengambilalihan kewenangan pemerintah daerah atau menarik kewenangan pemerintah daerah ke pusat melalui Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua.
“BP3OKP ini telah mengeliminasi prinsip otonomi daerah, otonomi khusus, desentralisasi, dan tugas pembantuan yang telah diamanatkan dalam konstitusi kepada pemerintah daerah,” ujar Ramos Petege, tokoh muda Papua yang melakukan uji materil, judicial review UU Otsus terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Menurutnya, koordinasi dan pengawasan yang didominasi oleh Jakarta (Pemerintah Pusat) telah menyebabkan pelaksanaan otonomi khusus bagi provinsi-provinsi di Papua tidak maksimal, tidak efektif dan efisien yang akan berujung pada kegagalan pembangunan, mengulangi 20 tahun kegagalan pelaksanaan otonomi khusus Papua jilid pertama.
Wakil Presiden Prof Dr KH Ma’ruf Amin sebelumnya juga dinilai mengkhianati intelektualitas orang asli tanah Papua. Padahal, saat ini banyak intelektual asli tanah Papua menyebar baik yang mengabdi di daerah maupun di tingkat nasional bahkan global.
“Surat Keputusan Nomor 2 Tahun 2023 yang dikeluarkan Wakil Presiden KH Ma,ruf Amin selaku Ketua Badan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua mengangkat Kelompok Ahli BP PPOKP atau Badan Pengarah Papua merupakan pengkhianatan terhadap eksistensi kaum intelektual orang asli Papua,” ujar Guru Besar Universitas Cenderawasih Prof Dr Melkias Hetharia, SH, M.Hum melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta, Sabtu (29/4).
Selain itu, Melkias menilai pengangkatan tersebut juga merupakan bentuk penghinaan Wakil Presiden yang tidak melihat realitas bahwa sejak integrasi Papua ke dalam NKRI, tanah Papua sudah menghasilkan banyak kaum cerdik pandai dengan kualifikasi pendidikan sarjana, magister hingga doktor.
Bahkan banyak guru besar, profesor menyebar di berbagai perguruan tinggi di tanah Papua seperti Universitas Cenderawasih, Universitas Papua, dan lain-lain bahkan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
“Jadi pengangkatan Kelompok Ahli Badan Pengarah Papua juga perlu rasional di mana mereka harus mengetahui dan memahami benar kondisi tanah Papua dan adat istiadatnya. Hemat saya, memasukkan staf ahli itu alangkah baiknya adalah putra-puteri berbaik tanah Papua yang ada di beberapa perguruan tinggi di Papua seperti Uncen atau Unipa, dan lain-lain,” katanya.
Sejumlah elemen di Papua menuding penunjukan dan pengangkatan Kelompok Ahli Badan Pengarah Papua asal-asalan dan lebih didominasi oleh satu kelompok dan terutama orang-orang di sekitar Kantor Sekretaris Wakil Presiden. Pengangkatan orang-orang yang tidak kompeten dan hanya mau menerima gaji buta, honorarium, dan fasilitas negara dengan mengeksploitasi Papua tanpa dikenal masyarakat beragam kultur bahkan memahami kondisi daerah sesungguhnya.
“Wakil Presiden sadar atau tidak, telah menciptakan masalah baru. Wapres tidak mempertimbangkan situasi psiko politis masyarakat. Padahal, dalam berbagai kesempatan Wapres selalu menyatakan orang Papua mesti diprioritaskan. Kenyataannya, statemen itu tidak ditunjukkan dalam pengangkatan Kelompok Ahli Badan Pengarah Papua,” ujarnya.
Selain itu, Wakil Presiden juga selalu mengingatkan dalam pernyataannya bahwa dalam membangun Papua, maka pendekatan kebudayaan dan religi atau agama juga mesti menjadi pertimbangan. Tapi dengan pengangkatan Kelompok Ahli Badan Pengarah Papua tidak ada keterwakilan unsur unsur agama seperti PGI dan KWI. Malah berbanding terbalik, ironi, dan sinisme terhadap pernyataan Wapres. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)