JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Pihak United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menyerukan hari perkabungan berlangsung selama dua minggu guna menghormat mantan Gubernur Lukas Enembe sebagai tokoh peradaban Papua.
“Seluruh keluarga besar ULMWP di manapun berada bersama rakyat Bangsa Papua menyatakan duka cita yang mendalam. Sebagai bentuk penghormatan atas pengorbanan tuan Lukas Enembe bagi tanah dan manusia Papua, kami menyerukan kepada rakyat bangsa Papua di manapuan berada untuk bergabung dalam duka nasional Bangsa Papua selama dua minggu,” ujar Presiden Eksekutif ULMWP Menase Tabuni melalui keterangan tertulis Sekretaris Eksekutif Markus Haluk yang diterima Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Rabu (27/12).
Dalam pernyataan terbuka tersebut, pihak UMLWP juga menyampaikan ucapan duka dan menyebut Enembe sebagai pemimpin dan tokoh peradaban Papua serta menyerukan dua minggu masyarakat Papua berkabung sebagai penghormatan kepada Enembe.
“Hari ini, Selasa 26 Desember 2023, pukul 11.00 Waktu Jakarta, tuan Lukas Enembe, pemimpin Papua, tokoh dan pejuang paradaban bangsa Papua telah meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Darat Gatot Subroto. Kematian Lukas Enembe patut diduga sebagai bagian dari proses pembunuhan terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui penegak hukum,” kata Tabuni.
Enembe di mata dua petinggi ULMWP adalah pemimpin yang berani. Enembe juga tahu posisinya sebagai pemimpin bangsa Papua, bukan sekadar seorang gubernur. Sebagai pemimpin Enembe membuktikan bukan dengan kata-kata.
“Tuan Lukas Enembe merupakan satu satunya gubernur di Indonesia yang secara terbuka menyampaikan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam penanganan peristiwa aksi protes perlawanan rasisme bangsa Papua di Papua dan Indonesia pada Agustus-Oktober 2019,” kata Tabuni dan Haluk.
Enembe diakui berdiri dengan rakyat Papua memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan keselamatan untuk masa depannya. Karena itu, Enembe tidak sekadar dikenang karena membangun mega proyek pembangunan yang hebat di Papua.
Namun, lebih dari itu dukungannya kepada para pejuang harga diri dan eksistensi bangsa Papua di atas tanahnya. Dukungannya tersebut bertolak dari kenyataan di depan matanya bahwa Papua sedang menuju kepunahan sebagaimana disampaikan dalam pernyataan terbuka kepada publik.
“Dalam menghadapi perilaku kolonialisme, Lukas Enembe pun menyatakan secara terbuka ancaman demi ancaman yang dia hadapi dengan tenang. Selama menjadi Gubernur Papua telah banyak kali mengalami ancaman kriminaisasi, ancaman nyawa hingga pencopotan jabatannya sebagai Gubernur Papua,” katanya.
Tabuni dan Haluk menambahkan, ancaman itu dimulai sejak Februari 2017 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, ancaman kriminaliasi oleh petingga pemerintahan. Juga pengumuman sebagai tersangka secara sepihak oleh KPK pada September 2022 dan penangkapan paksa pada Januari 2023 di Jayapura.
“Tuan Lukas Enembe juga mengalami banyak ancaman non fisik dengan penggiringan opini publik untuk membunuh harga diri dan integritasnya sebagai gubernur dan tokoh Papua,” ujarnya.
Pada Januari 2023, ujar Tabuni dan Haluk, Enembe ditangkap oleh KPK tanpa mempertimbangkan aspek kesehatannya. Selama 11 bulan Enembe ditahan di rutan tahanan KPK. Berkali-kali ia meminta akses pengobatan dengan dokter spesialis dari Singapura yang mengetahui penyakitnya tetapi ditolak oleh pihak jaksa KPK.
Selain itu, ketika proses pengadilan dimulai, tanpa menunggu dalam kesempatan pertama Lukas Enembe meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat bahwa ia masih sakit karena itu perlu pengobatan medis tetapi tidak dihiraukan dengan baik untuk memperoleh akses pengobatan.
Bahkan, lanjut Tabuni dan Haluk, selama proses persidangan petugas KPK terindikasi memperlakukan tindakan pemaksaan kepada Lukas Enembe untuk mengikuti proses persidangan dan perlakuan tindakan kurang manusiawi lainnya.
“Tanpa mempertimbangkan kondisi Kesehatan Lukas Enembe pada Oktober 2023, majelis hakim telah memvonis 8 tahun penjarah. Jaksa KPK naik banding atas vonis hakim kemudian majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta pada 7 Desember 2023 memvonis Lukas Enembe 10 tahun penjarah,” ujar keduanya.
Menurut Tabuni dan Haluk, proses pembunuhan Enembe secara sistematis tersebut tidak bisa dibiarkan lagi terulang pada orang Papua. Oleh karena itu, pembunuhan Enembe adalah terakhir dan cukup. Siapapun Anda dan kita semua tanpa terkecuali tidak bisa membiarkannya terus terjadi pada pemimpin bangsa Papua di masa yang akan datang.
“Mengenang seluruh pengorbanan dan perjuangan patriotikmu, kami menyampaikan ‘Selamat Jalan, Pemimpin Bangsa Papua yang Gagah Berani. Tuhan Yesus menyambutmu di Surga karena engkaupun mati guna menyelamatkan bangsa Papua,” kata keduanya. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)