Unjuk Rasa ULMWP Peringati 1 Mei Desak Indonesia Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Melalui Referendum di West Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
DAERAH  

Unjuk Rasa ULMWP Peringati 1 Mei Desak Indonesia Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Melalui Referendum di West Papua

Presiden ULMWP Menase Tabuni dan Sekretaris Eksekutif ULMWP Menase Tabuni dan Sekretaris Eksekutif Markus Haluk saat berada di tengah massa yang menggelar unjuk rasa memperingati Hari Aneksasi West Papua dalam NKRI di Numbay, West Papua, Rabu (1/5). Foto: Istimewa

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah massa dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua Barat menggelar aksi unjuk rasa di Jayapura, kota Provinsi Papua, Rabu (1/5). Unjuk rasa digelar memperingati Hari Aneksasi West Papua yang dinilai dilakukan Pemerintah Indonesia atas bangsa West Papua secara ilegal pada 1 Mei 1963. 

Dalam unjuk rasa tersebut, massa juga menyampaikan beberapa poin seruan dan sikap. Salah satunya, pengunjuk rasa menyebut tidak sah semua klaim yang dibuat Pemerintah Indonesia mengenai status tanah Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Pasalnya, Pemerintah Indonesia tidak memiliki bukti-bukti sejarah yang otentik, murni dan sejati. Bangsa West Papua atau Papua Barat telah sungguh-sungguh memiliki kedaulatan sebagai suatu bangsa yang merdeka sederajat dengan bangsa-bangsa lain di muka bumi sejak 1 Desember 1961.

“Segera berikan hak penentuan nasib sendiri melalui referendum di Papua Barat sebagai solusi paling demokratis guna mengakhiri segala macam konflik di atas tanah Papua,” ujar Presiden ULMWP Menase Tabuni dan Sekretaris Eksekutif Markus Haluk melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Rabu (1/5).

Menurut Menase dan Markus, rakyat West Papua juga secara tegas menolak hasil-hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Pepera yang dilakukan atas dasar Perjanjian New York, New York Agreement yang cacat moral dan cacat hukum. 

Perjanjian itu, ujar keduanya, dilaksanakan dalam suasana penindasan di luar batas-batas perikemanusiaan, peniadaan hak dan kebebasan berpendapat bangsa Papua, dan dilakukan dengan cara-cara yang represif dan tidak demokratis.

“Saat ini West Papua zona darurat militer sehingga segera hentikan operasi militer dan menarik militer organik dan non organik dari West Papua. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan TNI-Polri segera melakukan gencatan senjata demi mewujudkan perundingan politik yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral. Indonesia segera buka akses terhadap jurnalis internasional untuk masuk di West Papua,” kata Menase dan Markus.

kata Menase dan Markus juga menegaskan, Indonesia segera menempatinya janjinya kepada Ketua Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jakarta pada 2018 untuk memberikan akses kunjungan Dewan HAM PBB di West Papua.

“Bangsa Papua mendukung penuh perjuangan kaum buruh di seluruh dunia demi memperoleh penghormatan, harkat dan martabat dan pengakuan peran kaum buruh dalam pembangunan ekonomi dan sosial global,” ujar kata Menase dan Markus lebih jauh.

kata Menase dan Markus menjelaskan, unjuk rasa 1 Mei 2024 seluruh warga bangsa West Papua memperingati 61 tahun tragedi aneksasi hak politik bangsa West Papua oleh pemerintah kolonial Indonesia melalui bantuan pemerintah Amerika Serikat dan Belanda menggunakan tangan PBB.

“Hari ini kami juga kembali menegaskan bahwa West Papua sesungguhnya bukan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Secara historis Papua Barat bukan bagian dari Hindia Belanda. Pada 24 Agustus 1828 di Lobo, Teluk Triton Kaimana, pantai selatan tanah Papua diproklamasikan penguasaan Papua Barat oleh Sri Baginda Raja Nederland,” ujar kata Menase dan Markus.

Meski West Papua dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun administrasi pemerintahan West Papua diurus-secara terpisah. Bangsa West Papua tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928. 

“Dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa Perang Jepang di Saigon pada tanggal 12 Agustus 1945 Mohammad Hatta menegaskan bahwa ‘.bangsa Papua adalah ras negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri’. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia,” kata kata Menase dan Markus.

Hal yang sama, lanjut Markus, pernah dikemukakan Mohammad Hatta dalam salah satu persidangan Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada Juli 1945. Menurut kata Menase dan Markus, Hatta mengatakan dua hal. Pertama, Papua Barat tidak termasuk di dalam daerah-daerah yang diproklamirkan sebagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. 

Kedua, dalam Konferensi Meja Bundar tanggal 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 status Papua Barat, Nederlands Nieuw Guinea, secara eksplisit dinyatakan oleh Hatta selaku Ketua Delegasi Indonesia bahwa ‘masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka’.

“Kehendak yang suci dan luhur bangsa Papua untuk memiliki negaranya sendiri ternyata ditanggapi dengan tindakan aneksasi Pemerintah Indonesia melalui pengomandoan Trikora oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Fakta bahwa Presiden Indonesia memerintahkan ‘gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda kolonial’ sudah merupakan pengakuan eksplisit tentang adanya sebuah negara,” kata kata Menase dan Markus. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :