Cabut Penpres 1/PNPS/1965 dan Hapus Pasal 156a KUHP: Hukum yang Membunuh Keadilan - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Cabut Penpres 1/PNPS/1965 dan Hapus Pasal 156a KUHP: Hukum yang Membunuh Keadilan

Cabut Penpres 1/PNPS/1965 dan Hapus Pasal 156a KUHP: Hukum yang Membunuh Keadilan. Foto Ilustrasi: Istimewa

Loading

SUDAH terlalu lama bangsa ini membiarkan ketidakadilan menjalar melalui pasal-pasal hukum yang seharusnya melindungi seluruh warga negara secara setara. Salah satu warisan paling diskriminatif dalam sejarah hukum Indonesia adalah Penetapan Presiden No. 1/PNPS/1965 dan Pasal 156a KUHP yang dikenal sebagai pasal “penodaan agama.” Alih-alih menjaga kerukunan, pasal ini telah menjadi alat kekuasaan yang menindas, membungkam suara-suara kritis, dan memperkuat dominasi mayoritas atas minoritas.

Setiap kali umat dari agama minoritas—Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu, bahkan penghayat kepercayaan—dilaporkan melakukan “penodaan agama,” negara bertindak cepat dan represif. Aparat penegak hukum tak segan menangkap, mengadili, dan memenjarakan mereka, seringkali tanpa proses yang adil. Vonis dijatuhkan bukan atas dasar keadilan, tetapi karena tekanan massa yang fanatik dan brutal. Contoh paling nyata adalah kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)—vonis dua tahun penjara dijatuhkan atas tafsir sepihak terhadap ucapannya, dengan latar tekanan politik dan religius yang luar biasa.

Namun ketika pelaku penodaan berasal dari umat mayoritas, terutama sebagian kalangan Muslim, hukum tiba-tiba menjadi bisu. Sudah tak terhitung jumlah penceramah, tokoh agama, atau influencer yang dengan enteng menghina agama lain—menyebut salib sebagai simbol setan, menyamakan patung dengan berhala, bahkan secara terbuka menyebut ibadah agama lain sebagai “tidak sah”—namun tidak satu pun dari mereka disentuh hukum. Laporan masyarakat diabaikan. Aparat berdalih tak ada unsur pidana, atau malah membela pelaku.

Inilah wajah hukum kita: tajam ke minoritas, tumpul ke mayoritas. Ini bukan hanya persoalan hukum, melainkan pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Bagaimana mungkin kita mengaku sebagai negara hukum yang adil, bila hukum dipakai untuk menindas satu kelompok dan melindungi kelompok lainnya?

Penpres 1/PNPS/1965 adalah warisan Orde Lama yang otoriter dan anti-demokrasi. Pasal 156a KUHP lahir dari semangat membungkam, bukan melindungi. Kedua produk hukum ini sudah usang, beracun, dan tidak layak dipertahankan dalam negara demokrasi modern. Mereka adalah pasal-pasal karet yang membunuh kebebasan berekspresi, membungkam kritik terhadap tafsir keagamaan yang keliru, dan menjadikan agama alat represi terhadap sesama.

Mencabut Penpres 1/PNPS/1965 dan menghapus Pasal 156a KUHP bukanlah tindakan anti-agama. Justru inilah wujud keberanian moral untuk menyelamatkan agama dari eksploitasi politik dan kekerasan simbolik. Agama tidak perlu dibela dengan pasal-pasal pidana—ia akan mulia jika dijalani dengan ketulusan, bukan dengan ancaman penjara.

Indonesia tidak akan pernah benar-benar merdeka jika hukum masih menjadi alat penjajah yang baru: penjajah atas pikiran, iman, dan kebebasan warganya sendiri. Saatnya kita berdiri di sisi sejarah yang benar—hapus hukum yang menodai keadilan! (Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :