Pemimpin Sejati Lebih Banyak Bekerja daripada Bicara - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Pemimpin Sejati Lebih Banyak Bekerja daripada Bicara

Pemimpin Sejati Lebih Banyak Bekerja daripada Bicara. Gambar Ilustrasi: Dok. Odiyaiwuu

Loading

DI ERA digital ini, banyak pemimpin berubah menjadi selebritas. Mereka lebih sibuk membangun citra daripada menjalankan tugas. Setiap langkah harus direkam kamera, setiap ucapan harus dikutip media, dan setiap tindakan harus bisa ditayangkan ulang di media sosial. Padahal, rakyat tidak menonton pemimpinnya untuk hiburan. Rakyat menunggu perubahan yang nyata—bukan konten viral, tapi kehidupan yang lebih baik.

Fenomena ini menciptakan kesenjangan antara ucapan dan perbuatan. Pemimpin begitu fasih berbicara soal kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan, tetapi kenyataan di lapangan sering kali berbanding terbalik. Janji terdengar muluk, tetapi tak pernah menyentuh akar masalah. Kata-kata indah bertebaran, tetapi tak menjawab kebutuhan nyata rakyat. Pemimpin menjadi ahli narasi, tetapi gagal dalam eksekusi.

Padahal sejarah mencatat, pemimpin yang besar bukan karena banyak bicara, tetapi karena banyak bekerja. Mereka hadir di tengah rakyat tanpa gembar-gembor. Mereka mengambil keputusan sulit meski tidak populer. Mereka tidak mengejar trending topic, tetapi menyelamatkan masa depan. Kerja keras, bukan kata-kata, yang membentuk kepercayaan rakyat.

Sayangnya, kini narasi lebih diprioritaskan daripada realisasi. Waktu pemimpin dihabiskan untuk konferensi pers, pidato, dan unggahan media sosial—sementara perencanaan dan pengawasan pembangunan tertinggal. Ada semacam perlombaan popularitas antar pemimpin, di mana panggung lebih penting daripada proses, dan suara lebih penting daripada solusi. Inilah penyakit zaman: pemimpin yang lebih ingin disukai daripada menyelesaikan masalah.

Rakyat harus cerdas membedakan pemimpin yang bekerja dan pemimpin yang hanya berbicara. Pujian di media sosial tidak menjamin kualitas kepemimpinan. Kamera bisa menipu, tetapi realitas hidup rakyat tidak bisa dimanipulasi. Apakah harga bahan pokok turun? Apakah pelayanan publik membaik? Apakah konflik diselesaikan dengan adil? Itulah tolak ukur sesungguhnya.

Pemimpin yang baik tidak perlu terlalu banyak menjelaskan keberhasilannya. Biarlah rakyat yang merasakannya. Pemimpin yang bekerja dengan hati tahu bahwa pencitraan bukan segalanya. Mereka mengutamakan amanah di atas popularitas. Mereka hadir tanpa banyak bicara, tetapi kehadirannya terasa dalam perbaikan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan yang merata, dan keadilan bagi semua.

Sudah saatnya makna kepemimpinan dikembalikan kepada kerja nyata. Bukan kerja untuk dipuji, tetapi kerja untuk menyelesaikan persoalan rakyat. Pemimpin sejati tidak perlu bersuara keras untuk didengar. Mereka didengar karena hasil kerjanya berbicara lebih lantang daripada mulutnya.

Karena itu, yang paling dibutuhkan hari ini bukan pemimpin yang pandai berkata-kata, melainkan pemimpin yang bekerja dalam diam tetapi meninggalkan jejak nyata. (Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :