Izin atau Pemberitahuan untuk Aksi Demonstrasi? - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Izin atau Pemberitahuan untuk Aksi Demonstrasi?

Loading

KEBEBASAN berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Hak ini kemudian diperjelas dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang mengatur mekanisme pelaksanaan aksi demonstrasi. Namun, yang kerap menjadi perdebatan adalah apakah demonstrasi membutuhkan izin dari pihak berwenang atau cukup dengan pemberitahuan?

Pihak yang mendukung sistem perizinan berpendapat bahwa aksi demonstrasi berpotensi mengganggu ketertiban umum dan keamanan. Tanpa mekanisme izin, demonstrasi bisa berlangsung tanpa koordinasi yang baik, sehingga berisiko menimbulkan kemacetan, bentrokan, atau bahkan kerusuhan. Di beberapa negara, seperti Singapura dan Malaysia, demonstrasi hanya boleh dilakukan jika mendapat izin resmi dari pemerintah. Pendekatan ini dianggap efektif dalam mencegah potensi gangguan keamanan. Dengan mekanisme izin, aparat dapat mengatur lokasi, waktu, dan jumlah peserta sehingga aksi berjalan kondusif.

Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa meminta izin bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi. Jika demonstrasi harus melalui proses perizinan, ada potensi penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah untuk membatasi kritik terhadap kebijakan mereka. UU No. 9 Tahun 1998 sendiri hanya mewajibkan penyelenggara demonstrasi untuk memberitahukan aksinya kepada kepolisian minimal 3 x 24 jam sebelum pelaksanaan. Artinya, selama pemberitahuan telah dilakukan, aparat tidak berhak membubarkan aksi secara sewenang-wenang. Prinsip ini juga berlaku di banyak negara demokratis, termasuk Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa, yang hanya mewajibkan pemberitahuan sebagai bentuk koordinasi, bukan untuk membatasi hak berdemonstrasi.

Meski secara hukum demonstrasi hanya membutuhkan pemberitahuan, dalam praktiknya sering terjadi gesekan antara aparat dan demonstran. Tak jarang, demonstrasi tetap dibubarkan dengan alasan tidak mendapat “izin,” meskipun UU No. 9 Tahun 1998 tidak mewajibkan izin resmi. Di beberapa kasus, pihak kepolisian menolak menerima surat pemberitahuan atau menetapkan syarat tambahan yang tidak diatur dalam undang-undang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mekanisme pemberitahuan tetap diperlakukan seperti perizinan terselubung.

Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, aksi demonstrasi di Indonesia tidak memerlukan izin, tetapi cukup dengan pemberitahuan kepada kepolisian. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang menjamin kebebasan berekspresi. Namun, pemberitahuan bukan sekadar formalitas. Demonstrasi harus tetap memperhatikan ketertiban umum, menghindari kekerasan, serta menghormati hak masyarakat lain. Sementara itu, aparat kepolisian memiliki kewajiban untuk memastikan keamanan, bukan menghalangi aksi secara sewenang-wenang.

Pada akhirnya, keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan ketertiban umum harus dijaga. Mekanisme pemberitahuan harus benar-benar berfungsi sebagai koordinasi, bukan alat untuk membatasi hak rakyat dalam menyampaikan pendapat. (Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :