SALATIGA, ODIYAIWUU.com — Para mahasiswa dan pelajar asal Kabupaten Pegunungan Bintang di seluruh kota studi wilayah Pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa dan Pelajar Aplim Apom (Komapo) menolak wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang menjadi bagian dari Daerah Otonom Baru Provinsi Pegunungan Tengah.
“Rentang kendali pelayanan pemerintahan dan pembangunan, akses transportasi baik udara, sungai dan darat dari Oksibil, kota Kabupaten Pegunungan Bintang ke Jayapura lebih mudah dan murah dibanding ke Wamena, calon kota Provinsi Pegunungan Tengah,” ujar Sekretaris Jenderal Komapo Imanuel H Mimin melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com di Jakarta Selasa (28/6).
Menurut Imanuel, kemudahan akses di bidang lain dari Oksibil ke Jayapura juga sangat terasa seperti bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan dibanding ke Wamena. Karena itu, melalui keputusan bersama seluruh anggota organisasi mahasiswa yang ia pimpin para mahasiswa juga menolak pemekaran provinsi berbasis wilayah adat.
“Pembagian tujuh wilayah adat saat ini belum serius dipetakan dengan baik dan benar. Jika pemekaran berdasarkan tujug wilayah adat saat ini dipaksakan akan menimbulkan persoalan sosial dan politik antara sesama orang asli Papua,” kata Emanuel lebih jauh.
Para mahasiswa yang tergabung dalam Komapo mendesak pemerintah pusat agar rencana pemekaran lebih mempertimbangkan aksesibilitas pelayanan. Hal itu penting mengingat bila dipaksakan maka beban pembiayaan pembangunan akan tinggi dan tidak cepat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Ia menambahkan, para mahasiswa mendesak pemerintah pusat dan DPR RI agar memutuskan status Pegunungan Bintang sesuai dengan isi surat kepada Presiden dan pesan yang disampaikan Bupati Pegunungan Bintang secara langsung kepada Komisi II DPR RI di Jayapura. Hal tersebut merupakan harapan besar masyarakat Pegunungan Bintang untuk tetap berada di Papua sebagai provinsi induk.
“Kami sarankan pemerintah dan DPR tidak mudah mendengar bisikan oknum pejabat yang mengatasnamakan masyarakat Papua menolak Pegunungan Bintang tetap di provinsi induk, sebab mereka sengaja menciptakan perpecahan di antara sesama orang Papua. Apabila pernyataan sikap kami ini tidak ditanggapi, maka apapun keputusan terakhir yang diambil oleh seluruh komponen masyarakat Pegunungan Bintang akan kami dukung,” tegas Emanuel.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggelar rapat bersama jajaran Forum Komunikasi Bupati Seluruh Papua Tengah dan Papua Pegunungan Tengah di Hotel Horison, Kotaraja, Kota Jayapura, Papua Sabtu (25/6).
Dalam rapat dengan para wakil rakyat Senayan tersebut, ada sejumlah pihak menyatakan menolak Pegunungan Bintang sebagai salah satu kabupaten di provinsi induk, Papua.
Bupati Pegunungan Bintang Spei Yan Bidana, ST, M.Si menegaskan, kehadirannya bersama pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pegunungan Bintang dan perwakilan masyarakat dalam rapat tersebut juga bertujuan memastikan posisi Pegunungan Bintang tetap bergabung dengan Papua, provinsi induk yang kini dipimpin Gubernur Lukas Enembe, SIP, MH.
Menurutnya, alasan Pegunungan Bintang tetap di bergabung dengan Provinsi Papua untuk memudahkan aspek pelayanan masyarakat dan pemerintahan. Selain itu, ia beralasan esensi terbentuknya sebuah kabupaten atau provinsi provinsi baru ialah mendekatkan pelayanan masyarakat dan pemerintahan seperti aspek infrastruktur, ekonomi, tata kelola pemerintahan, sosial budaya, dan lain-lain.
“Memang secara administratif Pegunungan Bintang bergabung dengan Jayawijaya di wilayah La Pago, tapi aksesnya terlalu jauh dan terlalu sulit. Karena itu, Pegunungan Bintang menolak bergabung ke Calon Daerah Otonom Baru Provinsi Papua Pegunungan maupun Papua Selatan,” ujar Bupati Spei Yan Bidana melalui keterangan tertulis yang diperoleh Odiyaiwuu.com di Jakarta, Minggu (26/6).
Bupati Yan Bidana menjelaskan, Pegunungan Bintang lebih dekat ke Jayapura. Oksibil ke Jayapura 35 menit, Jayapura-Oksibil 45 menit, Oksibil-Merauke 1,5 jam, Oksibil-Wamena sejam menggunakan trasportasi udara. Begitu pula transportasi darat dari Oksibil-Wamena belum juga terealisasi.
Saat ini, ujar Yan Bidana, pihaknya tengah membangun jalur transportasi darat dari Towe, Jetfa, Ibot, Suradimo, sepanjang 173 kilo meter yang diperkirakan sudah tersambung ke Oksibil tahun depan. Sedangkan dari aspek kebudayaan, kabupaten yang dipimpinnya lebih dekat dengan masyarakat Towe, Senggi, Waris, Batom, Aboy, dan Batani. “Marga-marga, seperti Ibo, Wally, Malo dan lain-lain ada di Pegunungan Bintang dan ada juga di wilayah lain di Tabi,” kata Yan Bidana lebih lanjut. (Ansel Deri /Odiyaiwuu.com)