DI TENGAH derasnya tantangan zaman, tanah Papua memanggil hati nurani kita. Sebagai sesama anak asli Papua, kita dipanggil untuk mempererat persaudaraan, memperkuat penghargaan, dan memelihara kasih sayang satu sama lain. “Kitong Papua, Kitong Baku Sayang” bukan sekadar semboyan, tetapi jiwa dari hidup bersama yang harus kita hidupi hari ini dan ke depan.
Sebagai saudara sebangsa dan setanah air di bumi Cenderawasih, kita memiliki darah, tanah, dan sejarah yang sama. Kita berasal dari akar yang satu, berakar pada tanah Papua yang suci ini. Karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk saling membenci, memusuhi, atau memprovokasi satu sama lain. Saling menghargai, saling menghormati, dan saling mengakui satu sama lain sebagai saudara adalah jalan sejati menuju Papua yang damai dan kuat.
Sayangnya, dalam kenyataan sehari-hari, kita masih kerap mendapati benih-benih permusuhan tumbuh di antara kita. Perbedaan suku, kelompok, pilihan politik, atau pandangan hidup sering dijadikan alasan untuk saling menjauh, bahkan saling menyerang. Padahal, semua perbedaan itu adalah kekayaan, bukan ancaman. Kita seharusnya merayakan keberagaman kita sebagai anugerah, bukan mengutuknya sebagai pemisah.
Perpecahan hanya akan melemahkan kita. Ketika kita terpecah belah, pihak-pihak yang tidak mencintai Papua akan lebih mudah menguasai, memecah, dan memperlemah semangat juang kita. Karena itu, menjaga persatuan adalah tugas mulia yang harus kita emban bersama. Dengan saling menyayangi, kita membangun benteng yang kokoh untuk melindungi masa depan anak cucu kita.
“Kitong Papua, Kitong Baku Sayang” berarti saya melihat saudara saya sebagai bagian dari diri saya sendiri. Saya menghargai martabatnya, saya menghormati jalannya, dan saya mengakui haknya untuk hidup, berkembang, dan berbahagia di tanah ini. Kita tidak lagi melihat perbedaan sebagai batas, tetapi sebagai jembatan untuk saling mengenal, memperkuat, dan bertumbuh bersama.
Saatnya kita meninggalkan sikap saling curiga, saling serang, dan saling menjatuhkan. Kita harus membangun budaya saling mendukung, saling menguatkan, dan saling membesarkan. Kita perlu menanamkan dalam hati bahwa sesama orang Papua adalah keluarga besar yang harus dijaga dan dipelihara dengan cinta.
Tanah Papua membutuhkan hati-hati yang penuh kasih. Papua membutuhkan suara-suara yang membangun, bukan yang merusak. Papua membutuhkan tangan-tangan yang menggenggam erat satu sama lain, bukan yang melepaskan dan membiarkan sesama jatuh. Hanya dengan kebersamaan, tanah ini akan tetap subur, damai, dan penuh harapan.
Marilah kita jadikan “Kitong Papua, Kitong Baku Sayang” sebagai komitmen suci. Dari kampung-kampung di pesisir hingga lembah-lembah di pegunungan, dari generasi tua hingga generasi muda, dari mereka yang sederhana hingga mereka yang berpengaruh—kita bersatu dalam kasih sayang, dalam tekad yang satu: membangun Papua yang damai, kuat, dan bermartabat.
Karena hanya dengan saling menyayangi, tanah ini akan tetap menjadi rumah damai bagi kita semua, tempat kita hidup berdampingan, saling menguatkan, dan meraih kebahagiaan bersama. (Editor)