MANOKWARI, ODIYAIWUU.com — Jaringan Damai Papua (JDP) mengapresiasi langkah pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia yang telah menggelar diskusi mengenai dialog Papua dengan Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa Bangsa Verónica Michelle Bachelet Jeria di Kantor PBB Janewa, Swiss Kamis (16/6).
Pihak Jaringan Damai Papua memahami bahwa terjadinya diskusi tersebut sesuai tujuan dari Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 75 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta amanat Pasal 4 dan 5 Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Komnas HAM.
“Kami berpandangan, sesungguhnya tidak merupakan sesuatu peristiwa yang perlu dirisaukan atau dibuat ‘bombastis’ bahwa Komnas HAM telah melakukan sesuatu yang istimewa dan bersejarah dalam konteks penyelesaian konflik berlatar belakang sosial politik dan kekuasaan bersenjata yang telah banyak menelan korban orang asli Papua,” ujar Juru Bicara Jaringan Damai Papua Yan Christian Warinussy melalui keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Manokwari, Papua Barat, Jumat (17/6).
Menurut Warinussy, Jaringan Damai Papua telah berulangkali mengingatkan semua pihak, khususnya Presiden Joko Widodo bahwa persoalan sosial, budaya, politik dan ekonomi di tanah Papua seyogyanya didekati untuk diselesaikan secara damai melalui dialog damai sebagai salah satu cara efektif.
Ia menambahkan, Jaringan Damai Papua juga sudah mengingatkan pemerintah bahwa pendekatan militer dengan menempatkan banyak pasukan militer non organik di tanah Papua tidak akan jadi cara efektif dalam konteks penyelesaian masalah sesuai aspek teori resolusi konflik di dunia.
“Justru saat ini pemerintah pusat mengedepankan pendekatan pemekaran wilayah daerah otonomi baru yang sama sekali tidak mempertimbangkan amanat Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua,” lanjut Warinussy, salah seorang pengacara senior di Papua Barat.
Pada bagian lain, ia menegaskan, Majelis Rakyat Papua (MRP) telah berkali-kali mengingatkan pemerintah juga terkait hal tersebut. Oleh sebab itu, Jaringan Damai Papua menyerukan kepada Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachlet untuk dapat menempatkan isu dialog damai guna menyelesaikan konflik sosial politik di tanah Papua sebagai model pendekatan yang perlu mendapat dukungan internasional dari negara-negara anggota PBB.
“Hal ini penting agar memberi desakan kuat kepada pemerintah Indonesia untuk memberi bobot hukum dan politik yang diperlukan dalam mendorong dimulainya dialog Papua-Jakarta dalam waktu dekat. Jaringan Damai Papua yakin bahwa pendekatan keamanan dengan menambah pasukan TNI-Polri di tanah Papua tidak menolong bagi ide dan aspirasi membangun Papua tanah damai,” kata Warinussy.
Justru dengan pendekatan dialog damai, niscaya akan membantu semua pihak untuk menghentikan pertikaian bersenjata dan menurunkan ekskalasi kekerasan di seluruh wilayah tanah Papua.
Karena itu, Jaringan Damai Papua menawarkan agar awal dari rencana membangun damai di tanah Papua dapat dimulai dengan memberlakukan jedah kemanusiaan (humanitarian pause) demi memberi akses bagi dilakukannya aktivitas kemanusiaan demi menolong rakyat Papua yang terjebak dalam berbagai gelombang pengungsian di atas tanah airnya sendiri sejak lebih dari sepuluh tahun terakhir.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan bahwa pihaknya mendapatkan dukungan dari Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet terkait konflik Papua. Taufan menyebut Michelle mendukung upaya Komnas HAM untuk menyudahi konflik yang terjadi di Papua.
“Michelle Bachelet menyampaikan apresiasi atas langkah Komnas HAM RI, khususnya terkait inisiatif dialog damai. Penyelesaian damai Papua merupakan cara terbaik dalam konteks HAM,” kata Taufan melalui keterangan tertulisnya, Jumat (17/6).
Pertemuan antara Komnas HAM dengan Michelle Bachelet dilakukan saat kunjungan ke Kantor PBB Janewa, Swiss Kamis (16/6). Komnas HAM meyakini bahwa dialog damai untuk menyelesaikan konflik di Papua dapat terwujud dengan harapan mendapatkan dukungan dari semua khalayak. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)