Papua Tidak Diam: Bersatu Melawan Rasisme - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Papua Tidak Diam: Bersatu Melawan Rasisme

Papua Tidak Diam: Bersatu Melawan Rasisme. Gambar Ilustrasi: Dok. Odiyaiwuu

Loading

RASISME terhadap orang asli Papua bukan sekadar isu sosial. Ia adalah luka yang terus terbuka, dipelihara oleh sistem, diperkuat oleh prasangka, dan disebarkan dalam diam. Berapa kali lagi orang Papua harus disebut “monyet”? Berapa kali mahasiswa Papua harus dikepung di asrama hanya karena identitasnya? Berapa kali rakyat Papua harus dicurigai hanya karena kulit mereka gelap dan rambut mereka keriting? Rasisme terhadap Papua adalah kenyataan pahit yang terus diulang, dan sudah saatnya rakyat Papua bersatu untuk mengatakan: Cukup sudah!

Rasisme adalah bentuk kekerasan yang paling licik. Ia tak selalu datang dalam bentuk pukulan atau peluru, tetapi menyelinap dalam ucapan, perlakuan, sistem hukum, pelayanan publik, bahkan dalam sikap diam masyarakat luas. Dalam negara yang mengaku menjunjung tinggi keberagaman, orang Papua justru menjadi kelompok yang paling sering disingkirkan dari narasi kebangsaan. Mereka dicap “berbeda”, “bermasalah”, bahkan “berbahaya”. Identitas mereka bukan dirayakan, tapi dicurigai.

Di sinilah kita harus berdiri: melawan rasisme bukan dengan amarah yang tak terarah, tetapi dengan kekuatan persatuan yang kokoh. Orang asli Papua tidak boleh lagi tercerai-berai oleh sekat-sekat politik, suku, gereja, atau kepentingan elit. Rasisme tidak memandang siapa Bupatinya, siapa pendetanya, siapa jenderalnya. Rasisme melihat warna kulit kita dan langsung menghakimi. Karena itu, satu-satunya jalan adalah bersatu sebagai satu bangsa Papua—bangsa yang berdaulat secara harga diri, dan tak bisa ditawar-tawar martabatnya.

Kita tidak boleh lagi berharap belas kasihan dari kekuasaan yang tutup mata terhadap penghinaan yang kita alami. Kita tidak bisa hanya menggantungkan harapan pada negara yang sering kali gagal memberikan keadilan bagi kita. Kita harus bangkit, menyusun kekuatan dari dalam, memperkuat solidaritas sesama orang asli Papua, dan menuntut ruang yang adil dan setara sebagai warga negara yang sah. Kita tidak sedang meminta dikasihani. Kita menuntut hak yang memang menjadi milik kita.

Media massa, gereja, lembaga adat, mahasiswa, perempuan, intelektual, dan seluruh elemen rakyat Papua harus membentuk barisan yang kokoh melawan narasi rasis yang terus dibangun terhadap kita. Jangan diam. Jangan menunduk. Jangan menganggap rasisme sebagai hal biasa. Setiap kali kita diam terhadap hinaan, kita mengizinkan kekuasaan terus menindas kita.

Editorial ini adalah kutukan terhadap segala bentuk rasisme yang selama ini dialami orang Papua. Ini adalah suara perlawanan terhadap sistem yang merendahkan martabat manusia. Ini adalah ajakan bagi seluruh rakyat Papua: bersatulah. Karena hanya dalam persatuan, kita punya kekuatan untuk menghentikan rasisme, memperjuangkan keadilan, dan membela martabat kita sebagai manusia seutuhnya. (Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :