Bayar Bayar Bayar: Kritik yang Menyehatkan Polri - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Bayar Bayar Bayar: Kritik yang Menyehatkan Polri

Bayar Bayar Bayar: Kritik yang Menyehatkan Polri. Gambar Ilustrasi: Istimewa

Loading

LAGU “Bayar Bayar Bayar” yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Band Sukatani telah menggema di tengah masyarakat, menyoroti isu klasik yang terus menjadi perbincangan: praktik suap dalam institusi kepolisian. Dengan lirik yang lugas dan penuh satire, lagu ini menggambarkan keresahan publik terhadap budaya transaksional yang masih terjadi di berbagai sektor, termasuk di jalanan dan kantor-kantor pelayanan publik.

Sebagaimana kritik sosial lainnya, lagu ini memicu reaksi beragam. Di satu sisi, banyak masyarakat yang merasa lagu ini mewakili suara hati mereka—sebuah ekspresi kejujuran terhadap kenyataan yang sering mereka hadapi. Di sisi lain, ada pula pihak yang merasa tersinggung, terutama dari kalangan kepolisian yang menganggap lagu ini sebagai bentuk generalisasi yang mencemarkan nama baik institusi.

Namun, perlu diingat bahwa kritik, dalam bentuk apa pun, adalah bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Musik telah lama menjadi medium yang ampuh untuk menyuarakan kegelisahan sosial, dari lagu-lagu perjuangan di era reformasi hingga kritik terhadap kebijakan publik di masa kini. “Bayar Bayar Bayar” bukanlah sekadar nyanyian protes tanpa dasar, melainkan refleksi dari realitas yang masih menjadi persoalan di negeri ini.

POLRI sebagai institusi yang bertugas melayani dan melindungi masyarakat seharusnya tidak melihat kritik ini sebagai ancaman, melainkan sebagai bahan introspeksi dan motivasi untuk terus berbenah. Reaksi berlebihan terhadap kritik justru akan memperkuat persepsi negatif, sementara respons yang terbuka dan progresif akan menunjukkan bahwa POLRI benar-benar berkomitmen dalam pemberantasan praktik koruptif di dalam tubuhnya sendiri.

Kritik terhadap institusi negara, termasuk kepolisian, bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau ditindak dengan sikap defensif. Sebaliknya, institusi yang kuat adalah yang mampu menerima kritik dengan lapang dada dan menggunakannya untuk membangun perubahan positif. Sejarah membuktikan bahwa banyak reformasi besar dalam institusi negara dimulai dari kritik publik yang terus menerus disuarakan.

Sebagai masyarakat, kita juga memiliki tanggung jawab untuk tidak sekadar mengkritik tanpa solusi. Pemberantasan budaya suap membutuhkan partisipasi semua pihak, termasuk warga yang harus berani menolak memberi suap, serta aparat yang harus tegas dalam menjalankan tugasnya secara profesional dan berintegritas.

Dalam era digital seperti sekarang, suara masyarakat semakin mudah untuk didengar melalui berbagai platform media sosial dan karya seni, termasuk musik. Lagu “Bayar Bayar Bayar” adalah salah satu contoh bagaimana ekspresi kreatif dapat menjadi alat yang kuat untuk membuka mata publik dan mengajak kita semua untuk berpikir lebih dalam tentang permasalahan sosial yang ada.

Lagu “Bayar Bayar Bayar” harus dilihat sebagai cermin yang mengingatkan kita semua bahwa masih ada pekerjaan rumah besar dalam menciptakan pelayanan publik yang bersih dan bebas dari pungutan liar. Daripada membungkam suara kritik, lebih baik kita menjadikannya sebagai cambuk untuk perbaikan. Lagipula, institusi yang kuat bukanlah institusi yang bebas dari kritik, melainkan yang mampu menerima kritik dengan kepala dingin dan menjadikannya sebagai bahan untuk terus berkembang.

Apresiasi terhadap kritik adalah tanda kedewasaan. Sudah saatnya kita mengedepankan keterbukaan dan kejujuran demi kebaikan bersama. Tidak ada yang perlu merasa terancam oleh sebuah lagu—yang perlu kita takutkan adalah jika kita abai terhadap masalah yang sebenarnya sedang diteriakkan oleh lagu tersebut.

Masyarakat berhak atas institusi kepolisian yang profesional, bersih, dan berintegritas. Jika ada pihak yang merasa terganggu dengan kritik yang disampaikan melalui lagu ini, maka solusi terbaik bukanlah membungkam suara tersebut, melainkan membuktikan melalui tindakan nyata bahwa POLRI berkomitmen penuh dalam membersihkan institusi dari praktik korupsi. Transparansi, akuntabilitas, dan reformasi yang berkelanjutan harus terus dikedepankan agar kepercayaan publik semakin kuat dan citra kepolisian sebagai pelindung masyarakat tetap terjaga dengan baik. (Yakobus Dumupa/Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :