Raja Ampat Bukan untuk Dijual - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan

Raja Ampat Bukan untuk Dijual

Raja Ampat Bukan untuk Dijual. Gambar Ilustrasi: Istimewa

Loading

DALAM sepekan terakhir, publik dikejutkan oleh kabar aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Empat perusahaan tambang—PT Gag Nikel (anak usaha Antam), PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa—diketahui melakukan eksploitasi di wilayah pulau-pulau kecil yang seharusnya dilindungi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyatakan bahwa kegiatan ini melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Raja Ampat bukan sekadar gugusan pulau yang indah. Ia adalah pusat keanekaragaman hayati laut dunia, kebanggaan Indonesia, dan simbol harapan hidup masyarakat adat yang menggantungkan kehidupan mereka pada alam. Namun kini, wajah surga itu dicemari kerakusan segelintir elite yang berlindung di balik izin negara dan ambisi investasi.

Lebih dari 500 hektare lahan hijau telah dirusak. Hutan digunduli, tanah dikuliti, dan laut diselimuti lumpur hasil eksploitasi. Terumbu karang yang menjadi rumah bagi ribuan spesies laut terancam mati. Dan yang paling menyayat, masyarakat adat setempat kembali menjadi korban—sebuah pola lama yang terus berulang di Tanah Papua: tanah dirampas, alam dirusak, manusia diabaikan.

Pemerintah memang telah menghentikan sementara aktivitas tambang dan menjanjikan evaluasi. Tapi kita tidak boleh puas dengan tindakan reaktif semacam ini. Langkah ini datang terlambat, ketika kerusakan telah telanjur terjadi dan luka sosial sudah menganga. Ini bukan sekadar soal pelanggaran administratif. Ini adalah pengkhianatan terhadap prinsip keadilan ekologis, kedaulatan masyarakat adat, dan komitmen perlindungan kawasan konservasi.

Raja Ampat telah ditetapkan sebagai kawasan prioritas pariwisata nasional dan bagian dari UNESCO Global Geopark. Namun alih-alih melindungi, negara justru membuka pintu bagi industri tambang dengan dalih hilirisasi nikel untuk industri kendaraan listrik. Di satu sisi kita bicara transisi energi dan pembangunan berkelanjutan, tapi di sisi lain kita membiarkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki.

Kita harus bertanya: Untuk siapa sebenarnya pembangunan ini? Ketika masyarakat adat kehilangan tanah dan lautnya, sementara investor meraup untung besar—di manakah keadilan sosial yang dijanjikan konstitusi?

Sudah waktunya negara menghentikan eksploitasi brutal atas Tanah Papua. Raja Ampat harus segera dibebaskan dari semua aktivitas tambang. Semua izin yang melanggar hukum harus dicabut permanen. Dan yang lebih penting, hak masyarakat adat harus dikembalikan, didengar, dan dihormati.

Tanah Papua bukan tanah kosong. Ia berpenghuni, ia bermartabat. Dan Raja Ampat bukan untuk dijual. Ia milik alam, milik rakyat, dan milik generasi masa depan yang berhak mewarisinya dalam keadaan utuh dan lestari. (Editor)

Tinggalkan Komentar Anda :