TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Tokoh muda Papua Tengah Natalis Edowai menilai, kasus kekerasan yang berujung kematian Pendeta Neles Peuki, Gembala Sidang Jemaat Amin Mogodagi, Distrik Kapiraya Atas, Kabupaten Dogiyai, Senin (24/11) dan kasus tapal batas wilayah kabupaten antara Mimika dan Deiyai, harus dipilah.
“Pembunuhan Pendeta Neles Peuki sangat tidak manusiawi. Apalagi. setelah dibunuh tubuh korban dibakar. Semasa hidup Almarhum melayani jemaat baik dari Mee maupun Kamoro. Kasus pembunuhan itu adalah kriminal murni sehingga apparat keamanan wajib menangkap dan memproses secara hukum pelakunya,” ujar Natalis Edowai di Timika, Papua Tengah, Minggu (30/11).
Sedangkan, soal tapal batas kedua kabupaten adalah tanggung jawab pemerintah kedua wilayah. Pemerintah Kabupaten Mimika dan Deiyai perlu segera memanggil kedua suku yang tinggal di Kapiraya agar duduk bersama, bicara dari hati ke hati agar duduk soal tapal batas jadi clear, jelas.
“Saya usulkan agar pemrintah dua kabupaten yang berada atau tinggal di luar lokasi sengketa sementara tidak dilibatkan. Cukup masyarakat yang tinggal di lokasi tapal batas dihadirkan. Pemkab kedua wilayah tapal batas tanyakan mana batas wilayah pemerintahan dan mana batas tanah adatnya lalu pemerintah putuskan batas pemerintahan. Langkah memastikan tapal batas wilayah adat bisa melibatkan perguruan tingggi seperti Uncen guna melihat dari aspek sosio antropologi,” kata Natalis.
Sedangkan Natalis meminta masyarakat lain dan pihak-pihak di luar otoritas puasa melontarkan komentar berlebihan. Apalagi, tidak tahu-menahu tetapi berkomentar seolah tahu kondisi relasi sosial budaya masyarakat Mee dan Kamoro di Kapiraya berhenti berkoar-koar di publik.
“Pihak lain yang tidak punya otoritas bicara soal Kapiraya sebaiknya berhenti bicara ke publik dengan rangkaian kata-kata indah seakan tahu keadaan di Kapiraya. Padahal ketika masyarakat di Kapiraya lagi susah malah tak kelihatan batang hidungnya. Selama ini masyarakat Mee dan Kamoro baku bantu satu sama lain saat mereka susah sama-sama,” ujar Natalis.
Pemerintah Kabupaten Mimika mengirim tim khusus ke Kapiraya guna membuka ruang dialog bagi masyarakat yang berselisih. Penjabat Sekretaris Daerah Mimika Abraham Kateyau mengatakan, pembentukan tim khusus merupakan respon pemerintah atas dinamika yang belakangan berkembang di Kapiraya.
Abraham mengatakan, konflik yang terjadi saat ini bukanlah gambaran asli hubungan masyarakat setempat. “Kapiraya itu selama ini merupakan kawasan yang dihuni berbagai suku dan mereka hidup berdampingan. Ada persoalan baru yang kemudian memicu ketegangan, termasuk isu tapal batas yang menjadi pemantik,” ujar Abraham di Timika, Mimika, Papua Tengah, Sabtu (29/11).
Menurut Abraham, pemerintah tidak ingin kondisi tersebut meluas. Karena itu, koordinasi dengan Polri-TNI telah dilakukan lebih awal untuk memastikan keamanan di lapangan tetap terkendali.
“Pengamanan sudah berjalan. TNI–Polri berada di lokasi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan memastikan warga tetap merasa aman,” kata Abraham.
Tim khusus yang dibentuk Pemkab kini hanya menunggu perintah akhir untuk diberangkatkan. Mereka akan membawa agenda mediasi, penyampaian imbauan, dan langkah-langkah yang mendukung penyelesaian masalah secara damai.
“Kami sudah siap. Begitu ada instruksi, tim langsung bergerak. Kalau bukan hari ini, kemungkinan besar besok kami turun bersama unsur DPR,” kata Abraham
Pemkab Mimika, ujar Abraham, berharap pendekatan dialogis ini mampu meredakan ketegangan di Kapiraya serta mengembalikan kondisi sosial masyarakat seperti semula. (*)










