DAERAH  

Pesan Natal 2025 Pemuda Katolik Komisariat Daerah Jawa Tengah: Allah Hadir Dalam Keheningan

Pemuda Katolik Komisariat Daerah Jawa Tengah dalam berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan sebagai tanggung jawab moral organisasi kepemudaan bersama pemerintah, gereja, dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk membangun dunia yang lebih solider dan humanis. Berbagai aktivitias sosial ini sekaligus menjadi kado Natal tahun 2025. Foto: Istimewa

SEMARANG, ODIYAIWUU.com — Pengurus Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Jawa Tengah, Senin (22/12) menyampaikan pesan Natal tahun 2025. Dalam pesan Natal bertajuk Firman yang Berinkarnasi dan Tanggung Jawab Merawat Rumah Bersama (Yohanes 1:14), Pemuda Katolik Komda Jawa Tengah mengatakan, Natal tidak hanya dihayati sebagai perayaan liturgis, melainkan sebagai momentum untuk berhenti sejenak dan membaca kembali tanda-tanda zaman.

“Dalam kesederhanaan palungan Betlehem, Firman Allah berkenan menjadi manusia dan tinggal di tengah dunia yang rapuh. Allah hadir tidak melalui gemuruh kuasa dengan jubah kemegahan, melainkan dalam keheningan yang mengundang permenungan dan pengharapan,” ujar Ketua Pemuda Katolik Komda Jawa Tengah Petrus Bangkit Nugroho dan Sekretaris Antonius Bambs dari Semarang, Jawa Tengah, Senin (22/12).

Di situlah iman Katolik menemukan kedalamannya: Allah tidak menjauh dari sejarah manusia dan ciptaan, tetapi memilih hadir di dalamnya – sederhana apa adanya. Inkarnasi menjadi tanda bahwa kehidupan manusia dan alam ciptaan memiliki martabat yang patut dirawat bersama.

Sejalan dengan Tema Natal 2025 dan Arah Dasar IX Keuskupan Agung Semarang, Pemuda Katolik Jawa Tengah memaknai Natal sebagai panggilan keluarga besar Katolik untuk menghidupi iman yang semakin dewasa, tangguh, dan bertanggung jawab.

Quaerere et salvum facere (mencari dan menyelamatkan) menjadi dasar Natal mengajak kita menyadari bahwa iman tidak berhenti pada kontemplasi, pada kesalehan personal, dan ruang persekutuan doa saja, tetapi menemukan wujud nyatanya cancut taliwondo dalam keberanian bersikap serta terlibat pada kesetiaan merawat kehidupan bersama—di tengah realitas sosial, kebangsaan, dan ekologis yang kian kompleks,” kata Nugroho dan Bambs.

Menurutnya, realitas sosial-politik kebangsaan saat ini memperlihatkan paradoks yang tidak dapat diabaikan. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi terus digenjot, energi dikejar, pangan diproduksi, tanah diolah, dan hutan dibuka. Namun di saat yang sama, kerusakan ekologis semakin nyata dan berulang.

“Deforestasi, ekspansi perkebunan yang mengabaikan daya dukung lingkungan, aktivitas pertambangan yang tidak bertanggung jawab, serta meningkatnya bencana ekologis menunjukkan bahwa relasi manusia dengan alam belum sepenuhnya diletakkan dalam kerangka etika dan tanggung jawab moral,” ujar Nugroho dan Bambs.

Publik menyaksikan bumi mulai letih: hutan menipis, sungai mengeruh, tanah merekah, dan udara terasa berat. Bukan karena alam marah, melainkan karena manusia kerap lupa mendengarkan.

Dalam terang iman, katanya, krisis ekologis bukan semata persoalan teknis atau kebijakan, melainkan persoalan cara pandang. Alam sering kali diposisikan hanya sebagai objek eksploitasi, bukan sesama dalam keluarga ciptaan yang memiliki martabat.

“Natal mengoreksi cara pandang ini. Allah tidak memilih hadir di ruang yang steril dan megah, melainkan dalam dunia yang terluka dan terbatas. Inkarnasi menjadi kritik diam terhadap keserakahan yang mengorbankan manusia dan bumi demi keuntungan jangka pendek segelintir pihak,” kata Nugroho dan Bambs.

Sejalan dengan semangat ensiklik Laudato Si’ dan seruan apostolik Laudate Deum, Pemuda Katolik Jawa Tengah menegaskan bahwa krisis lingkungan hidup adalah krisis relasi: relasi manusia dengan Allah, dengan sesama, dan dengan alam.

Karena itu, lanjutnya, jawaban atas krisis ini tidak cukup berhenti pada teknologi dan regulasi, melainkan menuntut pertobatan cara hidup. Dibutuhkan kesadaran ekologis yang berakar pada iman, disertai keberanian moral untuk menata ulang arah pembangunan agar berpihak pada keberlanjutan dan keadilan antar generasi.

“Sebagai kaum muda Katolik, Pemuda Katolik Jawa Tengah menyadari panggilan untuk menghidupi spiritualitas inkarnasi: iman yang membumi, reflektif, dan bertanggung jawab. Dalam semangat discernment, kami terus belajar membaca di mana Tuhan sedang berkarya di tengah realitas bangsa, serta bagaimana kami dipanggil untuk terlibat secara dialogis, rasional, dan solider,” katanya.

Pemuda Katolik Jawa Tengah tidak ingin menjadi generasi yang lantang berbicara namun sunyi bertindak. Karena itu, memilih untuk hadir melalui langkah-langkah nyata: menanam, bukan hanya menuntut; merawat, bukan sekadar mengkritik.

“Kami percaya bahwa perubahan yang lahir dari kesadaran dan kesetiaan akan lebih bertahan lama daripada perubahan yang digerakkan oleh kemarahan sesaat. Kehadiran kami di ruang publik tidak dimaksudkan untuk menghakimi, melainkan untuk mengingatkan, mengajak, dan bekerja bersama demi kebaikan Bersama, bonum commune,” ujar Nugroho dan Bambs.

Natal juga mengingatkan bahwa terang tidak selalu hadir dalam bentuk yang besar dan mencolok. Sering kali, terang justru hadir melalui kesetiaan kecil yang dijalani secara konsisten. Di tengah tantangan kebangsaan dan krisis ekologis, Pemuda Katolik Jawa Tengah berkomitmen untuk terus menanam harapan melalui pendidikan kesadaran lingkungan, aksi nyata merawat alam, dialog lintas iman, serta keterlibatan aktif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

“Natal 2025 menjadi momentum untuk memperbarui komitmen bersama. Kiranya kehadiran Kristus yang berinkarnasi menuntun Jawa Tengah untuk semakin bijaksana dalam mengelola alam, semakin adil dalam membangun bangsa, dan semakin rendah hati dalam menjalani panggilan sebagai penjaga kehidupan. Selamat Natal 2025. Tuhan yang berkenan tinggal di tengah ciptaan menyertai perjalanan bangsa Indonesia dan seluruh rumah bersama kita,” kata Nugroho dan Bambs. (*)