GELOMBANG dukungan untuk Palestina di kalangan masyarakat Indonesia bukanlah hal baru. Akar sejarah, solidaritas keagamaan, dan empati kemanusiaan seringkali menjadi fondasi kuat bagi sentimen anti-Israel yang dominan di sebagian besar wilayah. Namun, di ujung timur Indonesia, di tanah Papua yang kaya akan keberagaman pandangan, sebuah narasi yang berbeda justru mengemuka dengan jelas. Di sana, dukungan terhadap Israel bukan lagi bisikan minoritas atau pandangan tersembunyi, melainkan ekspresi kolektif yang kian hari kian lantang dan terlihat. Fenomena ini, meski terkesan paradoks bagi sebagian pihak, secara fundamental menyimpan pelajaran berharga tentang esensi demokrasi sejati dan kebebasan berpendapat yang harus kita junjung tinggi sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila.
Pemandangan bendera Israel berkibar di berbagai sudut Papua, doa bersama untuk kedamaian Israel yang dipanjatkan di berbagai rumah ibadah, hingga aksi damai yang menyuarakan solidaritas, menjadi pemandangan yang mungkin asing dan mengejutkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Mengapa Papua, dengan segala kompleksitas persoalan internalnya dan perjuangan panjangnya, justru menaruh simpati pada negara yang tengah menjadi sorotan dunia akibat konflik berkepanjangan dengan Palestina? Jawabannya tentu tidak tunggal, melainkan berlapis dan multidimensional, semuanya bermuara pada hak asasi dan demokratis.
Pertama, sejarah kelam penjajahan dan perjuangan meraih hak penentuan nasib sendiri yang dialami rakyat Papua mungkin menjadi salah satu pendorong empati mendalam terhadap bangsa lain yang dianggap memiliki narasi serupa dalam sejarah mereka. Kedua, kedekatan historis dan teologis sebagian besar komunitas Kristen di Papua dengan Tanah Suci dan narasi Alkitab juga menjadi faktor signifikan yang membentuk pandangan mereka. Lebih dari itu, pada intinya, dukungan ini adalah wujud nyata dari kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan memilih, sebuah hak fundamental yang secara eksplisit dijamin oleh konstitusi negara kita. Ini adalah hak asasi manusia yang tidak boleh diintervensi oleh pandangan mayoritas, menjadikannya tindakan yang sepenuhnya demokratis.
Pemerintah Indonesia secara resmi memang melarang dukungan terhadap Israel atas dasar penjajahan terhadap Palestina. Posisi ini adalah kebijakan luar negeri yang sah dan merupakan hak negara. Namun, semangat demokrasi yang kita junjung tinggi sebagai bangsa seharusnya memberikan ruang yang lapang dan aman bagi setiap warga negara, termasuk mereka yang berada di Papua, untuk memiliki pandangan dan menyuarakan keyakinannya tanpa takut akan stigmatisasi, intimidasi, atau penindasan. Hak untuk mendukung Palestina adalah sah dan diakui bagi sebagian besar WNI, lalu mengapa hak yang sama untuk mendukung Israel tidak berlaku adil bagi saudara-saudara kita di Papua yang memiliki perspektif berbeda? Ini adalah pertanyaan fundamental tentang konsistensi dan kematangan demokrasi kita.
Ini bukan tentang memilih pihak mana yang “benar” atau “salah” dalam konflik Timur Tengah yang rumit dan telah berlangsung puluhan tahun. Ini adalah tentang pengakuan terhadap keberagaman pemikiran, sensitivitas keyakinan, dan hak setiap individu untuk menentukan pandangan politiknya berdasarkan pemahaman dan kepercayaan mereka. Demokrasi yang matang adalah ketika perbedaan pendapat tidak lantas dianggap sebagai pengkhianatan terhadap bangsa atau pembangkangan terhadap negara, melainkan sebagai kekayaan perspektif yang justru memperkaya diskursus publik dan menguji kedewasaan kita sebagai warga negara demokratis.
Dukungan rakyat Papua terhadap Israel adalah cerminan otentik dari hak mereka untuk berpendapat, hak untuk bersolidaritas dengan siapa pun yang mereka yakini memiliki narasi yang relevan bagi mereka, dan hak untuk memiliki interpretasi sendiri terhadap isu-isu global yang kompleks. Sama halnya dengan jutaan WNI lainnya yang memiliki pandangan berbeda-beda terhadap berbagai isu dunia, suara Papua ini adalah bagian integral, sah, dan tak terpisahkan dari mozaik demokrasi Indonesia yang berwarna-warni. Tindakan ini sepenuhnya konsisten dengan nilai-nilai demokrasi yang kita banggakan.
Tujuan utama dari pembahasan ini adalah untuk menegaskan dan melindungi hak rakyat Papua untuk memiliki pandangan mereka sendiri dan menyuarakannya secara bebas, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Ini adalah ujian nyata bagi kedewasaan demokrasi kita, sebuah pengingat bahwa kebebasan berpendapat adalah hak yang melekat pada setiap warga negara, tanpa terkecuali, dari Sabang hingga Merauke. Biarkan suara dari balik bukit barisan itu bergema dengan jelas dan didengar, karena di sanalah salah satu wujud nyata dari bagaimana demokrasi berfungsi dan berkembang di Indonesia. (Editor)