Oleh Ansel Deri
Umat Gereja Santo Agustinus, Paroki Halim Perdanakusuma Jakarta
UMAT Kristiani serentak Natal, perayaan memperingati kelahiran Kristus Yesus di kandang Betlehem. Natal serentak menjadi perayaan sosial bersama umat beragama tak hanya Kristiani.
Aneka aktivitas sosial yang melibatkan individu maupun kelompok dilakukan semisal memberikan santunan kepada para penghuni panti asuhan, kelompok lanjut usia (lansia), kelompok disabilitas, fakir miskin, dan kaum dhuafa hingga orang-orang yang layak membutuhkan di sekitarnya berlangsung dalam rangkaian perayaan dan semarak Natal.
Berbagai kelompok, baik dari kalangan pemerintah pusat hingga daerah, perusahaan, paguyuban, dan lain-lain melaksanakan kegiatan sosial sebagai bagian tak terpisahkan memaknai dan merayakan kemeriahan Natal.
Solidaritas antarsesama manusia abai sekat-sekat sosial terus berdenyut dalam wujud kebajikan (al-Birr): saling tolong-menolong memberikan kado atau bingkisan kepada mereka yang membutuhkan dan pantas dibantu. Wujud kebajikan antar sesama makhluk ciptaan-Nya, menegaskan arti dan makna sesungguhnya dari Natal bagi umat Kristiani.
Dua lembaga keagamaan besar di Indonesia, PGI dan KWI menyodorkan pesan Natal bertajuk Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga (Matius 1:21–24). Dalam pesan Natal 2025, Ketua Umum PGI Pendeta Jacklevyn Fritz Manuputty dan Sekretaris Umum Pendeta Darwin Darmawan serta Ketua Presidium KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC dan Sekretaris Jenderal Mgr Adrianus Sunarko, OFM menguraikan makna Natal berpijak tema itu.
Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga di atas mengajak umat Kristiani melihat kembali peristiwa kelahiran Yesus Kristus bukan sekadar sebagai kisah masa lalu, tetapi kehadiran Tuhan yang nyata di tengah dinamika kehidupan keluarga sehari hari. Tema itu sekaligus menegaskan makna keselamatan dan kehadiran Allah yang menyembuhkan serta memulihkan keluarga dari berbagai tantangan modern seperti ekonomi, kesehatan mental, dan hubungan antar generasi.
Bagi umat Kristiani, Natal merupakan perayaan kehadiran Allah dalam diri putra-Nya Kristus Yesus yang lahir di tengah umat manusia, termasuk di tengah keluarga. Kita percaya bahwa karya keselamatan Allah terjadi dan dialami di tengah keluarga.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, makna Natal mengajak seluruh komponen masuk ke kedalaman tindakan konkrit relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama atau merujuk terminologi khasana dunia Islam disebut hablumminallah dan habluminannas.
Perayaan Kemanusiaan Universal
Kemeriahan Natal bukan sekadar dialami umat Kristiani. Dalam kemeriahan Natal bersemayam pula perayaan kemanusiaan universal manusia sebagai makhluk sosial yang percaya kepada Tuhan sebagai Alfa dan Omega (Awal dan Akhir). Saling membantu, tolong-menolong satu sama lain lalu bergerak lebih dalam mewujud silaturahmi antar sesama umat manusia adalah pesan sosial universal dalam setiap kemeriahan perayaan Natal.
Pesan para tokoh non Kristiani, terutama para ulama Islam Indonesia dan dunia tentang arti damai dan solidaritas antarsesama umat manusia adalah pelajaran penting bagi umat Kristiani saat merayakan Natal. Natal tahun ini, sekaligus mengingatkan penulis pada kata-kata Ulama Besar Siria Syeikh Said Ramadhan Al-Buthi dalam Istifta al-Naas.
Kata Syeikh Said Ramadhan Al-Buthi merujuk Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Husein Muhammad, “Kami di Siria tempat kelahiran agama-agama, pusat peradaban, tempat perjumpaan gagasan kemanusiaan dan cahaya toleransi, menghargai seluruh warga/penduduk dengan segala perbedaannya, untuk menyampaikan Selamat Natal. Semoga hari-harinya selalu baik dan diberkati Tuhan.” (jabar.nu.or.id, Kamis, 26 Desember 2024).
Ucapan Natal kepada umat Kristiani, ujar Syeikh Said Ramadhan Al-Buthi, merupakan bentuk “al-Birr” (kebajikan). “Tuhan tidak melarang bahkan senang jika kita melakukan kebaikan dan bertindak adil. Apalagi jika mereka memberikan ucapan selamat kepada hari raya kita. Allah mengatakan: ‘Jika kamu memeroleh kehormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan cara yang lebih baik atau minimal dengan penghormatan yang sama’,’’ ujar Syeikh Said Ramadhan Al-Buthi.
Frasa penuh makna ini lahir dari seorang ulama besar di belahan bumi jauh dari Indonesia, Ibu Pertiwi seperti Syeikh Said Ramadhan Al-Buthi. Pesan menyejukkan ulama besar Siria itu sangat relevan bagi umat Kristiani di Indonesia yang tengah merayakan Natal.
Persis di sini, kata-kata Menteri Agama Republik Indonesia Prof Dr Nasaruddin Umar, MA sangat relevan dan menjadi panduan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang heterogen. Umat beragama perlu menjaga harmoni di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang plural.
Menenggelamkan Ego
Natal tahun 2025 mengajak umat Kristiani memahami pula arti penting merawat harmoni di tengah kehidupan masyarakat yang heterogen. Ihwal harmoni juga menjadi salah satu poin yang diingatkan sambutan Menteri Nasaruddin saat berlangsung Malam Penganugerahan Harmony Award kepada para kepala daerah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tahun 2025 bertajuk Sinergi Kolaborasi untuk Indonesia Rukun di DoubleTree Hilton Hotel, Jalan Griya Utama, Sunter Agung, Jakarta, Jumat (28/11) lalu.
Nasaruddin, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, menegaskan harmoni tak lain adalah upaya menciptakan sebuah kesetaraan, kejujuran secara objektif, dan paling penting adalah keadilan. Harmoni bisa terwujud manakala substansi (keadilan) itu terwujud pula. Harmoni bisa terwujud manakala kita (warga negara, umat) memiliki kemampuan akomodatif dengan menenggelamkan ego individu, ego sektoral, dan ego lokal.
Harmoni Award yang diselenggarakan Kementerian Agama Republik Indonesia sekaligus membuktikan bahwa kementerian yang ia pimpin tidak hanya mengeluh saat terjadi konflik namun mampu memberikan penghargaan manakala tercipta sebuah keharmonisan. Kementerian Agama, lanjut Nasaruddin tidak hanya pintar mengeluh saat terjadi fenomena intoleransi dalam masyarakat tetapi mampu juga memberikan apresiasi terhadap para pewujud yang menghadirkan toleransi di tengah masyarakat.
Fenomena intoleransi kerap muncul di tengah masyarakat sehingga peran pemerintah, tokoh agama, dan seluruh elemen menjadi penting merawat toleransi sebagai modal meraih kebaikan bersama (bonume commune) dalam satu keluarga sebagai bangsa yang besar. Karena itu, pesan Natal 2025 PGI dan KWI bertema Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga menjadi relevan bagi umat Kristiani dan panduan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Menggugat Tanggung Jawab Negara Agama-Agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia (2010) M Amin Abdullah mengingatkan, kalau saja ketiga agama abrahamik —Yahudi, Kristen, dan Islam— sama-sama memahami, menjaga kedudukan, dan selalu committed pada kalimatun sawa (sebagai common platform) maka konflik antar-umat manusia yang mengatasnamakan agama tidak perlu terjadi.
Bagi umat Kristiani, Natal adalah perayaan kelahiran Kristus Yesus di kandang Betlehem. Natal menyimpan pesan cinta kasih, harapan, dan kedamaian, yang harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata melalui sikap mengampuni, peduli sesama, kebajikan, berbagi, bersyukur, menjaga kerukunan, dan hidup sederhana demi meraih harmoni.
Pesan para pemimpin formal, para pemimpin agama, ulama, dan cerdik pandai tentang arti saling menghargai dalam keberagaman, solider, kerja sama, saling tolong-menolong sebagai sesama makluk peziarah sudah cukup menjadi bekal umat beragama.
Selamat Natal bagi umat Kristiani. Terima kasih kepada para pemimpin dan umat beragama lain yang ambil bagian dalam aksi sosial guna menyukseskan dan menyemarakkan Natal tahun 2025. Tuhan berkati selalu.










