Membangun Inovasi dan Agile Mindset di Papua - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Membangun Inovasi dan Agile Mindset di Papua

Ben Senang Galus, penulis buku Pemikiran Ekonomi dari Zaman Klasik sampai Era 4.0; tinggal di Yogyakarta. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Ben Senang Galus

Penulis buku Kuasa Kapitalis dan Matinya Nalar Demokrasi;

tinggal di Yogyakarta

ISU KEMISKINAN, turunnya derajad kesehatan, dan rendah mutu pendidikan di tanah Papua mendorong pemerintah memekarkan Papua dari dua provinsi menjadi lima provinsi. Dengan menambah dua provinsi, hal yang paling urgen ialah menambah anggaran pembangunan dan membenahi sumber daya manusia (SDM) birokrasi yang bermutu.

Jika anggaran tidak mencukupi, salah satu jalan terbaik ialah menghadirkan investor untuk menambah kekuatan modal anggaran daerah. Jika menghadirkan investor menjadi salah satu pilahan, setidaknya pemerintah provinsi baru harus memahami karakter investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah.

Sekurang-kurangnya ada empat alasan. Pertama, keadaan politik dan keamanan yang stabil dan memberikan kepastian untuk berusaha. Kedua, birokrasi yang luwes dan proaktif, sehingga bisa melayani keinginan pengusaha tetapi dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku.

Ketiga, mampu memberikan iklim yang kondusif untuk berusaha. Keempat, harus memperhitungkan aspek sosial budaya sehingga tidak menimbulkan konflik realistis dan non realistis yang menghancurkan sistem sosial budaya yang permanen di daerah itu.

Berpikir entrepreneurial

Merujuk keempat alasan tersebut, daerah otonomi baru Papua (DOBP) harus mengimbanginya dengan cara berpikir entrepreneurial, yakni mampu mengurangi masalah yang kompleks menjadi sederhana dan mudah dipahami, mampu meningkatkan rasa percaya diri orang lain atau bawahan ketika berhadapan dengan situasi yang kompleks, mengembangkan DOB menuju incoporated dengan menciptakan competitiveness strategy serta perubahan paradigama manajemen pemerintah yang bersih, clean governance.

Untuk mewujudkan hal itu perlu diciptakan good governance sehingga dapat melaksanakan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan serta memacu diri meningkatkan kapabilitas birokrasi, yakni kemampuan untuk melakukan dan mengembangkan tindakan kolektif secara efisien. Dengan peningkatan kapabilitas dapat melakukan perubahan yang berkesinambungan demi terciptanya economic opportunity melalui kebijakan-kebijakan birokrasi yang business oriented.

Tidak ada cara yang lebih baik selain melakukan inovasi dan membangun “agile mindset”, yang berorientasi kepada kebutuhan pasar berdasarkan keadaan masyarakat, yang tidak hanya mencakup perubahan menuju “best practice” atau menyediakan informasi yang mudah diakses.

Pada tahap agile mindset lebih kepada how to response the changes. Sebuah konsep yang mengharuskan setiap individu memiliki kemampuan yang tangkas untuk mampu beradaptasi dengan perubahan, tetapi yang lebih penting inovasi itu sendiri harus melembaga dalam pola pikir aparatur birokrasi dan benar-benar dipahami.

Birokrasi dengan agile mindset juga perlu percaya kepada keputusan, inisiatif, inovatif, dan eksekusi dari kelompok-kelompok kecil yang secara mandiri (dalam hal ini para petani) tetapi jelas targetnya. Hal ini juga dimungkinkan dengan networking luas dengan kelompok pengusaha lokal dan petani sukses sehingga tidak fokus pada orang-orang itu saja atau kroni-kroni saja (Kompas, 16/5/2020).

Selain dengan cara membangun agile mindset, gubernur sebagai top manajer, memiliki kesadaran growth mindset sebagai penentu masa depan DOB. Dengan cara demikian DOB tidak lagi menjadi daerah tertinggal dalam daftar provinsi se Indonesia.

Robert Klonoski, JD, Mary Baldwin College dalam How Important is Creativity (2012) mengatakan, no matter how intelligent you are, you can always get better, sometimes you can improve a lot. You can substitute any ability or talent for intelligence.

Agile mindset ini berbeda dengan doing agile atau being agile. Hal ini karena mindset akan menjadi landasan bagaimana individu kemudian bersikap terhadap segala rintangan yang dihadapinya. Dalam birokrasi dengan agile mindset, seluruh aparatur birokrasi akan melihat kegagalan sebagai sebuah kesempatan belajar dan berinovasi.

Perbedaan pendapat dan cara berpikir yang berbeda dalam suatu birokrasi diterima sebagai suatu inovasi baru dalam pengembangan manajemen birokrasi, bahkan dianggap (meminjam Robert Klonoski, JD, Mary Baldwin College) sebagai fun at work. Mereka menyebut, the agile mindset believes that we are all a work in progress. It continues to change and grow as we learn more about it. If we are lucky, this will never end because it will never be perfect.

Jika Pemda di DOB membangun mindset agility, ia tidak akan takut pada perubahan. Sebab perubahan adalah suatu yang pasti menjanjikan masa depan DOB yang makmur sejahtera. Dengan munculnya berita di media bahwa sejumlah kabupaten di bawah DOB termasuk dari sekian kabupaten termiskin di Papua.

Paradoksal, di mana DOB merupakan surplus SDA yang melimpah. Maka dengan membangun agile mindset ini penulis yakin dan percaya kelak akan keluar dari cap tiga jari kemiskinan.

Langkah inovasi dalam membangun brand DOBP agar memiliki perceived value yang unggul, paling tidak harus melakukan enam langkah berikut sebagaimana dianjurkan pakar manajemen Donald F dalam The Global Public Management Revolution (2004) berikut ini.

Pertama, produktivitas, dapat menghasilkan lebih banyak pelayanan dengan memungut (pajak) lebih rendah. Ini akan meningkatkan daya saing. Kedua, marketization, harus dapat menggunakan market-style incentives untuk membasmi penyakit birokrasi pemerintah.

Ketiga, orientasi pelayanan harus dapat mencari jalan bagaimana menjalin hubungan yang lebih baik dengan warganya. Keempat, desentralisasi, harus dapat mendorong jajarannya untuk melaksanakan program yang lebih responsif dan efektif.

Kelima, kebijakan senantiasa meningkatkan kapasitasnya untuk merumuskan dan menjalankan kebijakkannya dengan benar. Keenam, accountability for result, senantiasa meningkatkan kemampuannya agar bisa mewujudkan apa yang dijanjikan.

Agenda utama

Enam langkah tersebut harus menjadi agenda utama Pemda DOB ke depan dengan menetapkan sekurang-kurangnya empat strategi percepatan pembangunan. Pertama, menjadikan salah satu atau lebih sektor atau sesuai dengan potensi wilayah kampung/distrik sebagai brand.

Kedua, peningkatan kualitas SDM agar produktivitasnya meningkat dengan cara mengikuti pelatihan yang sederhana. Ketiga, perbaikan fasilitas publik termasuk infrastruktur sehingga mendorong masyarakat lebih giat lagi menata perekonomiannya.

Keempat, mengembalikan kepercayaan dan harga diri masyarakat bahwa mereka bisa mandiri tanpa harus bergantung kepada pemerintah.

Agenda pembangunan DOB ke depan lebih diarahkan memfasilitasi infrastruktur (pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan) guna memacu kinerja ekonomi masyarakat. Ini adalah bagian dari apa yang disebut entrepreneural government (pemerintah wirausaha).

Jika entrepreneural government yang menjadi pilihan, maka manajemen program percepatan pembangunan dapat terukur secara jelas dan menghasilkan kemakmuran bagi masyarakat DOB. Pemerintah wirausaha mengedepankan mutual trust and commitment dengan warganya.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan hadirnya ethics and morals based on the commitment of clean, transparent and professional values (etika dan moral yang berlandaskan pada komitmen nilai bersih, transparan, dan profesional). Dengan adanya aparat pemerintah yang menjunjung tinggi nilai bersih, transparan dan profesional maka diharapkan akan mampu memberikan prime public service.

Peran birokrasi dalam menciptakan DOB incoporated terutama adalah menyediakan infrastruktur. Sebab infrastruktur merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan ekonomi, tetapi ada yang lebih penting yaitu branding.

Pemda DOB perlu membangun brand atau merek bagi daerah yang di antaranya berupa reputasi untuk meningkatkan daya saing. Brand, jaringan, dan data base adalah intangible asset yang mampu mencakup skill individual atau kelompok/masyarakat yang terkoordinasikan juga menjadi sumber keunggulan bersaing, di antaranya unsur pembentuk daya saing itu yaitu (i) perekonomian, (ii) keterbukaan, (iii) sistem keuangan, (iv) infrastruktur, (v) ilmu pengetahuan dan teknologi, (vi) governance dan kebijakan, dan (vii) manajemen mikroekonomi.

Sejalan dengan itu, langkah strategis yang perlu dilakukan oleh Pemda DOB adalah dengan menetapkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat secara demokratis, akuntabel, transparan, dan berkeadilan (hindari kebijakan dalam ruang gelap). Perubahan-perubahan tersebut lebih mengarah pada perubahan paradigma manajemen Pemda DOB.

Untuk mewujudkan itu semua Pemda DOB, selaku institusi yang menggerakkan kemajuan DOB harus mengubah cara berpikir lama (birokrasi asal jadi, SPJ beres) menuju cara berpikir “agile mindset”, yang biasanya terlihat dari inovasi, kemampuan menjangkau pasar, memberikan solusi melalui kelompok-kelompok kecilnya, dan berkolaborasi dalam network yang bermanfaat. Semoga!

Tinggalkan Komentar Anda :