DAERAH  

Kodam Cenderawasih Bantah Isu Dugaan Serangan Drone di Yahukimo, Tunggu Hasil Penyelidikan

Warga korban serangan bom udara di Kota Dekai, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan saat dibawa warga. Bom dijatuhkan Selasa (25/11) sekitar pukul 21.00 WIT. Foto: Istimewa

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Pihak Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih angkat bicara merspon informasi yang merebak di media online dan media sosial terkait dugaan penggunaan drone bomber oleh aparat TNI-Polri di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan.

Bom yang menggunakan drone tersebut terjadi tepat di atas rumah warga sipil di Jalan Gunung, kota Dekai, Kabupaten Yahukimo, Selasa (25/11) sekitar pukul 21.00 WIT. Akibat ledakan bom tersebut, seorang warga meninggal dan melukai satu orang lainnya.

Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Letkol Inf Tri Purwanto, SIP menegaskan, informasi adanya dugaan penggunaan bom tersebut tidak benar dan berpotensi memicu kesalahpahaman di tengah masyarakat.

“Kami sudah berkoordinasi dengan aparat TNI-Polri bahwa tidak ada aktivitas pergerakan drone dari aparat TNI-Polri pada tanggal 25 November 2025,” ujar Tri Purwanto dari Jayapura, Papua, Sabtu (29/11).

Tri Purwanto juga menambahkan, ledakan yang menimbulkan korban jiwa dan luka tersebut kemungkinan berasal dari bahan peledak rakitan atau molotov yang gagal dibuat yang meledak saat dirakit. Namun, pihaknya memastikan dugaan tersebut masih dalam proses pendalaman di lapangan.

Saat ini, lanjut Purwanto, pihak TNI-Polri masih melakukan penyelidikan untuk memastikan penyebab pasti insiden yang terjadi pada malam hari. Ia juga menekankan pentingnya menunggu hasil investigasi resmi agar tidak menimbulkan keresahan maupun provokasi.

“Kami mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terbukti kebenarannya. Seluruh pihak terkait sedang bekerja untuk mengungkap fakta sebenarnya,” ujar Purwanto.

Media ini sebelumnya memberitakan, serangan bom udara menggunakan drone di rumah warga sipil di Dekai, Kabupaten Yahukimo, berujung naas. Listin Sam (17), siswa SMK Negeri 2 Dekai tewas. Sedangkan masyarakat Dapla mengalami luka berat akibat ledakan granat tepat di dalam kamar tidur saat bom dijatuhkan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mengatakan, pihak AII mengecam keras serangan drone di Jalan Gunung, Dekai, Yahukimo, Selasa (25/11) sekitar pukul 21.00.

Kecaman tersebut muncul merespon dugaan serangan drone yang berujung Listin Sam (17), siswa SMK Negeri 2 Dekai tewas. Sedangkan masyarakat Dapla mengalami luka berat akibat ledakan granat tepat di dalam kamar tidur saat bom dijatuhkan.

“Kami mengecam keras kekejaman dalam bentuk serangan drone yang menewaskan satu warga sipil dan melukai satu warga lainnya di Yahukimo. Insiden ini menunjukkan warga terus menjadi korban dari eskalasi konflik yang terjadi di Papua antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata tanpa upaya serius melindungi Masyarakat,” ujar Usman melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (28/11).

Usman menegaskan, serangan dengan menggunakan drone yang berakibat terbunuhnya warga masyarakat adalah pelanggaran hukum internasional. Laporan pemberitaan menyebutkan, serangan drone telah menghancurkan sebuah rumah di Kota Dekai.

“Otoritas Indonesia wajib mematuhi kewajiban mereka di bawah hukum internasional yang mengharuskan semua pihak dalam konflik bersenjata untuk membedakan antara warga sipil dan kombatan serta menahan diri dari melakukan serangan yang menyasar warga sipil tanpa pandang bulu,” kata Usman.

Menurut Usman, Amnesty International menyerukan kepada pihak berwenang di Indonesia, termasuk kepolisian untuk melakukan investigasi yang cepat, independen, tidak memihak serta efektif atas serangan drone mematikan ini.

“Segera bentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengusut insiden berdarah ini. Polisi juga harus segera mengungkap ke publik siapa pemilik drone tersebut,” kata Usman.

Pihak AII juga mendesak Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) dan lembaga independen lainnya untuk secara aktif melakukan investigasi yang terbuka dan imparsial demi terpenuhinya rasa keadilan bagi keluarga korban.

“Siapa pun pelakunya baik itu aktor negara maupun non-negara, kasus ini harus diadili melalui peradilan umum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Langkah ini penting untuk memastikan terpenuhinya prinsip equality before the law dan menghindari impunitas, yang selama ini kerap menjadi pola ketika aparat keamanan melakukan kekerasan di Papua,” ujar Usman. (*)