Oleh Simon Tabuni, SS, MA
Kandidat Doktor di Department of Linguistics and Philology, Uppsala University, Swedia
PROGRAM pemberdayaan pemuda melalui petani milenial telah berjalan dan menunjukkan kemajuan di berbagai daerah di Indonesia. Namun, program ini belum menjadi perhatian serius pemerintah daerah di tanah Papua.
Hingga saat ini, belum terdapat nomenklatur petani milenial dalam program-program dinas pertanian daerah, sehingga tidak tersedia alokasi anggaran khusus untuk pemberdayaan petani milenial. Padahal, pemerintah daerah di tanah Papua perlu berani berinvestasi pada pemuda sebagai aset pembangunan jangka panjang.
Catatan ini bertolak dari pengalaman penulis dalam menggalakkan program petani milenial di tanah Papua melalui organisasi kepemudaan yang bergerak di bidang pertanian dan ekonomi secara umum. Penulis juga seorang wirausahawan muda pertanian.
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat vital dalam perekonomian Indonesia. Pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, penghasil devisa melalui ekspor, pendukung stabilitas sosial ekonomi, serta berperan sebagai landasan ketahanan pangan nasional.
Peran signifikan di tingkat nasional tersebut tidak terlepas dari kontribusi daerah. Oleh sebab itu, penguatan sektor pertanian yang berkelanjutan, modern, dan berkeadilan harus terus digalakkan.
Potensi Pertanian Papua
Papua dianugerahi tanah yang subur dan kaya akan mikroorganisme pengurai nutrisi. Ketersediaan air pun melimpah, ditopang oleh sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun serta cadangan air tanah yang memadai. Bahkan, batang ubi kayu yang dibuang dapat tumbuh dengan subur.
Seluruh wilayah Papua memiliki karakteristik pertanian yang khas. Wilayah pegunungan sangat cocok untuk pengembangan komoditas hortikultura dan perkebunan kopi. Dataran rendah potensial untuk pengembangan tanaman palawija, kacang-kacangan, buah-buahan, serta perkebunan seperti kakao, pala, dan vanila. Sementara itu, wilayah pesisir dan kepulauan sangat sesuai untuk pengembangan perkebunan kelapa.
Komoditas-komoditas tersebut, baik dalam bentuk bahan mentah maupun olahan, memiliki nilai pasar yang tinggi, tidak hanya di tingkat lokal dan nasional, tetapi juga di pasar internasional.
Apa Itu Pemuda?
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 mendefinisikan pemuda sebagai warga negara Indonesia yang berusia 16 hingga 30 tahun. Sementara itu, beberapa organisasi mendefinisikan pemuda sebagai kelompok usia 18 hingga 35 tahun.
Pemuda identik dengan kemampuan beradaptasi yang tinggi, melek teknologi, kreatif, inovatif, serta memiliki peran strategis sebagai agen perubahan dan tulang punggung bangsa. Oleh karena itu, energi dan potensi yang dimiliki pemuda harus diarahkan dan dimanfaatkan untuk kemajuan daerah. Apabila tidak dikelola dengan baik, potensi tersebut justru dapat berubah menjadi beban sosial.
Apa Itu Petani Milenial?
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Tahun 2019 mendefinisikan petani milenial sebagai petani berusia 19-39 tahun dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.
Program petani milenial bertujuan untuk mendorong regenerasi petani, membentuk petani dengan pola pikir kewirausahaan, mampu beradaptasi dengan teknologi digital pertanian, mengembangkan inovasi pertanian yang lebih modern dan menguntungkan, serta menciptakan lapangan kerja.
Dalam rangka menumbuhkan regenerasi dan semangat petani milenial, berbagai program telah diinisiasi. Melalui Kementerian Pertanian RI, antara lain Duta Petani Milenial/Andalan, Brigade Pangan Milenial, wirausaha muda pertanian melalui Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) serta Program YESS yang bekerja sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD).
Selain itu, sejumlah pemerintah provinsi juga melakukan inisiatif serupa, seperti Provinsi Jawa Barat dengan Program Petani Milenial. Inisiatif juga datang dari kelompok petani muda, seperti Gerakan Petani Muda Keren di Bali, serta program petani milenial yang didorong oleh Papua Youth Creative Hub (PYCH) di tanah Papua. Di NTT ada kelompok petani milenial yang militant mengembangkan potensi pertanian dengan sumber daya seadanya namun dampaknya luar biasa.
Program-program tersebut mencakup pendataan dan pengelompokan (klasterisasi) petani milenial; bantuan pendanaan melalui skema bantuan tunai, modal usaha, dan Kredit Usaha Rakyat; penyediaan sarana dan prasarana pertanian; pelatihan kewirausahaan pertanian; pendampingan usaha tani (on farm); pembukaan akses pasar lokal, domestik hingga internasional; serta pengembangan komoditas strategis nasional.
Program petani milenial terbukti berjalan sukses secara nasional. Hal ini tercermin dari pertumbuhan jumlah petani milenial yang mencapai lebih dari enam juta orang, antara lain di Jawa Timur (971.102 orang), Jawa Tengah (625.807 orang), dan Jawa Barat (543.044 orang).
Selain itu, sejumlah pelaku usaha pertanian muda berhasil mencatatkan peningkatan omzet hingga miliaran rupiah, seperti PT Riau Pangan Bertuah, Bali Organic Subak, Merapi Farm, dan CV Slamet Quail Farm. Lewat usaha mereka terjadi penyerapan tenaga kerja hingga dampak multiplayer yaitu terbantunya petani senior di lapangan.
Petani Milenial dan Tantangan di Papua
Hingga saat ini, belum tersedia data resmi mengenai jumlah petani milenial di tanah Papua. Namun, berdasarkan basis data PYCH, terdapat sekitar 10.000 petani milenial yang tersebar di berbagai wilayah Papua. Jumlah ini berpotensi bertambah apabila dilakukan pendataan secara menyeluruh.
Para petani milenial tersebut mengembangkan berbagai komoditas pertanian, baik on farm seperti kopi, kakao, sayuran, buah-buahan, palawija, serta peternakan ayam dan sapi, maupun off farm seperti kafe, usaha roastery, hingga pengelolaan bahan baku pertanian. Kegiatan pertanian dijalankan secara tradisional maupun modern, termasuk integrated farming, mekanisasi, hidroponik, hingga smart farming.
Berdasarkan hasil pendampingan sejak tahun 2019, penulis mencermati bahwa terdapat kelompok dan individu petani milenial yang usahanya telah berkembang dengan baik, ditinjau dari aspek ketahanan usaha, adaptasi, keberlanjutan, dan pendapatan.
Namun demikian, masih banyak petani milenial yang membutuhkan intervensi dari berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah di tanah Papua. Beberapa tantangan utama yang teridentifikasi antara lain sebagai berikut.
Pertama, persoalan distribusi. Keterbatasan dan kerusakan infrastruktur menyebabkan akses distribusi tidak memadai, sehingga harga jual komoditas menjadi tidak kompetitif. Petani berada dalam dilema antara mempertahankan harga dengan risiko produk tidak terjual, atau menurunkan harga dengan keuntungan yang sangat kecil.
Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia petani milenial. Sebagian besar petani masih mengelola usaha secara semi-modern, baik dari sisi penerapan Good Agricultural Practices (GAP) maupun manajemen usaha tani, sehingga diperlukan pelatihan dan pendampingan yang lebih intensif.
Ketiga, scale up usaha pertanian. Banyak petani milenial mengalami kendala dalam pengembangan usaha akibat keterbatasan modal, baik modal finansial, peralatan produksi, maupun akses pasar. Oleh karena itu, diperlukan intervensi pemerintah daerah melalui kebijakan, seperti peraturan daerah, serta penjajakan kerja sama dan program yang terencana dengan baik.
Nomenklatur Petani Milenial
Keberadaan nomenklatur program sangat penting karena menciptakan kejelasan, konsistensi, dan efisiensi dalam administrasi, perencanaan pembangunan, pengelolaan keuangan, serta pelayanan publik.
Nomenklatur juga berperan dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta memfasilitasi kerja sama antarlembaga, termasuk dengan mitra internasional.
Dengan demikian, nomenklatur berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan, penganggaran, dan akuntabilitas. Apabila suatu program tidak memiliki nomenklatur dalam struktur dinas pertanian, maka penganggaran tidak dapat dilakukan, sehingga program tidak dapat dirancang dan dijalankan secara optimal.
Landasan hukum program petani milenial antara lain tercantum dalam Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019.
Oleh karena itu, penulis mendorong pemerintah daerah di Tanah Papua, khususnya dinas pertanian untuk menetapkan nomenklatur petani milenial sebagai bagian dari program dan anggaran daerah.
Pusat Pertumbuhan Ekonomi
Tanah Papua memiliki seluruh prasyarat untuk menjadi lumbung pangan dan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian di kawasan timur Indonesia. Potensi alam yang melimpah, kearifan lokal, serta keberadaan ribuan pemuda yang telah dan siap terjun ke sektor pertanian merupakan modal besar yang tidak boleh diabaikan.
Tantangan yang dihadapi petani milenial di Papua bukanlah persoalan kemauan, melainkan keterbatasan sistem, kebijakan, dan keberpihakan anggaran. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah daerah di Tanah Papua mengambil langkah strategis dan berani dengan memasukkan nomenklatur petani milenial ke dalam program dan anggaran dinas pertanian.
Keputusan ini bukan sekadar administratif, melainkan investasi jangka panjang untuk regenerasi petani, penciptaan lapangan kerja, penguatan ekonomi lokal, serta ketahanan pangan Papua dan nasional.
Pemberdayaan petani milenial bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Tanpa keberanian untuk memulai hari ini, Papua akan kehilangan momentum dan generasi produktifnya.
Namun, dengan kebijakan yang tepat, terencana, dan berpihak pada pemuda, Papua tidak hanya mampu mengejar ketertinggalan, tetapi juga berpeluang menjadi contoh keberhasilan pembangunan pertanian berbasis pemuda di Indonesia.










