Oleh Paskalis Kossay
Tokoh Masyarakat Papua Pegunungan
FESTIVAL Budaya Lembah Baliem (FBLB) atau Baliem Valley Cultural Festival dipentas setiap tahun menjelang puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Tahun 2025, Festival Budaya Lembah Baliem ke-XXXIII digelar selama tiga hari, mulai Kamis-Sabtu (7-9/8) dengan tema Budaya Saya, Warisan Saya, Dari Jayawijaya Untuk Dunia.
Event Festival Budaya Lembah Baliem tersebut setiap tahun diikuti oleh masyarakat Lembah Baliem suku Huwula dari 40 distrik di Kabupaten Jayawijaya. Atraksi budaya yang ditampilkan setiap tahun adalah tradisi perang suku, tarian adat, seni musik tradisional, keterampilan budaya menganyam noken, budaya balapan babi, dan permainan tradisional lain dengan sentuhan dan bernilai estetis.
Festival Budaya Lembah Baliem tahun ini diwarnai dengan pemecahan rekor dunia dari permainan Pikon, alat musik tradisional oleh 1.500 0rang peserta. Pikon merupakan alat musik tradisional khusus dimainkan oleh pria dewasa pada waktu senggang atau tidak ada kesibukan kerja kebun atau kesibukan lainnya. Sering pada malam hari, pagi atau sore hari, seorang pria Baliem biasa memainkan Pikon.
Bila tali ujung Pikon ditarik secara teratur akan menghasilkan bunyi merdu seperti getaran bunyi dari senar gitar. Seorang pria Baliem yang terampil, memainkan Pikon akan menghasilkan notasi nada suara beragam. Nada-nada indah yang dihasilkan dari petikan Pikon seorang pria lajang kerap menjadi pemikat seorang gadis pujaan hatinya.
Hingga saat ini alat musik Pikon masih terpelihara. Namun, hanya orang-orang tertentu dengan keterampilan khusus yang bisa memainkan Pikon. Untuk generasi Baliem saat ini tidak semua bisa bermain Pikon.
Karena itu, masuknya Pikon sebagai salah satu sajian musik khas dalam Festival Budaya Lembah Baliem ke-XXXIII adalah langkah tepat untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mendorong kemahiran bermain pikon di kalangan generasi milenial dan generasi Z suku Huwula di Lembah Baliem, Jawijaya.
Selain memperoleh rekor dunia dari penampilan permainan Pikon, Festival Lembah Baliem sudah beberapa kali memecahkan Rekor Muri dan masuk salah satu festival budaya yang menarik wisatawan mancanegara terbanyak selama ini.
Jumlah wisatawan asing atau mancanegara yang hadir dalam festival tahun ini tercatat 230 orang. Jumlah ini sedikit mengalami penurunan dari jumlah tahun 2024 sebanyak 270 hingga 280 orang.
Penurunan jumlah wisatawan asing tahun 2025 disebabkan oleh faktor keamanan daerah dan keterlambatan informasi jadwal pelaksanaan Festival Budaya Lembah Baliem. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah untuk tahun-tahun mendatang.
Sarana Pelestarian Budaya
Berhadapan dengan pengaruh globalisasi dunia maka nilai-nilai dan eksistensi budaya lokal mulai terancam punah. Pengaruh budaya asing atau budaya import lebih dominan menguasai budaya lokal.
Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, mempengaruhi pola pikir dan pola sikap kehidupan kebudayaan setiap suku bangsa termasuk suku bangsa Baliem atau Huwula.
Hal ini harus terjadi didalam kehidupan masyarakat karena merupakan suatu tuntutan peradaban baru menuju tahapan modernisasi. Tetapi tidak semua budaya lokal harus ditinggalkan, namun harus dipertahankan serta dilestarikan sebagai identitas masyarakat Jayawijaya.
Maka Festival Budaya Lembah Baliem setiap tahun merupakan langkah yang tepat dan strategis untuk mempertahankan serta melestarikan nilai-nilai budaya suku Huwula di Lembah Baliem tetap lestari dan dipertahankan.
Dengan demikian masa depan anak cucu orang Baliem tidak lagi kehilangan identitas budayanya. Mereka tetap eksis di atas warisan budaya leluhur dengan aneka ragam budaya yang masih terpelihara.
Di sinilah Festival Budaya Lembah Baliem berperan penting sebagai sarana pembelajaran budaya lokal bagi generasi penerus untuk mempertahankan serta melestarikan budaya Baliem di tengah gempuran budaya impor atau budaya asing. (*)








