MARAKNYA aksi pembegalan di berbagai kota besar dan kecil di Indonesia belakangan ini bukan sekadar soal kriminalitas. Fenomena ini mencerminkan gejala sosial yang lebih dalam: krisis ekonomi yang dialami lapisan bawah masyarakat akibat kemiskinan dan pengangguran yang tak kunjung teratasi. Saat lapangan kerja sempit, biaya hidup naik, dan keadilan ekonomi terasa semakin jauh, sebagian masyarakat merasa terdesak dan nekat mengambil jalan kekerasan. Begal adalah gejala. Kemiskinan dan pengangguran adalah akar masalahnya.
Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran per Februari 2025 masih berada di atas 7 juta jiwa, dengan mayoritas berada di usia produktif. Di sisi lain, tingkat kemiskinan ekstrem masih bertahan di banyak wilayah, terutama di kantong-kantong urban yang dipenuhi para migran pencari kerja. Kota yang dulunya menjadi harapan hidup kini menjelma jadi ladang frustrasi. Tekanan ekonomi dan sosial membuat banyak orang terjerumus dalam tindakan kriminal, termasuk pembegalan yang brutal dan tidak jarang menelan korban jiwa.
Aksi begal sering dikaitkan dengan kelompok muda, bahkan remaja, yang kehilangan arah dan harapan hidup. Ketika sistem pendidikan gagal menciptakan keterampilan kerja, ketika pemerintah lamban menyediakan lapangan pekerjaan, dan ketika keluarga kehilangan daya dukung ekonomi, maka kekosongan itu terisi oleh kekerasan. Begal bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga tangisan sosial akibat ketimpangan yang menganga.
Sayangnya, pendekatan negara terhadap fenomena ini lebih menitikberatkan pada aspek keamanan: patroli ditingkatkan, pelaku ditindak tegas, bahkan ditembak mati. Namun, jika akar persoalan tidak diselesaikan, maka begal akan terus muncul dengan wajah dan modus baru. Kita memerlukan kebijakan sosial yang menjangkau mereka yang terpinggirkan. Pemerintah pusat dan daerah harus menyadari bahwa stabilitas keamanan di kota-kota sangat bergantung pada keberhasilan mengatasi ketimpangan ekonomi.
Solusinya bukan sekadar memperbanyak aparat, tapi memperbanyak kesempatan. Pelatihan keterampilan kerja, insentif usaha kecil, revitalisasi pendidikan vokasi, serta perlindungan sosial yang konkret adalah cara membungkam begal dari akarnya. Negara harus hadir lebih kuat dalam kehidupan warga miskin kota, bukan hanya melalui razia malam hari, tetapi melalui jaminan siang hari yang memastikan anak muda punya pilihan selain kejahatan.
Kota-kota Indonesia sedang menghadapi bom waktu sosial. Jika ketimpangan ekonomi terus dibiarkan, maka kejahatan jalanan akan menjadi bagian dari keseharian. Saat ini, kita masih punya waktu untuk bertindak—bukan hanya dengan menindak, tetapi dengan membenahi. Kemiskinan dan pengangguran adalah musuh sesungguhnya dalam perang melawan kejahatan. Dan begal hanyalah pesan yang menyakitkan dari rakyat yang merasa tak punya masa depan.