Puisi Peminat Sastra Papua Yosua Douw Masuk 150 Puisi yang Lolos Kurasi Antologi Air Mata Sumatera

Puisi karya Yosua Noak Douw, peminat sastra asal Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan bersama 150 puisi karya penyair seluruh Indonesia akan diterbitkan Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang dalam antologi berjudul Air Mata Sumatera. Peluncuran akan berlangsung pertengahan Januari 2026. Foto: Dok. Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, Sumatera Barat

KARUBAGA, ODIYAIWUU.com — Puisi peminat sastra dan literasi Papua Yosua Noak Douw, lolos kurasi bersama 150 penyair nusantara dan akan dibukukan dalam buku antologi: Air Mata Sumatera. Para kurator masing-masing Sulaiman Juned, Muhammad Subhan, dan Jarwansya.

Sayembara penulisan puisi diselenggarakan Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, Majalah Elipsis, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat, dan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Pengiriman naskah puisi berangsung sejak 1-20 Desember lalu diumumkan panitia pada Kamis (25/12).

“Saya sudah diberitahu pihak panitia, puisi saya lolos tim kurasi bersama 150 puisi karya penyair lainnya di seluruh Indonesia. Pemberitahuan melalui Instagram Group Kuflet. Ada 150 penyair dengan puisi karyanya terpilih akan diterbitkan dalam buku antologi puisi bertema bencana: Air Mata Sumatera,” ujar Yosua Noak Douw di Karubaga, kota Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan, Sabtu (27/12).

Menurut Yosua, ia tertarik membaca informasi terkait syarat pengiriman puisi ke panitia. Namun, meski mengakrabi sastra terutama puisi karena hobi ia memberinaikan diri mengirim puisi orisinal terkait bencana alam yang melanda Pulau Sumatera beberapa waktu sebelumnya.

“Puji Tuhan. Naskah puisi saya lolos kurasi dan akan diterbitkan panitia. Pengalaman ini sangat berharga karena bukan sekadar ajang perlombaan tetapi ruang belajar efektif bersama para penyair dari seluruh Indonesia. Hemat saya puisi hanya sarana mengasah kepekaan batin yang dijembatani diksi-diksi menarik penyair hasil refleksi batin atau bertolak realitas sosial,” ujar Yosua.

Tema bencana: air mata Sumatera seperti dalam judul antologi tersebut tidak sekadar menghadirkan duka, tetapi juga membuka ruang refleksi bersama tentang kemanusiaan, solidaritas, dan tanggung jawab kolektif. Melalui puisi, para penyair diajak tidak hanya merekam peristiwa, tetapi menghadirkan suara nurani; suara yang menembus jarak pandang geografis, perbedaan latar, dan sekat-sekat identitas.

“Bagi saya pribadi, sebagai penikmat sastra dari tanah Papua, keterlibatan dalam antologi ini memiliki makna yang lebih dalam. Papua dengan segala kekayaan alam dan budayanya kerapkali berada di pinggiran percakapan sastra nasional. Karena itu, ruang ekspresi yang digagas Kuflet dan Elipsis penting sebagai bentuk rangkulan bahwa sastra tumbuh dan hidup dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas hingga Rote tanpa sekat-sekat primordial,” kata Yosua.

Antologi puisi bencana jilid II: Air Mata Sumatera yang diterbitkan Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang lahir dari kegelisahan bersama. Pihak panitia menyebut, akhir November hingga awal Desember lalu, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat diuji oleh banjir bandang, angin kencang, dan tanah longsor.

“Peristiwa-peristiwa itu bukan sekadar deretan angka korban dan kerusakan, melainkan luka kolektif yang merembes ke kesadaran kita sebagai sesama manusia. Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang menerbitkan buku ini sebagai wujud empati dan keprihatinan sekaligus ikhtiar untuk merawat ingatan dan solidaritas,” ujar Faruq dari Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang.

Selain sebagai ruang ekspresi, kata Faruq, antologi ini juga ditujukan untuk menggalang donasi yang akan diteruskan kepada para penyintas bencana. Puisi-puisi di dalamnya diharapkan menjadi jembatan antara rasa dan aksi: kata-kata yang tidak berhenti pada kepedihan, tetapi bergerak menuju kepedulian nyata.

“Sejak pengumuman penerimaan naskah pada 1 Desember 2025 hingga penutupan pada 20 Desember 2025, Kuflet menerima lebih 200 puisi bertema bencana alam di Sumatera. Para penulis datang dengan latar dan pendekatan yang berbeda-beda. Ada yang merekam detik-detik bencana, ada yang menulis dari jarak batin, ada pula yang mengekspresikan duka melalui simbol dan metafora,” kata Faruq.

Menurut Faruq, pengumuman naskah terpilih dilakukan pada Kamis (25/12), dilanjutkan proses cetak mulai Jumat (26/12). Menurut rencana peluncuran akan dilakukan di Padang Panjang pertengahan Januari 2026.

Faruq menambahkan, proses kurasi dilakukan dengan menimbang dua poros utama: kedekatan tema dan kekuatan estetik. Kedekatan tema tidak semata-mata berarti menyebut bencana secara harfiah, melainkan bagaimana puisi mampu menangkap getar kemanusiaan yang lahir dari peristiwa itu—kehilangan, ketakutan, ketabahan, dan harapan.

Sementara kekuatan estetik ditakar melalui pilihan diksi, keutuhan imaji, keberanian metafora, kepadatan makna serta kejujuran suara puitik. Kurator berupaya memilih puisi-puisi yang tidak terjebak pada ratapan klise, tetapi menghadirkan pengalaman batin yang hidup dan menggugah.

“Kami percaya, puisi memiliki daya untuk menyimpan air mata tanpa mengeringkannya, sekaligus menyalakan empati agar tidak padam,” ujar Faruq lebih lanjut. (*)