BANDA ACEH, ODIYAIWUU.com — Banjir yang melanda Pulau Sumatera beberapa hari belakangan tidak hanya memakan korban meninggal dan gelombang pengungsian yang bertahan di sejumlah posko di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Banjir juga menimpa ratusan mahasiswa asal tanah Papua, baik di sejumlah daerah di Medan, Sumatera Utara, Lhokseumawe dan Banda Aceh di NAD maupun Padang di Sumatera Barat. Ratusan mahasiswa asal bumi Cenderawasih kini bertahan di posko pengungsian menyusul banjir yang melanda kota studi mereka.
“Tempat pemondokan kami di kota studi di Sumatera, baik di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh juga terendam banjir. Bencana ini sudah berlangsung sejak 25 hingga 28 November 2025. Aktivitas perkuliahan dan kehidupan kami sangat terganggu,” ujar mantan Dewan Penasehat Organisasi (DPO) Komunitas Mahasiswa Papua Se-Sumatera (Kompass) Askin Alimdam dari Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Minggu (30/11).
Menurut Askin Alimdam, mahasiswa Progam Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, saat ini terdapat 198 mahasiswa asal tanah Papua yang Tengah menempuh studi di Sumatera Utara, 84 di Aceh Utara, dan 71 di Banda Aceh serta 70 lainnya di Padang, Sumatera Barat.
“Mahasiswa asal tanah Papua yang terdampak banjir tinggal di empat wilayah utama. Jumlah terdampak banjir di empat wilayah tersebut sebanyak 423 orang. Sekretariat Honai IMP di Medan yang selama ini menjadi pusat kegiatan, diskusi, dan tempat berkumpul tergenang air. Fasilitas penting mengalami kerusakan sehingga seluruh aktivitas organisasi terhenti,” kata Askin Alimdam, mahasiswa asal Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan.
Sedang di Padang, banjir juga merendam sejumlah kost mahasiswa Papua. Banyak buku dan bahan kuliah mahasiswa hancur dan rusak sehingga mengganggu keberlanjutan proses belajar.
“Di Banda Aceh dan Meulaboh, Aceh, banjir juga menggenangi kontrakan dan tempat kost yang ditempati teman-teman. Sebagian mahasiswa mengevakuasi barang-barang mereka dan mencari tempat lebih aman untuk mengungsi,” ujar Askin.
Menurutnya, kondisi banjir terparah terjadi di Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Langsa. Ketinggian banjir membuat sebagian mahasiswa harus mengungsi karena tempat tinggal mereka terendam. Selain akses transportasi terganggu, listrik dan jaringan komunikasi juga sempat mati total sehingga situasi semakin sulit.
“Kami perlu menyampaikan informasi ini kepada para gubernur enam provinsi di tanah Papua agar memberi perhatian kepada kami semua. Bantuan ini penting terutama logistik agar kami tidak kelaparan di posko. Dukungan pemulihan tempat tinggal sangat kami butuhkan agar proses perkuliahan kami normal kembali,” kata Askin lebih lanjut.
Pihaknya berdoa dan berharap agar bantuan emergensi segera dilakukan para gubernur di tanah Papua. Banjir menyusul hujan dengan intensitas tinggi benar-benar melumpuhkan sejumlah wilayah dan melumpuhkan aktivitas masyarakat, termasuk mahasiswa asal Papua yang tengah menempuh kuliah di daratan Borneo.
“Sekali lagi kami berdoa dan bergarap semoga pemerintah daerah di tanah Papua, terutama para gubernur segera memberikan respons dan uluran tangan bagi kami yang tengah berjuang menghadapi bencana di perantauan,” kata Askin. (*)










