Anggota Parlemen Kita Memang Bodoh

Anggota Parlemen Kita Memang Bodoh. Gambar ilustrasi: Odiyaiwuu.com

Loading

PARLEMEN seharusnya menjadi rumah kebijaksanaan. Di situlah rakyat menitipkan suara, harapan, dan masa depan bangsa. Namun apa yang ditampilkan oleh banyak anggota DPR RI hari ini justru memalukan. Mereka mengumbar pernyataan dungu, malas bekerja, dan sibuk menguras uang negara dengan dalih fasilitas. Tidak salah jika rakyat akhirnya menyimpulkan: anggota parlemen kita memang bodoh.

Kebodohan ini bukan sekadar kelalaian, melainkan sudah menjadi watak. Rapat-rapat penting ditinggalkan, ruang sidang berubah jadi kamar tidur, dan kehadiran hanya dihitung demi uang. Mereka bahkan tidak segan memperlihatkan wajah tanpa rasa malu, seakan-akan jabatan legislatif adalah tiket untuk berpesta di atas penderitaan rakyat. Di saat rakyat kian terhimpit, mereka justru menuntut tambahan tunjangan. Inilah kebodohan yang menyakitkan.

Lebih parah lagi, kebodohan itu keluar melalui mulut mereka. Ucapan-ucapan sembrono yang merendahkan rakyat, seakan bangsa ini adalah mainan. Alih-alih berempati, mereka melontarkan kalimat tolol yang membuat publik terhina. Bagaimana mungkin orang-orang seperti itu disebut wakil rakyat, sementara mereka bahkan tidak sanggup menghormati rakyat dengan kata-kata yang layak?

Namun, akar masalah tidak hanya berhenti pada pribadi-pribadi dungu itu. Partai politik adalah pabrik yang melahirkan mereka. Rekrutmen caleg dilakukan dengan standar murahan: siapa punya uang, siapa dekat dengan penguasa, dialah yang masuk daftar. Kapasitas, integritas, dan kecerdasan disingkirkan. Rakyat lalu dipaksa memilih wajah-wajah yang sudah busuk sejak awal. Maka jangan heran jika parlemen kita dipenuhi politisi bodoh yang lebih mirip pedagang kursi daripada negarawan.

Memang masih ada segelintir anggota DPR yang tulus bekerja, tetapi mereka terhimpit oleh kebodohan mayoritas. Suara yang waras kalah bising oleh kelakuan bebal. Akibatnya, parlemen semakin kehilangan wibawa, berubah menjadi panggung dagelan yang mempermalukan bangsa di mata rakyat sendiri.

Perubahan hanya bisa lahir jika partai politik berani memutus rantai kebodohan ini. Seleksi calon legislatif harus berbasis kemampuan dan integritas, bukan isi kantong atau kedekatan. Tanpa reformasi partai, rakyat akan terus disuguhi tontonan memalukan dari politisi tolol yang dipanggil “wakil rakyat”.

Kita harus jujur: parlemen yang bodoh adalah produk dari sistem yang bodoh pula. Jika bangsa ini ingin parlemen yang cerdas, berwibawa, dan berpihak, maka siklus kebodohan harus dihentikan sekarang juga. Rakyat sudah muak. Rakyat tidak butuh badut politik. Rakyat butuh wakil yang berpikir jernih, bekerja sungguh-sungguh, dan punya keberanian berdiri di pihak rakyat, bukan melawan rakyat. (Editor)