Presiden Paling Bertanggung Jawab Atas Penghentian Aktivitas Pertambangan Nikel di Raja Ampat

Kondisi tambang nikel di Pulau Kawei, Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Raja Ampat ditetapkan sebagai Unesco Global Geopark saat berlangsung The 10th International Conference On Unesco Global Geopark di Marrakech, Maroko pada 7-9 September 2023. Sumber foto: mongabay.co.id/greenpeave, Jumat, 6 Juni 2025

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Pemberian Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat yang belakangan menjadi sorotan masyarakat tanah Papua bahkan Indonesia terus mendapat sorotan.

Pemberian IUP di Raja Ampat tersebut merujuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Karena itu, kritik masyarakat dan berbagai elemen kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia sebenarnya kurang tepat. Pasalnya, proses pemberian IUP pertambangan itu dikeluarkan sebelum Bahlil Lahadalia menjabat Menteri ESDM.

“Presiden yang paling bertanggung jawab atas pemberhentian aktivitas pertambangan nikel di Kepulauan Raja Ampat. Karena IUP pertambangan nikel di Raja Ampat berpijak Undang-Undang Minerba,” ujar tokoh masyarakat Papua Paskalis Kossay dari Jayapura, Papua, Senin (9/6).

Menurut Paskalis, kritikan kepada Menteri Bahlil Lahadalia sebenarnya salah sasaran. Sebab proses pemberian IUP pertambangan di Raja Ampat dikeluarkan sebelum Bahlil menjabat Menteri ESDM Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto.

“Kritikan publik itu lebih tepat ditujukan kepada Presiden sebagai simbol negara untuk segera membekukan IUP terhadap beberapa perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Raja Ampat. Selaku menteri sudah tepat Bahlil mengambil langkah menghentikan sementara aktivitas pertambangan untuk dilakukan evaluasi,” kata Paskalis.

 Namun, menurut Paskalis, terkait langkah pembekuan sementara IUP pertambangan nikel di Raja Ampat berada pada level kebijakan negara yang harus diputuskan oleh presiden. Oleh sebab itu kritik dan desakan publik harus ditujukan kepada presiden agar segera mengambil tindakan pembekuan IUP usaha pertambangan di Raja Ampat.

“Posisi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia hanya sebagai pembantu presiden dan kewenangan juga terbatas sehingga akan sulit untuk memutuskan nasib beberapa perusahaan yang mengeruk bijih nikel di Raja Ampat. Apalagi di dalamnya ada perusahaan asing,” ujar Paskalis lebih lanjut.

Paskalis menambahkan, kewenangan menteri Menteri Bahlil dalam kisruh aktivitas pertambangan di Raja Ampat hanya sebatas hal-hal teknis operasional. Bahlil sudah mengambil langkah dengan menghentikan sementara aktivitas pertambangan serta terjun langsung ke lapangan. 

“Langkah Pak Bahlil langsung menuju Raja Ampat itu sudah merupakan tugasnya sebagai menteri selaku pembantu presiden. Selanjutnya keputusan mendasar berupa kebijakan negara atas kasus ini ada pada presiden,” kata Paskalis.

Paskalis menegaskan, jika ditelisik lebih proporsional, Bahlil sebenarnya kena getah atas perbuatan orang lain. Sebab proses penerbitan IUP itu terjadi sejak 2017 sebelum ia menjabat Menteri ESDM Kabinet Merah Putih. 

“Menurut saya tidak proporsional pula gelombang kritik ditujukan kepada Menteri Bahlil Lahadalia. Mungkin saja ada pihak-pihak yang dirugikan Bahlil selama ini kemudian mem-blow up isu ini (tambang nikel di Raja Ampat) dengan tujuan mendiskreditkan posisi Bahlil seolah menjadi penguasa tunggal di negeri ini,” ujar Paskalis.

Presiden Republik Indonesia H. Prabowo Subianto didesak segera memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Bahlil Lahadalia mencabut izin dan menghentikan operasi perusahaan atau korporasi tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

Langkah ini penting guna menyelamatkan ekosistem hutan, lahan, dan hak ulayat masyarakat adat sekaligus menjaga keberlanjutan (sustainability) Raja Ampat sebagai paru-paru dunia yang sudah ditetapkan menjadi Unesco Global Geopark oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) tahun 2023.

“Presiden Republik Indonesia segera perintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia untuk mencabut izin tambang nikel di kawasan Unesco Global Geopark Raja Ampat,” ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Festus Ngoranmele, SH melalui keterangan tertulis dari Sorong, kota Provinsi Papua Barat Daya, Sabtu (7/6).

Festus juga melarang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Bahlil Lahadalia melindungi berbagai korporasi yang bergerak di bidang pertambangan nikel yang akan dan sedang beroperasi di wilayah Raja Ampat karena melanggar Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

“Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia segera mencabut atau membekukan izin usaha pertambangan nikel di Raja Ampat dan memastikan pihak kementerian yang dipimpinnya melakukan investigasi guna mencari apakah ada pelanggaran yang dilakukan seperti PT Gag Nikel, salah satu korporasi pertambangan yang beroperasi di Raja Ampat. Sepak terjang sejumlah perusahaan sudah menjadi concern masyarakat adat di tanah Papua khususnya Papua Barat dan Papua Barat Daya dan pegiat lingkungan global,” kata Festus.

Menurut Festus, sebelumnya Bahlil menyebutkan PT GAG Nikel merupakan anak usaha korporasi pelat merah, yakni PT Aneka Pertambangan Tbk. Bahlil menegaskan, PT GAG Nikel yang melakukan aktivitas penambangan di Raja Ampat mengantongi IUP produksi sejak 2017.

Selain itu, lanjut Festus, Bahlil juga menjelaskan bahwa sebenarnya lokasi tambang nikel PT GAG tersebut berlokasi jauh dari destinasi pariwisata bahari yang ada di Raja Ampat. Jarak tambang dengan destinasi wisata Raja Ampat mencapai 40 kilometer. Raja Ampat merupakan gugusan pulau eksotik bertabur terumbu karang dengan pesona bawah laut yang dilindungi aturan dan perundang-undangan dan steril dari aktivitas manusia.

Festus menambahkan, kawasan Raja juga secara hukum dilindungi dari aktivitas ilegal manusia, termasuk pertambangan. Dasarnya, Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. 

“Rumusan ketentuan itu berbyinya, ‘dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya.’ Ketentuan itu diatur dalam Pasal 35 huruf k Undang Undang tersebut,” ujar Festus.

Bahkan, dalam Sidang Dewan Eksekutif Unesco ke-216 di Paris, Prancis yang berlangsung pada 10-24 Mei 2023, gugusan pulau di Raja Ampat ditetapkan sebagai Unesco Global Geopark saat berlangsung The 10th International Conference On Unesco Global Geopark di Marrakech, Maroko, 7-9 September 2023. Pemerintah Provinsi Papua Papua Barat meraih penghargaan Unesco Global Geopark Certificate 2023 yang diterima langsung Penjabat Gubernur Muhammad Musa’ad didampingi Bupati Raja Ampat Faris Umlati. 

“Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dilarang melindungi perusahaan pelanggar Pasal 35 huruf k Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 di Raja Ampat. Gubernur Papua Barat Daya segera membentuk Perda terkait perlindungan kawasan Unesco Global Geopark Raja Ampat. Bupati Raja Ampat juga segera membentuk Perda Perlindungan Kawasan Unesco Global Geopark Raja Ampat.” kata Festus. 

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat, ada 380 IUP nikel dengan total luas 983.300,48 hektar di berbagai wilayah di Indonesia. Alih-alih membawa kesejahteraan, pengerukan nikel justru menimbulkan kerusakan alam dan meningkatkan kemiskinan masyarakat.

“Kondisi Raja Ampat sudah mulai rusak karena eksploitasi tambang nikel. Seperti di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran Itu sampai saat ini kondisi di sana sudah mulai hancur,” kata masyarakat adat Papua Ronisel Mambrasar mengutip mengutip Mongabay.com di Jakarta, Jumat (6/6). (*)