Tantangan Gubernur dan Wagub Papua 2024-2029 - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
OPINI  

Tantangan Gubernur dan Wagub Papua 2024-2029

Frans Maniagasi, pengamat sosial politik lokal Papua. Foto: Istimewa

Loading

Oleh Frans Maniagasi

Pengamat sosial politik lokal Papua

DEMAM Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) provinsi, kabupaten/kota seluruh Indonesia mulai terasa. Tak terkecuali di tanah Papua dengan enam provinsinya, empat provinsi baru atau daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran pasca perubahaan Undang-Undang terkait Otonomi Khusus (Otsus) Papua (UU No 21/2001 juncto UU No 2/2021). 

Khusus provinsi Papua event pilkada kali ini untuk pertama kali dilaksanakan tak lagi mencakup 29 kabupaten/ kota tapi kini tinggal delapan kabupaten dan satu kota yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, Mamberamo Raya, Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen. dan Waropen.

Tantangan yang dihadapi oleh Provinsi Papua (induk) pasca pemekaran provinsi-provinsi adalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) mengalami penurunan yang sangat signifikan. 

Dana APBD Minus

Realitas ini tergambar dari APBD Papua Tahun Anggaran 2023 yang hanya berjumlah Rp 5,9 triliun. Bahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024 dan 2025, alokasi APBD Papua tahun 2024 hanya sebesar Rp 2,4 triliun dan tahun anggaran 2025 menjadi Rp 2,8 triliun.  

Dari aspek pendapatan dan penerimaan APBD Papua selama sepuluh tahun lalu nilainya mencapai Rp 14-15 triliun. Kini APBD Papua (2023) mengalami penurunan drastis menjadi Rp 5,9 triliun, menyusul tahun anggaran 2024 Rp 2,4 triliun dan 2025 sebesar Rp 2,8 triliun. Artinya, penurunan dari  sepuluh atau dua belas triliun akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan.

Sekadar gambaran sepintas tentang komposisi pendapatan daerah tahun anggaran 2023 terdiri dua komponen besar. Pertama, Pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 587.427.517.800,00. Komponen PAD terdiri dari (i) pajak daerah Rp 366.773.361.800,00 dan (ii) retribusi daerah Rp 14.510.000,000,00. 

Kedua, dana transfer Rp 2.339.071.337.000,00, total Rp 5,926.98.85.800,00. Komponen dana transfer terdiri dari DAU sebesar Rp 824.236.308,000,00, DAK sebesar Rp 220.460.581.000,00, dana otsus Rp 470.837.581.000,00, dana tambahan infrastruktur Rp 580.361.077.000,00. (APBD Papua 2023, Perda No 4/2024).

Hal itu kita maklumi berkurangnya pendapatan dan penerimaan bersamaan pemekaran provinsi-provinsi baru. Dengan sendirinya  dananya pun terdistribusi. Tapi juga menjadi pembelajaran kedepan agar pemerintahan  baru hasil Pilkada 2024 mesti berupaya mengeksplorasi sumber-sumber pendapatan baru yang dapat berkontribusi kepada kas daerah. Tidak hanya tergantung pada dana transfers dari ousat. Kebiasaan selama ini, agar mulai diminimalisasi ketergantungan pada pusat. 

Dana APBD tahun anggaran 2023 sebesar Rp 5, 9 triliun itu dipergunakan untuk membiayai kebutuhan rutin, belanja modal, dan pembangunan serta komponen pembiayaan lainnya. Sedangkan silpa (sisa anggaran 2022) sebesar Rp 191.255.150,000,00. Belum lagi APBD tahun 2024 yang sebesar Rp 2,4 triliun dan tahun 2025 sejumlah Rp 2,8 triliun. 

Dana sebesar itu dapat dipastikan hanya membiayai kegiatan rutin saja. Pertanyaannya, bagaimana dengan pelayanan publik seperti biaya siswa, proposal bantuan yang diajukan oleh masyarakat,  belanja modal, dana abadi. Pada  APBD tahun anggaran 2023  tidak ada alokasi dana abadi artinya tak ada saving

Padahal, dana abadi wajib diadakan terutama dimanfaatkan untuk keadaan darurat sesuai amanat UU Otsus untuk membiayai pendidikan yang disisihkan dari hasil eksploitasi SDA. Selain itu warisan yang ditinggalkan dari PON berupa sarana dan fasilitasnya yang mesti diatur sehingga terawat asetnya.

Sekalipun ada kemauan bersama di antara provinsi-provinsi untuk patungan dalam rangka membiayai dan merawat aset PON. Tapi yang lebih penting bagaimana menggalakan event olahraga daerah, regional atau Indonesia timur, nasional dan bahkan dunia agar Papua menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan olah raga. Penggalangan dana penyelenggaraan event olahraga hal ini mendatangkan sumber pendapatan, tidak saja di bidang olahraga, tapi juga jasa, dan pariwisata.

Penurunan anggaran yang sangat serius merupakan realitas politik tentunya membutuhkan  pemikiran bersama terutama Gubernur dan Wakil Gubernur serta jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi Papua untuk melakukan terobosan dalam rangka mengeksplorasi sumber-sumber pendapatan yang menjadi substitusi akibat menurunnya  pendapatan sebesar Rp 10-12 triliun.  

Paling tidak dari angka Rp 10 triliun itu minimal separuhnya dapat diestimasi sebagai pemasukan untuk kas daerah. Dengan kata lain, realitas ini tentunya mengharuskan pimpinan daerah hasil Pilkada 2024 dituntut kerja keras mengupayakan peluang pendapatan baru tanpa mengandalkan dana transfer dari pusat. 

Selama masih mengandalkan dana transfer dari pusat, selama itu Papua akan terus tergantung dan implikasinya pembangunan tak banyak mengalami kemajuan. Dari aspek politik pun melemahkan kekuatan bargaining position dengan Jakarta. 

Indikasi itu telah terlihat dengan jelas perubahan UU Otsus Papua dan pencairan dana otsus yang tadinya ditransfer seutuhnya ke provinsi kini disharing langsung ke setiap kabupaten dan kota (dana otsus 2 persen setara DAU nasional berubah menjadi 2,25 persen, dimana 1,25 persen ditransfer ke kabupaten/kota dan 1 persen ke provinsi).

APBD merefleksikan konkritisasi dari keputusan politik untuk memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat, pelaksanaan pembangunan serta jalannya aktivitas pemerintahan. Kekhawatiran agar tidak terjadi defisit pembiayaan terhadap tiga elemen fungsi pemerintahan itu sehingga tidak mengganggu stabilitas daerah.

Potensi Penerimaan

Pemerintah Provinsi Papua dan pemda sembilan kabupaten/ kota perlu mengadakan forum kolaborasi (forum yang sama di tingkat enam provinsi)  ekonomi dan didukung oleh satu tim ahli yang dikoordinir oleh Bappeda Provinsi dengan kabupaten/kota bersama-sama menginventarisasi dan mengidentifikasi keunggulan komparatif sumber daya alam (SDA) dari masing-masing kabupaten dan kota. Seperti pertanian, perkebunan, perikanan, jasa dan pariwisata. Data ini pasti tersedia di Bappeda Provinsi Papua, sayang kalau data tidak dimanfaatkan. 

Dengan demikian dapat diketahui skenario kekuatan dan potensi penerimaan dari masing-masing wilayah dan sharing pendapatan dari produk yang dihasilkan sehingga dapat menentukan prosentase penerimaan antara provinsi dan kabupaten/kota.

Skenario kekuatan dan potensi penerimaan dapat dibedakan dari jangka pendek seperti mengelola komponen strategis yang selama ini tidak dilirik. Dari data BPS (2023) kontribusi dari komponen strategis yang memiliki signifikansi terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB) Papua tahun 2023. 

Sektor itu seperti Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) berkontribusi sebesar Rp 44, 95 triliun. PKRT dengan komponennya seperti makanan, minuman dan rokok, non makanan (hotel dan restoran, perumahan dan perlengkapan rumah tangga, pakaian dan alas kaki). 

Besaran penerimaan dari sektor itu dengan cakupan wilayah sembilan kabupaten/kota pasca DOB. Artinya bahwa besaran itu disumbangkan oleh masyarakat kepada PDRB Papua. Sekilas data ini hanya mau menunjukkan bahwa sumber pendapatan itu justru berasal dari kebutuhan sehari-hari yang kelihatannya sederhana namun pasti memberikan hasil.

Memang mesti diakui bahwa selama ini kita masih tergantung dari ekspor kebutuhan barang dan jasa dari luar Papua, termasuk pengeluaran pemerintah. Namun gambaran angka sumbangsih dari komponen-komponen itu paling tidak menjadi stimulus untuk pimpinan daerah baik provinsi dan kabupaten/ kota terdorong untuk melakukan terobosan yang tampaknya sederhana dari kebutuhan sehari-hari tapi memberikan kontribusi yang signifikan untuk penerimaan daerah. 

Dan untuk durasi jangka panjang selain inventarisasi dan identifikasi SDA dari masing-masing kabupaten/kota. Sebut saja pertanian Keerom, Kabupaten Jayapura dengan kakao, perkebunan kelapa/kopra, Sarmi dengan pasir besinya, perikanan kawasan Teluk Cenderawasih (Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, dan Waropen), jasa dan pariwisata (Kota Jayapura, dan semua kabupaten memiliki potensi pariwisata bahari dan daratan).

Berkaitan dengan yang disebut oleh Prof Dr Julius Ary Mollet dari FEB Uncen, Papua dengan luas hutannya yang memiliki potensi pengembangan ekonomi baru seperti ekonomi hijau (pertanian, perkebunan, dan kehutanan),  ekonomi biru (perikanan, dan kemaritiman) ekonomi kreatif dan pariwisata. (Makalah Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru: Diversifikasi Mesin Ekonomi Menuju Keberlanjutan Pembangunan Papua, Bank Indonesia Perwakilan Papua, Jayapura 18 Mei 2024). 

Artinya dengan kreasi, inovasi dan diversifikasi menjadi mesin penggerak para pimpinan daerah untuk mengupayakan sumber-sumber pendapatan ekonomi baru dalam rangka keberlanjutan ekonomi Papua.

Semua ini berpulang kepada kepimpinan di daerah baik provinsi dan kabupaten/kota agar tidak lagi bekerja dengan paradigma lama yang usang untuk menunggu datangnya bola tapi perlu kreativitas, inovasi dan profesionalisme serta integrated dan dinamis mengupayakan potensi penerimaan jangka pendek dan jangka panjang. 

Sebab kita berada diera transisi baik pasca DOB maupun perubahan UU Otsus yang tadinya dimanjakan dengan dana transfers pusat yang sangat signifikan ke ajang “pencarian bakat” ekonomi baru sebagai sumber pendapatan baru. 

Selain itu dari perspektif demografis jumlah dan persentase penduduk provinsi ini adalah provinsi yang pluralistik atau majemuk. Hal ini mesti dilihat sebagai social capital (modal sosial) yang dapat memberikan keuntungan, sehingga  mesti dikelola secara elok, sehingga akan mendatangkan profit. Sebaliknya jika tidak dikelola dengan baik dan benar (baik belum tentu benar, benar belum tentu baik) akan memberikan dampak kurang baik terhadap ketidakstabilan provinsi ini.

Pada akhir tulisan ini saya menghimbau kepada saudara-saudara yang berlaga di Pilkada Gubernur dan Wagub Papua 2024-2029, siapa pun yang akan diberikan mandat oleh rakyat untuk memimpin daerah ini lima tahun ke depan. 

Di samping ajang pencarian sumber-sumber pendapatan ekonomi untuk keberlanjutan pembangunan Papua juga yang tidak kalah penting adalah penataan struktur dan personalia di kantor Gubernur Provinsi Papua agar didasari pada merit sistem. Faktor ini urgen termasuk mesin birokrasi yang akan menunjang kerja-kerja Gubernur dan Wagub serta kepala OPD yang profesional, terintegrasi, dan kompeten.

Tinggalkan Komentar Anda :