Oleh Paskalis Kossay
Politisi dan tokoh masyarakat Papua
TENTANG tanah Papua setidaknya calon presiden Prabowo Subianto paham. Pemahaman soal apa di bumi Cenderawasih? Ya, tak sekadar tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM), ihwal ketertinggalan pembangunan, kemiskinan, konflik dan kekerasan tetapi juga tentang pertentangan ideologi bernegara.
Prabowo paham tentang semua hal atau masalah sebagaimana disebut di atas. Lalu bagaimana strategi penyelesaiannya? Dalam visi misinya Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabumin Raka sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) hampir tidak nampak.
Secara inklusif dan eksklusifpun tidak nampak visi misi Prabowo dan Gibran berdua tentang tanah Papua. Keduanya hanya emosional dan menyatakan masalah Papua adalah masalah ideologi saat dipancing oleh calon presiden Anies Rasyid Baswedan, saat berlangsung debat beberapa waktu sebelumnya. Saat itu Prabowo dengan tegas mengatakan, masalah Papua harus diselesaikan dengan penegakan hukum.
Prabowo tidak menjelaskan secara gamplang, bagaimana strategi penyelesaian masalah pelanggaran HAM, problem ketertinggalan pembangunan, dan masalah kemiskinan, keterbelakangan, dan lain-lain. Lebih dari itu bagaimana strategi penyelesaian akar masalah Papua.
Prabowo bisa saja masih berpandangan sama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pejabat tinggi lain di Jakarta, bahwa akar masalah Papua itu adalah soal ketertinggalan pembangunan, kemiskinan atau secara gampang disebut masalah lapar dan makan-minum. Ya, se-simple itu perspektif pembesar Jakarta terhadap masalah Papua.
Langit dan bumi
Padahal perspektif masyarakat Papua berbeda dalam jarak. Cara pandang masalah Papua dengan Jakarta terpaut sangat jauh, ibarat kata frasa: berjarak antara langit dan bumi.
Mestinya Jakarta harus bertanya pada Masyarakat Papua. Apa sesungguhnya akar masalah Papua, benua besar paling timur Indonesia? Apa benar, tentang ketertinggalan pembangunan atau tentang kemiskinan, dan lain-lain.
Pertanyaan seperti itu mesti terus melahirkan baru yang lebih jujur atau terus terang. Begitupun masyarakat Papua harus menjawab jujur dan terus terang sesuai fakta. Bukan dijawab dengan gaya diplomasi, berputar-putar. Bukan jawaban yang mungkin takut dicap tidak pro kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena itu masalah Papua tetap taputar dan semacam menjadi lingkaran setan. Selalu dan terus-menerus mendatangkan masalah demi masalah. Siapapun Presiden dan Gubernur, tidak bakalan menyelesaikan masalah Papua yang berkelindan. Masalah Papua terus berputar yang berujung rakyat Papua tetap menjadi sasaran, korban masalah.
Kini Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sudah pasti menang secara mutlak dalam perhelatan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 ini, meski secara resmi adan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia selalu penyelenggara.
Karena kelak menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8 Prabowo harus lebih berntanya kepada orang Papua. Pertanyaan penting itu ialah apa sesungguhnya kebutuhan dan kerinduan orang Papua sekaligus apa sesungguhnya akar masalah di bumi Cendrawasih?
Pemerintah dan Masyarakat Indonesia juga tentu memahami. Bahwa Papua sudah diberlakukan kebijakan otonomi khusus (otsus) dan sudah diiris menjadi enam daerah otonom baru (DOB) provinsi. Namun, selama akar masalah belum pernah disentuh, sumbuh masalah pasti terus memanas dan sekonyong-konyong tetap meletus.
Lalu, segera setelah itu akan membuat Jakarta seperti kebakaran jenggot, bingung dan kelabakan pola dan strategi mengatasinya. Karena itu, masyarakat Papua tentu berharap Prabowo dan Gibran belajar dari pengalaman masa lalu. Kemudian melakukan evaluasi meyeluruh strategi tentang penyelesaian masalah Papua. Prabowo-Gibran tentu tahu bahwa pengalaman adalah guru terbaik, experience is the best teacher.