Sidang Kasus Pesawat dan Helikopter Pemkab Mimika, Yumte dan Parlingotan Tegaskan Tak Ada Temuan BPK

Sidang Kasus Pesawat dan Helikopter Pemkab Mimika, Yumte dan Parlingotan Tegaskan Tak Ada Temuan BPK

Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Mimika Petrus Yumte. Sumber foto: cartenznews.com, 28 Oktober 2022

Loading

JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter dengan terdakwa Johannes Rettob dan Direktur PT Asian One Silvi Herawaty di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jayapura, Kota Jayapura, Jumat (7/7) mengungkapkan fakta menarik.

Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Mimika Petrus Yumte saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi menegaskan, tidak ada temuan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia dalam proses pengadaan pesawat Cessna Caravan dan Helikopter Airbus itu. Pesawat dan helikopter itu, ujar Yumte, merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.

“Tahun Anggaran 2015-2016 dilakukan pemeriksaan oleh BPK RI namun tidak ada temuan kerugian negara dalam proses pengadaan pesawat dan helikopter tersebut,” ujar Petrus Yumte dalam kesaksian sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Jumat (7/7).

Pada periode 2015 hingga 2017, Petrus Yumte menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Mimika. Para kurun waktu menjabat Kepala BPKAD tahun 2015-2017, kata Yumte menjelaskan, pemeriksaan BPK dilakukan secara rutin setiap tahun.

“Khusus dalam pemeriksaan pengadaan pesawat Cessna dan helikopter itu, tidak ada temuan kerugian keuangan negara dan tidak ada rekomendasi BPK. Pesawat Cessna dan helikopter yang dioperasikan PT Asian One itu sudah menjadi milik Pemerintah Daerah Mimika,” ujar Yumte lebih lanjut.

Menurutnya, pagu anggaran Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika tahun 2015 untuk pengadaan pesawat dan helikopter dianggarkan sebesar Rp 85 miliar. “Kedua transportasi udara berupa pesawat dan helikopter itu merupakan aset Pemkab Mimika,” kata Yumte lagi.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa sudah dua kali Pemkab Mimika melakukan pengadaan pesawat untuk melayani masyarakat di pedalaman dan pesisir Mimika. Pesawat dan helikopter tersebut merupakan aset Pemkab Mimika yang pengadaannya menggunakan keuangan daerah.

“Pengadaan pesawat Cesna caravan untuk solusi pelayanan publik di pedalaman dan pesisir. Pengadaan pesawat yang kedua ini atas usulan Bupati Mimika saat itu, Pak Eltinus Omaleng. Bahkan pada saat ke Singapura pun, Pak Bupati (Eltinus) juga ikut bersama tim pemeriksaan pesawat di Singapura. Beliau juga hadir saat pemeriksaan fisik pesawat di Singapura,” kata Yumte.

Dalam keterangannya saat diminta keterangan selama kurang lebih dua jam, pihaknya mengaku pernah diperiksa tim penyidik KPK terkait dengan proses pengadaan pesawat dan helikopter. “Tahun 2018 saya pernah diperiksa KPK terkait pengadaan pesawat dan helikopter. Hasil akhir pemeriksaan KPK tidak tahu proses lanjut atau tidak,” kata Yumte.

Sementara saksi dari Inspektorat Kabupaten Mimika Sihol Parlingotan mengatakan, dalam pemeriksaan BPK RI tidak ada temuan kerugian keuangan negara. Dalam temuan BPK itu, ujar Parlingotan, ada Rp 21 miliar.

“Namun itu masalah kurang bayar sewa pesawat antara PT Asian One dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Dan itu tertulis kontrak penyelesaian utang mulai 2022 hingga 2026,” ujar Parlingotan saat memberikan keterangan dalam persidangan.

Praktisi hukum di Papua Hyeron Ladoangin, SH mengatakan, fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jayapura, baik dalam sidang hari pertama maupun hari kedua belum ada satupun mengarah adanya tindak pidana kerugian keuangan negara. Saksi fakta yang dihadirkan penuntut umum justru menguntungkan terdakwa.

“Menurut informasi, penuntut akan menghadirkan ‘kartu as’-nya yakni auditor yang menghitung dan telah men-declare adanya kerugian keuangan negara,” kata Hyeron kepada Odiyaiwuu.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (7/7).

Hyeron menambahkan, semua keterangan oleh saksi fakta yang dihadirkan sejauh ini sama sekali belum mendukung hasil audit yang kesimpulannya berupa ada kerugian keuangan negara yang nilainya cukup fantastis.

“Dalam teori pembuktian, satu alat bukti tanpa didukung oleh alat bukti lainnya tidak memiliki nilai pembuktian. Belum lagi validitas hasil audit tersebut masih debatable karena bukan bersumber dari BPK sebagai lembaga yang berwenang,” ujar Hyeron lebih lanjut. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :