757 Total Pengunjung, 4 Pengunjung Hari Ini
JAYAPURA, ODIYAIWUU.com — Sejumlah wilayah di Papua, terutama distrik atau kampung di beberapa kabupaten baik di tanah Papua baik Provinsi Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan hingga Papua Barat kerap dilanda potensi konflik kekerasan akibat ulah anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau kerab akrab dengan label kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Pilihan melayani masyarakat kecil yang bermukim di gunung, bukit, lembah, ngarai, dan lain-lain oleh siapapun baik formal dari pimpinan atau atasan maupun dorongan hati karena tugas atau panggilan jiwa, bukanlah perkara mudah. Di satu sisi, aspek pelayanan kepada orang-orang kecil yang membutuhkan tangan terulur, ancaman kehilangan nyawa selalu dalam intaian.
Namun, hal tersebut bukanlah alasan seorang Inspektur Dua (Ipda) Pol dr Egenesia Merlyn Suarlembit, satu-satunya seorang polisi perempuan (Polwan) bersama para dokter polisi laki-laki di tubuh Polri yang masuk Satuan Tugas (Satgas) Operasi Damai Cartenz 2023 di Papua menyasar kampung-kampung melayani warga setempat yang butuh pelayanan kesehatan.
Kisahnya bermula dr Merlyn, dokter berparas cantik dari Nusa 1001 Pulau, Maluku mengajukan diri ikut bagian dari Satgas Operasi Damai Cartenz 2023 lalu diterima. Ia merupakan satu-satunya polisi wanita (polwan) yang ikut ke wilayah-wilayah yang ada kelompok kriminal bersenjata (KKB).
“Sebelumnya juga ada dokter yang ikut Satgas Damai Cartenz 2022. Namun semuanya adalah dokter polisi laki-laki. Setelah mengajukan diri, saya memang tidak terlalu berharap. Masalahnya, kondisi Papua tahun lalu memang sedang tidak kondusif karena banyak kasus kekerasan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata,” ujar dr Merlyn melalui keterangan yang diterima Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Selasa (8/3).
“Tapi tahu-tahunya saya diterima untuk masuk ke Operasi Damai Cartenz. Saya kaget juga waktu dikirimkan sprint, surat perintah dari Mabes Polri. Saya lihat di sprint ternyata saya sendiri dokter polwan. Saya ditemani rekan-rekan saya tiga dokter laki-laki. Tapi mereka mengabdi di tempat yang berbeda,” ujar Merlyn menambahkan.
Selama penugasan, perempuan berdarah Maluku itu berada di Posko Jayapura. Namun ketika ada penugasan, Merlyn selalu berpindah-pindah tempat, baik di Kabupaten Intan Jaya, Lanny Jaya, Yahukimo dan wilayah lainnya yang merupakan rawan konflik dengan kelompok kriminal bersenjata.
“Mungkin kita tidak tahu kapan ada kontak, kapan nanti ada serangan dan sebagainya dari pihak kelompok kriminal bersenjata. Jadi setiap perjalanan pasti ada rasa khawatir dan selalu waspada, itu saja sih,” kata Merlyn.
Namun selama bertugas di lapangan, ia selalu menggunakan rompi dan helm anti-peluru. Ketika berada di tempat yang kondusif, Merlyn mengaku selalu berbaur dengan masyarakat dan memeriksa kesehatan mereka. Hal itu yang dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan atau pengobatan gratis kepada warga yang membutuhkan.
Berada di pasukan Damai Cartenz yang semuanya laki-laki, Merlyn mengaku awalnya canggung. Namun, selama hampir tiga bulan bertuga ia sudah bisa menyesuaikan diri. “Karena kapan lagi saya dikasih kesempatan untuk ikut Operasi Damai Cartenz 2023. Mungkin pengalaman sekali seumur hidup,” katanya.
Pada bagian lain, sejumlah tokoh muda Papua meminta agar kelompok kriminal bersenjata pimpinan Egianus Kogoya membebaskan Kapten Pilot Susi Air Philip Mark Marhtens. Pemerintah juga diminta bisa bernegosiasi secara baik dengan Egianus Kogoya.
Namun, bila negosiasi menemui kendala para tokoh muda Papua bersedia membantu untuk berkomunikasi dengan kelompok kriminal bersenjata pimpinan Egianus Kogoya agar melepaskan Marhtens, pilot berkebangsaan Selandia Baru.
“Pilot harus dikembalikan. Berharap ke Pak Egianus harus balikkan (kapten pilot Marhtens). Tercuma tahan di hutan tidak ada artinya. Kita berharap bisa dikembalikan,” kata tokoh muda Mimika Yonias Kula melalui keterangan yang diterima dari Timika, kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Selasa (7/3).
Menurut Yonias, aksi-aksi kekerasan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata berdampak terhadap aktivitas masyarakat di Nduga, Puncak maupun Intan Jaya. Masyarakat di kabupaten-kabupaten itu tentu kesulitan menunaikan aktivitas harian mereka. “Karena permasalahan ini, meraka mengungsi ke Kabupaten Mimika, Nabire, dan Jayapura,” katanya.
Tokoh muda Mimika lainnya, Agustinus Anggaibak mengatakan, situasi yang terjadi di Nduga, kelompok kriminal bersenjata harus mengedepankan aspek kemanusiaan.
Menurut Anggaibak, cara-cara nonproduktif seperti menyandera pilot tidak dibenarkan. Anggaibak juga meminta aparat TNI-Polri melakukan negosiasi dengan melibatkan pemerintah daerah dan tokoh-tokoh pemuda. Sehingga tidak membuka peluang jatuhnya korban baik anggota TNI-Polri maupun warga sipil.
“Tentu ini pilot orang sipil tidak wajar. Apa yang akan didapatkan kalau ditahan? Kami akan sampaikan jika dilibatkan. Pilot pengaruhnya dimana? Pilot ini bukan warga negara Indonesia tetapi warga Selandia Baru sehingga tidak ada dampak positif,” ujar Anggaibak. (Ansel Deri/Odiyauwuu.com)