Penjabat Bupati John Rettob Terbitkan Instruksi Antisipasi Penyebaran Virus Flu Babi Afrika di Mimika - Odiyaiwuu.com | Membahagiakan Kehidupan
banner 728x250

Penjabat Bupati John Rettob Terbitkan Instruksi Antisipasi Penyebaran Virus Flu Babi Afrika di Mimika

  • Bagikan
Johannes Rettob dan Marianus Wilhelmus Lawe Wahang. Foto: Istimewa

 1,204 Total Pengunjung,  16 Pengunjung Hari Ini

TIMIKA, ODIYAIWUU.com — Kementerian Pertanian Republik Indonesia merujuk Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026 Tahun 2013 tentang Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis menetapkan wabah African Swine Fever (ASF) atau Virus Flu Babi Afrika sebagai penyakit hewan menular.

Oleh karena itu, pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten/kota di seluruh Indonesia diminta segera mengeluarkan instruksi kepada berbagai instansi di daerah guna mengantisipasi merebaknya virus membahayakan petani dan peternak agar usahanya tetap berkelanjutan, sustainable.

Pelaksana Tugas Bupati Kabupaten Mimika Johannes Rettob melalui Instruksi Nomor 342.5/96/2023 tertanggal 10 Februari 2023 menetapkan lima hal menyikapi wabah virus yang mengakibatkan potensi kematian ternak babi akibat terjangan virus itu hingga 100 persen.

Instruksi Pelaksana Tugas Bupati Mimika Johannes Rettob tersebut ditujukan kepada Kepala Stasiun Karantina Kelas 1 Timika, Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Bandar Udara Mozes Kilangin, Kepala Syah Bandar Pomako, KP3 Udara 6, KP3 Laut, seluruh pimpinan maskapai penerbangan udara, seluruh pimpinan maskapai pelayaran laut serta masyarakat Mimika atau peternak babi.

Adapun lima poin instruksi dimaksud sebagai berikut. Pertama, melarang masuknya ternak babi dan produknya serta produk olahan kecuali yang sudah mengalami proses pasteurisasi (komet) ke wilayah Mimika.

Kedua, melaksanakan biosecurity secara ketat di peternakan babi. Ketiga, jika pakan ternak babi berasal dari limbah rumah makan, catering, hotel dan limbah rumah tangga harus dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit sebelum diberikan pada ternak babi.

Keempat, jika menjumpai ternak babi dengan gejala demam (41-42 derajat Celsius), lesu, leleran hidung dan mata, diare, bercak merah pada kulit dan banyak kematian segera menghubungi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Mimika. Kelima, instruksi ini mulai berlaku sejak 10 Februari 2023.

Lembaga Pendamping Masyarakat Nelayan, Tani, dan Ternak (LPM NTT) sebelumnya juga mengajak masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Timur ikut aktif mencegah penularan virus ASF pada ternak babi.

Dampak virus ASF yang menyerang ternak warga sangat dirasakan peternak rakyat atau tradisional seperti masyarakat yang tinggal di Pulau Flores serta Pulau Solor dan Adonara di Kabupaten Flores Timur hingga Kabupaten Lembata dan Alor.

“Saat sedang berada di perairan Dubai, Uni Emirat Arab, ada sejumlah kerabat yang punya usaha ternak di Flores, Adonara, dan Lembata mengeluh ternaknya terserang virus ASF. Virus ini cukup ganas sehingga saya mengajak masyarakat dan stakeholder bekerja sama mencegah virus tersebut demi menjaga usaha masyarakat, terutama peternak berkelanjutan,” kata Ketua LPM NTT yang juga Wakil Ketua Taruna Merah Putih, Marianus Wilhelmus Lawe Wahang, SE, M.Mar.Eng kepada Odiyaiwuu.com di Jakarta, Selasa (14/2).

Menurut Marianus, para peternak di beberapa desa di Flores hingga Alor mengaku merugi, pemasukan dari usaha ternak nihil. Ekonomi keluarga dan biaya pendidikan anak-anak mereka yang bersumber dari uang hasil perjualan ternak, tersendat. Para peternak juga mengaku mengalami kesulitan mendapatkan bibit baru melanjutkan usahanya.

Marianus menambahkan, merujuk hasil kajian Kementerian Pertanian, ia menyebut ihwal munculnya virus ASF yaitu pemasukan daging babi dan produk babi lainnya. Selain itu sisa-sisa katering transportasi internasional baik dari laut maupun udara dan orang yang terkontaminasi virus ASF kontak dengan babi di lingkungannya.

Meski demikian, ujar Marianus, chief engineering yang sedang bekerja di sebuah kapal berbendera asing di perairan Uni Emirat Arab, ada sejumlah alternatif solusi pencegahan penyebaran virus ASF. Pertama, meningkatkan fasilitas penelitian lokal untuk menciptakan penawar virus ASF pada ternak yang tertular.

Kedua, mendorong pendampingan konsep peternakan terintegrasi mulai dari suplai pakan lokal sebagai bahan baku pakan untuk memastikan kulitas. Ketiga, mendorong unit usaha pengelolaan pakan lokal agar peternakan rakyat dapat menjadi usaha peternakan modern yang mandiri.

“Saat ini LPM NTT tengah mendorong unit usaha pengelolaan pakan yang berkualitas di desa untuk mendukung konsep peternakan rakyat yang modern dan mandiri. Selain itu, mendorong edukasi konsep berternak dan kepastian tersedianya obat-obatan untuk ternak. Edukasi konsep berternak sangat penting dilakukan untuk memastikan tahapan peternakan yang dapat mencegah dan menekan penularan virus ASF,” kata Marianus.

Menurut Aji Winarso dari Departemen Ilmu penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana dan Nur Hartanto dari Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang menyebutkan, ASF adalah penyakit dalam kategori re-emerging diseases dunia sejak 2007.

Penyakit ASF muncul awal 1900-an di Afrika Timur dan menyebabkan kematian yang tinggi pada babi peliharaan. Pada mulanya, ASF hanya menyebar di wilayah sub-sahara Afrika. Penyebaran lintas benua pertama kali terjadi 1957 dan 1960 ke Spanyol serta Portugal. Kemudian dari sana tersebar ke negara-negara Eropa lainnya, lalu Amerika Selatan dan Karibia. (Ansel Deri/Odiyaiwuu.com)

Tinggalkan Komentar Anda :

banner 336x280
  • Bagikan